Pendidikan Sosial dalam Perspektif Alquran Hadits
Oleh:
Nama :Murniati
DOSPEN :Nazaruddin
Ismail, MA
.
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALMUSLIM
BIREUEN PROVINSI ACEH
TAHUSN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disisi lain seorang muslim mempunyai karakter dan kewajiban
yang sama besarnya dengan hablum minallah yaituhablum minannas atau
hubungan dirinya dengan sesama manusia. Hubungan tersebut merupakan hubungan
yang lebih kompleks, karena hubungan ini terjadi antara pihak yang satu dan
lainnya yang bersifat relatif serta penuh dengan dinamika. Oleh karena itu
perlu diingat bahwa manusia adalah makhluk yang dibekali rasa, karsa, dan
periksa, sehingga segala tindakanya selalu terpengaruh oleh ketiga hal tersebut
Dalam hubunganya dengan
sesama, seorang muslim mempunyai kewajiban untuk saling peduli. Hal tersebut
dapat dimanifestasikan dalam berbagai hal, seperti saling menolong, memberi,
mengasihi dan lain sebagainya. Namun dalam kenyataanya masih banyak muslim yang
apatis terhadap tanggung jawab sosial tersebut. Padahal sejatinya sudah sangat
jelas Islam juga mewajibkanya seperti perintah-perintah yang tercantum dalam al
Qur’an dan Hadits Nabi.
Dalam makalah ini akan
dijelaskan mengenai hadits-hadits tentang pendidikan kepedulian sosial sebagai
cara untuk mengetahui urgensi pendidikan sosial tersebut. Di sini selain
terdapat hadits-hadits, namun ada pula ayat-ayat al Qur’an sebagai penguatnya.
Diharapkan dengan hal ini kita sebagai seorang muslim akan lebih peka dengan
realita sosial yang ada. Karena itu merupakan kewajiban kita sebaai hamba-Nya
untuk saling mengasihi terhadap sesama. Berikut adalah pembahasan makalah ini
terkait “Pendidikan Sosial dalam Pespektif Alquran
Hadits”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Konsep dasar Pendidikan kepedulian Sosial ?
2.
Bagaimana Hadits Tentang Pendidikan Kepedulian Sosial ?
3.
Bagaimana Urgensi Kajian Islam Tentang Pendidikan Sosial ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Pendidikan Sosial dalam Islam
Proses pendidikan terhadap manusia terjadi pertama kali ketika Allah SWT
selesai menciptakan Adam Alaihissalam, lalu Allah SWT mengumpulkan tiga
golongan mahluk yang diciptakan-Nya untuk diadakan Proses Belajar Mengajar
(PBM). Tiga golongan mahluk ciptaan Allah dimaksud yaitu Jin, Malaikat, dan
Manusia (Adam Alaihissalam) sebagai "mahasiswa" nya, sedangkan Allah
SWT bertindak sebagai "Maha Guru" nya. Setelah selesai PBM maka Allah
SWT mengadakan evaluasi kepada seluruh mahasiswa ( jin, malaikat, dan manusia)
dengan cara bertanya dan menyuruh menjelaskan seluruh materi pelajaran yang
diberikan, dan ternyata Adam lah (dari golongan manusia) yang berhasil menjadi
juara dalam ujian tersebut.
Pendidikan merupakan suatu proses, dimana proses tersebut dapat berlangsung
dimana dan kapan saja, tidak hanya dalam lingkungan yang formal seperti di
sekolah atau kampus karena pendidikan tidak hanya sekolah atau kuliah.
Perkembangan seseorang mulai dari kecil, remaja sampai dewasa, di sekolah, di
masyarakat dan di rumah merupakan proses pendidikan yang menyeluruh.
Sosial dapat diartikan segala sesuatu yang berkaitan dengan
masyarakat. Kepedulian sosial dapat diartikan peduli terhadap kepentingan umum.
Kepedulian sosial ini merupakan salah satu bentuk proses social, dimana proses sosial
diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama.
Sehingga diharapkan dalam sebuah masyarakat untuk saling peduli dan tanggap
terhadap orang lain melalui rasa kepedulian sosial tersebut.
Fakta sosial menunjukan bahwa sebagian masyarakat ada yang dapat
menikmati hidup dengan banyak kemudahan dan fasilitas yang serba nyaman. Akan
tetapi, terdapat sekelompok masyarakat yang serba kekurangan dengan fasilitas
yang serba minim selama menjalani kehidupan. Untuk itu Islam memerintahkan
kepada orang yang lapang untuk membantu saudaranya yang ditimpa musibah atau
kesusahan atau penderitaan. Hingga dalam Islam mempunyai konsep sendiri terkait
kepedulian sosial. Berikut adalah konsep pendidikan kepedulian sosial menurut
Islam:
-
Menuju ke jalan
taqwa
-
Mencapai
kebijakan sempurna
-
Menciptakan
persatuan
-
Mengarah kepada
keharmonisan
-
Pengaruh aqidah
Islam dalam kepedulian sosial
-
Hubungan aqidah
Islam dengan kepedulian sosial
Konsep di atas tidak hanya sebagai hal teoritis saja, namun akan
menjadi suatu landasan dalam melakukan suatu kepedulian sosial, sehingga
implementasi menjadi sangat urgen sebagai bukti eksistensi konsep tersebut.[1]
Berikut adalah beberapa contoh hal yang dapat dilakukan sebagai wujud
kepedulian terhadap sesama :
Menangguhkan, kalau bisa membebaskan utang seseorang. Sebagaimana
firman Allah :
bÎ)ur c%x. rè ;ouô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ×öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. cqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ
Artinya : “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,
Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (al Baqoroh : 280)
Menyantuni anak yatim, fakir miskin atau janda. Sebagaimana firman
Allah :
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ……. ÇÌÏÈ
Artinya : “sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin….” (an Nisa : 36)
Membantu orang yang sedang tertimpa musibah. Karena orang yang
sedang tertimpa musibah pasti memerlukan dukunan dari orang-orang disekitarnya. Memberi
makan orang kelaparan. Ini juga merupakan salah satu cara kita meringankan
beban sesama.
Di atas adalah beberapa contoh perbuatan yang menggambarkan
kepedulian kita terhadap sesama. Sebenarnya masih banyak lagi cara yang
dianjurkan Islam untuk meringankan sesama. Islam menganjurkan menolong siapa
saja tanpa membedakan suku, agama, ras, kelompok dan lain-lain, kerena spirit
Islam adalah kemanusiaan universal. Pada intinya, sikap empati sosial atas
penderitaan orang lain merupakan bagian dari bentuk solidaritas yang akan memupuk
toleransi antar sesama.
B. Kajian Alqur’an Hadits tentang Pendidikan Sosial
Paradigma pendidikan dalam Alquran tidak lepas dari
tujuan Allah SWT menciptakan manusia itu seindiri, yaitu pendidikan penyerahan
diri secara ikhlas kepada sang Kholik yang mengarah pada tercapainya
kebahagiaan hidup dunia maupun akhirat, sebagaimna Firman-Nya dalam (QS.
Adz-Dzariyat:56) "Tidak semata-mata kami ciptakan jin dan manusia
kecuali hanya untuk beribadah". " bahwa tujuan pendidikan
dalam Alquran adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga
mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT. dan kholifah-Nya, guna
membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang diciptakan Allah".
Pendidikan dalam perspektif Alquran dapat dilihat
bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya,
sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan
dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan 'monumental' yang dicontohkan
Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu
adalah: Jangan sekali-kali menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua
orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati,
hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah, hendaklah selalu mendirikan
sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan keji, jangan suka
menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan rendahkanlah suaramu.
Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan
Luqman Al-Hakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman
modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta hikmah
yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya sampai
akhir jaman.
Konsep pendidikan dalam perspektif Alquran yang
direfleksikan Allah SWT dalam QS. Luqman (31):12-19 selengkapnya berbunyi
sebagai berikut:
وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ
لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ
اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13)
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
(14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا
تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ
أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ (15) يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ
فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا
اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ
إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17) وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ
الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)
Artinya: Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqmman, yaitu : " bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"(12)
Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran
kepada anaknya: "Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kedzaliman yang
besar"(13)
Dan Kami
perintahkan kepada manusia terhadap dua orang ibu-bapak; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu (14)
Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuannya tentang itu, maka janganlah engkau mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberikan
kepadamu apa yang telah engkau kerjakan. (15)
(Luqman
berkata): "Hai anakkua, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui" (16)
Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah) (17)
Dan
janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.(18)
Dan
sederhanalah engkau dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (19)
Ketokohan Luqman Al-Hakim seperti dijelaskan di atas
merupakan suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan, hingga dapat melahirkan
para ahli pendidikan dibidangnya masing-masing sejak Alquran dilauncingkan oleh
pembawa risalah terakhir Rosululloh Muhammad SAW empat belas abad yang lalu
hingga sekarang bahkan sampai akhir jaman. Islam memandang dan memposisikan
sendi-sendi keilmuan atau ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang
sangat utama dan urgen. Ia merangkul iptek sedemikian rupa sehingga menganggap
suci dan disamakan derajatnya dengan jihad bagi perjuangan orang-orang yang
berilmu dan yang mencari ilmu, juga karya-karya yang mereka temukan tentang
fenomena dan rahasia alam semesta ini. Hal ini dijelaskan dengan firman Allah
dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11 :
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya: "Allah meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat."
Ilmu pengetahuan yang dituju oleh Alquran adalah ilmu
pengetahuan dengan pengertiannya yang menyeluruh, yang mengatur segala yang
berhubungan dengan kehidupan dan tidak terbatas pada ilmu syariah dan akidah
saja. Ia mencakup berbagai disiplin ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi,
sejarah, fisika, biologi, matematika, astronomi, dan geografi dalam bentuk
gejala-gejala umum, general ideas, atau grand theory yang perlu dikem,bangkan
lagi oleh akal manusia. Dalam pandangan yang bersifat internal-global,
ilmu-ilmu dalam Alquran dapat dijabarkan ke dalam masalah-masalah akidah,
syariah, ibadah, muamalah, akhlak, kisah-kisah lampau,berita-berita akan
dating, dan ilmu pengetahuan ilahiah lainnya.[2]
Demikian lengkapnya berbagai ilmu yang terdapat dalam
Alquran, tidak terkecuali masalah sains dan matematika. Tentang term ini
menjelaskan bahwa Matematika Islam ialah matematika yang menjadikan Alquran dan
Sunnah Nabi sebagi postulat. Hal itu sejalan dengan apa yang dikatakan Nabi
Muhammad SAW bahwa: " Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan, kamu
tidakakan tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah
(Alquran) dan Sunnah Rasul Allah (Hadits)."
Sebab itu masih menurut dia, dalam Matematika Islam,
kita tidak lagi perlu membuktikan suatu data yang datang dari Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun nanti dalam perjalananya, Matematika Islam seolah
membuktikan kebenaran sunnah-sunnah Nabi. Data bilangan dari Alquran dan Nabi,
diolah dan dibuat model matematikanya.
Dalam hadis yang diriwayatkan Oleh Abu Hurairah,
Rasulullah Saw Bersabda :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَّسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌُ وَّسِتُّوْنَ شَعْبَةً
فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لآإِلـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ
الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِّنَ اْلإِيْمَانِ. (متفق عليه) (محي الدين
أبي زكريّا يحيى بن شرف النواوي " رياض الصالحين" فى باب "كثرة
طروق الخير، ص، 77-78)
Dari Abi Hurairah ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda,
”Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih; yang paling
utama adalah ucapan “lâ ilâha illallâhu” dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedangkan rasa malu itu
(juga) salah satu cabang dari iman.”[3]
Dalam hadits di atas, dijelaskan bahwa
cabang yang paling utama adalah tauhid, yang wajib bagi setiap orang, yang mana
tidak satu pun cabang iman itu menjadi sah kecuali sesudah sahnya tauhid
tersebut. Adapun cabang iman yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu
yang mengganggu kaum muslimin, di antaranya dengan menyingkirkan duri atau batu
dari jalan mereka.
Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam
Islam, sekecil apapun perbuatan baik akan mendapat balasan dan memiliki
kedudukan sebagai salah satu pendukung akan kesempurnaan keimanan seseorang.
Duri dalam konotasi secara sekilas
menunjukkan pada sebuah benda yang hina. Akan tetapi, jika dipahami lebih luas,
yang dimaksud dengan duri di sini adalah segala sesuatu yang dapat membahayakan
pejalan kaki, baik besar maupun kecil. Hal ini semacam ini mendapat perhatian
serius dari Nabi saw. sehingga dikategorikan sebagai salah satu cabang daripada
iman, karena sikap semacam ini mengandung nilai kepedulian sosial, sedang dalam
Islam ibadah itu tidak hanya terbatas kepada ibadah ritual saja, bahkan setiap
ibadah ritual, pasti di dalamnya mengandung nilai-nilai sosial.[4]
Di samping hal tersebut di atas,
menghilangkan duri dari jalan mengandung pengertian bahwa setiap muslim
hendangkan jangan mencari kemudlaratan, membuat atau membiarkan kemudlaratan.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasul saw. yang dijadikan sebuah kaidah dalam Ushul
Fiqh:
لاَضَرَارَ وَلاَ ضِرَارَ
Janganlah mencari kemudlaratan dan jangan pula membuat kemudlaratan.
Membiarkan duri di jalan atau
sejenisnya berarti membiarkan kemudlaratan atau membuat kemudlaratan baru, jika
adanya duri tersebut awalnya sengaja disimpan oleh orang lain.
Kata sedekah sendiri berasal dari bahasa Arab, al shodaqoh. Kata
ini diambil dari kata al shidq (benar) karena ini menunjukan kebenaran untuk Allah.
Sedangkan menurut Al Jurjani sedekah adalah pemberian yang diberikan untuk
mengharap pahala Allah.[5] Namun maksudnya sedekah itu tidak hanya
terbatas pada materi (harta) saja, namun bisa dilakukan dengan apapun yang kita
punya. Dicontohkan pula oleh Nabi bahwa melakukan keadilan diantara dua orang
yang berselisih faham adalah sedekah, perkataan yang baik adalah sedekah,
senyum adalah sedekah dan lain sebagainya. Namun walaupun begitu sedekah
merupakan suatu perbuatan sosial yang sangat penting. Seperti firman Allah
berikut :
`s9 (#qä9$oYs? §É9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB cq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOÎ=tæ ÇÒËÈ
Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa
saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(Al Imran : 92)
Maka karena begitu pentingnya sedekah, hingga seseorang belum bisa
dikatakan kepada kebajikan yang sempurna sebelum menafkahkan sebagian hartanya
yang dicintai. Berikut adalah beberapa manfaat dari sedekah :
Sedekah adalah sebaik-baiknya harta investasi, Sedekah akan menjadi
tameng dari api neraka Sedekah akan menjadi tempat bernaung kelak di hari
kiamat Sedekah akan menjadi penghalang siksaan Sedekah akan menjadi obat bagi
yang sakit Sedekah akan menghalau bencana Sedekah akan memudahkan segala urusan
Sedekah akan mendatangkan rizki.
Berdasarhan uraian di atas, dapat di pastikan bahwa orang yang
bersedekah pasti dicintai Allah, karena ia mengalahkan egonya yang memiliki
watak cinta harta. Karena orang yang bersedekah lebih mementingkan cinta Tuhan daripada
tabi’at dirinya, sehingga Allah memberinya rasa aman dari setiap hal yang
menakutkan di akhirat.
Dapat kita pahami bersama bahwa sedekah merupakan suatu bentuk
kepedulian sosial. Kerena dalam sedekah mendidik kita untuk saling memberi,
menolong dan mengasihi terhadap sesama. Dalam Islam tentu sangat menganjurkan
untu peduli terhadap sesama sebagai salah satu wujud habluminallah yang salah
satu bentuknya adalah sedekah. Jadi sedekah mempunyai arti penting dalan
kepedulian sosial, seperti dalam hadits Nabi yang artinya : “setiap orang
berada dibawah naungan sedekahnya hingga semua perkara diantara manusia
diputuskan”.
Sedekah sebagai salah satu bentuk kepedulian sosial sangan
dianjurkan dalam Islam. Namun yang perlu dipahami bahwa kepedulian sosial tidak
hanya dengan harta, bisa dengan apapun yang kita punya. Bahkan dalam hadits di
atas sekedar berkata baik adalah sedekah yang artinya merupakan suatu bentuk
kepedulian sosial. Sehingga jika dilandasi dengan niat yang ikhlas, maka Allah
akan membalasnya dengan kebaikan baik di dunia ataupun di akhirat.
Hadits di atas menerangkan tentang betapa pentingnya kepedulian
sosial terhadap sesama. Hingga Islam memberi apresiasi yang sangat baik
terhadap orang yang mempunyai rasa empati dan kepedulian sosial tinggi. Wujud
apresiasi itu adalah ganjaran kebaikan dari Allah baik di dunia atau akhirat.
Karena pada dasarnya semua muslim adalah saudara, sehingga kita diwajibkan
untuk saling tolong menolong dalam kebaikan. Berikut adalah firman Allah :
… وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَاَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ… (الـمائدة : 2)
Artinya : “… Janganlah kamu saling tolong-menolong dalam dosa dan
permusuhan…” (Q.S. Al-Maidah : 2)
Dari ayat di atas kita di suruh untuk saling menolong dalam
kebaikan dan ketaqwaan. Hal itu merupakan wukud dari kepedulian sosial. Namun
perlu diketahui bahwa kepedulian sosial itu tidak hanya dilakukan dengan harta
saja, namun bisa dilakukan dengan apapun yang kita punya. Seperti dalam salah
satu hadits pokok di atas Nabi menyebutkan bahwa segala sendi dalam badan kita
adalah sedekah. Hal itu juga dapat dimaknai bentuk keadilan dari Islam, yaitu
tidak membedakan antara orang kaya dan miskin dalam berlomba kepada kebaikan.
Begitu pentingnya kepedulian sosial dalam Islam, hingga Islam juga
mempunyai konsep tersendiri tentang kepedulian sosial. Konsep tersebut menurut
Islam adalah sebagai bentuk ketaqwaan dengan saling mengasihi terhadap sesama
dengan berdasarkan aqidah Islam. Disamping itu Islam juga menganggap sesama
muslim juga sebagai satu bangunan yang tentunya wajib untuk saling membantu :Sabda
Rasulullah Saw “Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, “Rasulullah saw.
pernah bersabda, ‘Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan
yang bagian-bagiannya saling mengokohkan.” (HR. Bukhari).
Walaupun begitu, Islam tetap menganjurkan menolong siapa saja tanpa
membedakan suku, agama, ras, kelompok dan lain-lain, kerena spirit Islam adalah
kemanusiaan universal. Pada intinya, sikap empati sosial atas penderitaan orang
lain merupakan bagian dari bentuk solidaritas yang akan memupuk toleransi antar
sesama.
C. Urgensi Kajian Pendidikan Sosial Dalam Alquran Hadits
Salah satu keutamaan Al-Islam bagi umat manusia adalah adanya sistem yang
paripurna dan konsisten di dalam membina mental, melahirkan generasi, membina
umat dan budaya, serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaaan dan peradaban.
Semua itu dimaksudkan untuk merubah manusia dari kegelapan syirik, kebodohan,
kesesatan dan kekacauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah dan kemantapan.
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Alloh, dan kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Alloh menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Alloh
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seidzin-Nya menunjuki mereka ke jalan yang lurus .
Kesempurnaan sistem Islam tersebut terlihat pula dalam sistem pendidikan
Rasulullah dalam mendidik para shahabat yang telah menghasilkan generasi yang tak
ada duanya. Generasi yang disebut-sebut sebagai generasi terbaik yang pernah
muncul di muka bumi ini. Tak ada yang mampu menandinginya baik sebelum dan
sesudah generasi shahabat tersebut.
Namun bukan berarti sepeninggal Rasulullah, kita tak akan merasakan dan tak
mampu melaksanakan pendidikan Islam. Sebab beliau telah meninggalkan dua
kurikulum yang dapat kita pakai acuan dalam mendidik manusia yakni Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
Hakekat/nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat
berarti bagi kehidupan manusia. Nilai bersifat praktis dan efektif dalam jiwa
dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif didalam masyrakat. Nilai ini
merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu cita-cita yang benar dan
berlawanan dengan cita-cita palsu yang bersifat khayal.
Pendidikan Islam adalah; proses transformasi dan internalisasi ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai Islam pada peserta didik melalui penumbuhan dan
pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan
hidup dalam segala aspeknya. Sehingga dapat dijabarkan pada enam pokok pikiran
hakekat pendidikan Islam yaitu;
a. Proses tranformasi dan internalisasi, yaitu upaya
pendidikan Isla harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan
Istiqomah, penanaman nilai/ilmu, pengarahan, pengajaran dan pembimbingan kepada
anak didik dilakukan secara terencana, sistematis dan terstuktur dengan
menggunakan pola, pendekatan dan metode/sistem tertentu.
b. Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang
diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam, dengan
disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan pola hubungan
dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum minannas) dan hubungan
dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
c. Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan
Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99
yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah yang
sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah
yang harus dikembangkan. b) Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, yang
selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini merupakan nilai yang
terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang tumbuh sesuai dengan
kebutuhan manusia.
d. Pada diri peserta didik, maksudnya pendidikan ini
diberikian kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi rohani. Potensi
ini memmungkinkan manusia untuk dididik dan selanjutnya juga bisa mendidik.
e. Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi
fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan,
memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah
kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
f. Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan hidup,
dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu mengoptimalkan
potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, dunia dan
akherat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan peserta didik bahagia
dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.[6]
Prinsip diatas adalah pikiran idealitas pendidikan Islam terutama di
Indonesia, tetapi dalam mewujudkan cita-cita tersebut banyak sekali permasalah
yang telah menghambat pencapaian cita-cita tersebut malah terkadang membelokkan
tujuan utama dari pendidikan Islam. Problem pendidikan Islam harus menjadi
tanggung jawab bersama baik dari pendidik, pemerintah, orang tua didik dan anak
didik itu sendiri, jadi kesadaran dari semua pihak sangatlah diharapkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan dalam pandangan Islam yang sebenarnya adalah suatu sistem
pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan hidupnya sesuai dengan
ajaran Islam. Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengubah tingkah laku
individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Prinsip ini
adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi berbagai
kebutuhan individu dan komunitas, serta tuntutan pemiliharaan kebudayaan silam
dengan kebutuhan kebudayaan masa kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah
yang sedang dan yang akan dihadapi. Dari penjelasan di atas dapat penulis
simpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah:
a. Mendidik akhlak dan jiwa manusia, menanamkan
nilai-nilai keutamaan, membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi.
b. Menjadi manusia yang hidup mulia dan bahagia dunia dan
akhirat
c. Menjadi hamba Allah SWT yang selalu mendekatkan diri
kepada-Nya. Karena manusia diciptakan sebagai khalifah dan mengabdi kepada-Nya.
d. Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman
di antara kita dan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
e. Serta mampu menjalankan hidupnya sebagai khalifah
Allah di muka bumi dengan memiliki pengetahuan baik pengatahuan agama maupun
pengetahuan umum.
Hal
itu membuktikan bahwa sedekah sebagai wujud dari kepedulian sosial tidak harus
dilakukan dengan harta atau materi, namun bisa dilakukan dengan apa saja.
Prinsip itulah yang menandakan bahwa Islam tidak membeda-bedakan antara kaya
dan miskin kaitanya untuk mendapat pahala.
Islam juga sangat mengapresiasi terhadap pemeluknya yang mempunyai
kepedulian terhadap sesama. Bukti apresiasi itu adalah kebaikan Allah yang akan
diberikan kepadanya baik di dunia ataupun di akhirat. Hal itu sesuai dengan
sabda beliau “barang siapa yang melepaskan kesusahan seorang mu’min dari
kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahanya di hari kiamat. Dan
barang siapa yang memudahkan orang dari kesusahan, maka Allah akan memudahkanya
di dunia dan akhirat, dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka
Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Sungguh Allah akan menolong
hamba-Nya selama dia menolong saudaranya.”
Itulah janji Islam terhadap orang yang mau menolong sesama. Bahkan
karena begitu pentingnya kepedulian sosial, Islam mempunyai konsep tersendiri
mengenai hal tersebut. Konsep tersebut menurut Islam adalah sebagai bentuk
ketaqwaan dengan saling mengasihi terhadap sesama dengan berdasarkan aqidah
Islam. Wlaupun begitu, Islam tetap menganjurkan menolong siapa saja tanpa membedakan
suku, agama, ras, kelompok dan lain-lain, kerena spirit Islam adalah
kemanusiaan universal. Pada intinya, sikap empati sosial atas penderitaan orang
lain merupakan bagian dari bentuk solidaritas yang akan memupuk toleransi antar
sesama.
DAFTAR PUSTAKA
Asmoro, Toto, Menuju Muslim Kaffah, (Jakarta : Gema Insani
Press, 2000).
Dr. Nanang Fattah, Landasan
Manajemen Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Husna, Khotimatul, 40 Hadits Pedoman Membangun Toleransi,
(Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2006).
Muslim, Imam, Shahih Muslim, (Bandung : Multazam, 1974)
Tafsir
Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung.
Tillar. R,
(1979), Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Pendidikan
& Kebudayaan, Jakarta
[2] Tillar. R,
(1979), Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat, Departemen
Pendidikan & Kebudayaan, Jakarta
[3] Muslim, Imam, Shahih Muslim, (Bandung : Multazam, 1974)Tafsir
Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung.
[5] Husna, Khotimatul, 40 Hadits Pedoman Membangun Toleransi,
(Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2006).
0 Response to "Pendidikan Sosial dalam Perspektif Alquran Hadits"
Post a Comment