1.
PSIKOLOGI
( Ilmu Jiwa) BELAJAR
A.
Pengertian
Psikologi
belajar terdiri dari dua penggalan kata yaitu psikologi dan belajar. Psikologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang
berarti ilmu. Dengan demikian secara harpiah psikologi dapat diartikan ilmu
jiwa.
Di bawah ini
akan saya uraikan tntnag beberapa pendapat ahli mengenai defenisi psikologi.
- Chilffoard T. Morgan berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dan hewan.
- Chilffoard T. Morgan berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dan hewan.
- Edwin G.
Boring dan Herbert mengatakan: psikologi adalah studi tentang hakikat manusia.
- Garden Murphy: psychology ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadao lingkungannya.
- Garden Murphy: psychology ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadao lingkungannya.
- Moskondits
psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan empiric yang berdasarkan atas observasi
dan penelitian eksperimental, pokok persoalannya adalah tentang tingkah laku
manusia.
Dari beberapa
pendapat di atas dapat di lihat bahwa antara pendapat ahli yang satu berbeda
dengan yang lain. Namun pada hakekatnya memiliki defenisi yang dapat diterima
oleh semua pihak. Dalam hal ini untuk lebih sederhana psikologi dapat diartikan
sebaai suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tentang tingkah
laku manusia baik selaku individu, maupun kelompok, dalam hubungannya dengan
lingkungan.
Sedangkan belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang mengenai hal-hal yang bermanfaat baginya.
Sedangkan belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang mengenai hal-hal yang bermanfaat baginya.
B. Ruang Lingkup Psikologi Belajar
1. context of teaching learning (situasi dan tempat yang berkaitan dengan belajar dan mengajar)
2. process of teaching learning (proses ataun tahapan-tahapan dalam belajar mengajar)
3. out comes of teaching learning (hasil-hasil yang dicapai dalam proses belajar mengajar)
Ruang lingkup psikologi pendidikan menurut Good &
Broopy ( 1997 )
1. Psikologi perkembangan
Adalah bidang
studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang
membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai usia lanjut. Psikologi
perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial,karena sebagian besar
perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan
erat dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk
kepribadian khas dari individu tersebut
2. Psikologi
sosial
Bidang ini
mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu :
· studi tentang
pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya : studi tentang
persepsi, motifasi, proses belajar, atribusi,(sifat)
·
studi
tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa,sikap sosial,prilaku
menirudan lain-lain
· studi tentang
interaksi kelompok, misalnya kepemimpinan, komunikasi,hubungan kekuasaan, kerjasama dalam
kelompok, dan persaingan.
3. Psikologi
kepribadian
Adalah bidang
studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi
perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian adalah hasil
dari perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu
sendiri dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya.
4. Psikologi
kognitif
Adalah bidang
studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognitif, seperti: persepsi, proses
belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa danemosi.
Wilayah terapan
psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat diterapkan.
walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang indonesia dengan apesialisasi
membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang ahli psikologi
pendidikanmungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau
sebaliknya.
C. Metode Ilmu Jiwa Belajar
Dalam Ilmu Jiwa Belajar
metode-metode yang digunakan ada:
- Metode Introspeksi
Metode ini
adalah suatu metode yang tertua, metode ini dipergunakan untuk menyelidiki
proses-proses kejiwaan yang berlangsung pada diri sendiri, banyak ahli yang
keberatan untuk menggunakan metode ini sebagai alat penyelidikan dengan
mengemukakan bermacam-macam alasan diantaranya yang penting adalah instrospeksi
ini tidak mungkin objektif / hasilnya atau dengan kata lain mengandung beberapa
kelemahan yaitu:
1)
Pada waktu mengamati apa yang terjadi pada dirinya sendiri sebenarnya
menghayati sesuatu objek yang telah merupakan campuran proses yang sebenarnya
diselidiki dari proses akibat melakukan penyelidikan
2)
Instrospeksi mengandung sugesti karena pengaruh ini akan sering terjadi sesuatu
yang sebenarnya masih belum jelas telha ditafsirkan sebagai sesuatu yang telah
nampak dengan jelas.
- Metode Observasi
Metode
Observasi, atau metode pengamatan, observasi atau pengamatan, adalah kegiatan
pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indera. Ada dua macam observsinya, yaitu:
1)
Observasi langung (non – sistematis) tidak menggunakan instrument observasi,
hanya menggunakan alat indera semata-mata
2)
Observasi sistematis, yaitu dengan menggunakan instrument pengamatan, yang
telah dipersiapkan secara sistematis dan terencana sebelumnya. Dengan metode
observasi sistematis, peneliti akan mendapatkan data yang objektif, namun
peneliti memerlukan waktu yang lama dan sering tidak efisien, Karen observasi
terikat pada waktu dan tempat terjadinya objek yang diamati. Terikat pada
waktu, artinya peneliti harus menunggun samapi gejala/objek yang diamati
terjadi dengan sendirinya, sedangkan terikat pada tempat, artinya peneliti
harus berada di tempat kejadian gejala / objek yang diobservasi
- Metode Eksperimen
Metode
eksperimen atau percobaan, yaitu suatu cara penelitian dengan jalan menimbulkan
gejala atau perilaku tertentu, dalam situasi dan kondisi tertentu pula dengan
sengaja, untuk dijadikan suatu objek penelitian. Dengan demikian semua kondisi
atau keadaan situasi dan gejala-gejala yang diselidiki bisa dikontrol.
Namun eksperimen mampunyai kelemahan, yaitu: 1) bahwa tidak semua
gejala-gejala psikis dapat diselidiki secara eksperimen, misalnya
gejala-gejala/perilaku yang bersifat spontanitas. 2) karena alasan moral,
psikologis dan pedagogis, eksperimen tidak bisa dilakukan misalnya terhadap
gejala/gejala/perilaku yang tidak wajar, tidak normal, melanggar norma-norma
dan sebagainya.
- Metode Test
Metode Test,
atau pengukuran; yaitu suatu cara penelitian dengan jalan mengadakan tes atau
pengukuran terhadap gejala/perilaku yang diselidiki. Tes itu sendiri adalah
berupa “pertanyaan – pertanyaan yang harus dijalankan, yang berdasar atas
bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan
perintah-perintah itu, penyelidikan mengambil kesimpulan dengan cara
membandingkannya dengan standar atau testee yang lain. Ada dua macam tes,
yaitu:
1)
Tes terstandar, yang sudah teruji berulang-ulang validitasnya, dan
2)
Tes non standar, yang dibuat sendiri oleh peneliti, sesuai dengan
tujuan/sasaran penelitiannya, yang validitasnya belum teruji.
Menurut
Pekerjaan yang diselidiki Tes Dapat Dibagi Menjadi Beberapa Macam diantaranya:
1)
Tes Kecerdasan
2)
Tes Perhatian
3)
Tes Ingatan dan sebagainya
Menurut orang
yang diselidikinya tes dapat dibagi menjadi 2 macam:
1)
Tes Perseorangan
2)
Tes Gerombolan
Menurut cara
menilai jawabannya, tes dapat dibagi pula dalam 2 macam, yaitu:
1)
Tes Alternatif, ialah menilai dengan betul atau salah
2)
Tes Gradual, ialah menilai dengan beberapa tingkatan misalnya: salah sama
sekali, salah sedikit, agak betul, hampir betul, dan sebagainya.
- Metode Angket
Metode
Angket/kuesioner yaitu suatu cara penyelidikan dalam bentuk bertanya,dengan
menggunakan bentuk daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Angket
dibedakan menjadi:
1)
Angket langsung; mengenai pengalaman sendiri, (pertanyaan tentang pengalaman
orang yang bersangkutan); dan
2)
Angket tidak langsung; yaitu memberikan keterangan/jawaban pertanyaan tentang
orang lain.
Kebaikan dari
metode ini, adalah bahwa dengan usaha dan biaya yang relatf kecil, bisa
terkumpul data/lahan yang besar jumlahnya. Adapun kelemahannya, kurang
terjaminnya objektifitas data yang terkumpul
Menurut luas
objeknya angket dapat pula dibagi:
1)
Angket umum, ialah angket bertujuan memperoleh gambaran selengkap-lengkapnya
mengenai jiwa (psikografi) seseorang
2)
Angket khusus, ialah angket yang bertujuan memperoleh gambaran-gambaran khusus
mengenai satu hal saja. Misalnya watak seseorang.
- Metode Proyeksi
Adalah sutau
metode yang dilakukan dengan jalan menyajikan suatu bahan (gambar, permainan,
tulisan, dan lain sebagainya) kepada individu dimana diharapkan adanya jawaban
yang berwujud pendapat atau sikap yang merupakan proyeksi dan pribadinya.
Keberatannya:
1)
Memerlukan penyelidik yang ahli dan berpengalaman
2)
Penafsiran terhadap jawaban sering dipengaruhi oleh perasaan dan sikapnya
sendiri sehingga kurang objektif.
- Metode Case Studi
Adalah
penyelidikan terhadap individu secara mendalam meliputi latar belakang social,
fisik dan psikis. Waktunya cukup lama dan melalui berbagai periode pertumbuhan.
- Metode Klinis
Adalah
metode penyelidikan secara mendalam kepada individu yang menyimpang dari
tingkah laku norma untuk diagnosanya
2.
KONSEP DASAR TENTANG
BELAJAR
A.
Pengertian Belajar
Pengertian belajar
menurut kamus bahasa Indonesia :
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Pengertian belajar menurut beberapa ahli :
1. Menurut james O. Whittaker
(Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar
adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman.
2. Winkel, belajar adalah aktivitas mental
atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan,
nilai dan sikap.
3. Cronchbach (Djamarah, Syaiful
Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu aktifitas
yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
4. Howard L. Kingskey (Djamarah,
Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
5. Drs. Slameto (Djamarah, Syaiful
Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di
dalam interaksi dengan lingkungannya.
6. (Djamarah, Syaiful Bahri,
Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
7. R. Gagne (Djamarah, Syaiful
Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) hal 22. Belajar adalah suatu
proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan
tingkah laku
8. Herbart (swiss) Belajar adalah
suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalamn yang
sebanyak-banyaknya dengan melalui hafaln
9. Robert M. Gagne dalam buku: the
conditioning of learning mengemukakan bahwa: Learning is change in human
disposition or capacity, wich persists over a period time, and which is not
simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya
disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar
dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling
berinteraksi.
10. Lester D. Crow and Alice Crow
(WWW. Google.com) Belajar adalah acuquisition of habits, knowledge and attitudes.
Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan
dan sikap.
11. Ngalim Purwanto (1992) (WWW.
Google.com) Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah
laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau pengalaman.
B. Ciri-ciri Belajar
Ciri-ciri
belajar adalah sebagai berikut :
1.
Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap
(afektif).
2.
Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat
disimpan.
3.
Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan
terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
4.
Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan,
tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.
Berikut
beberapa faktor pendorong mengapa manusia memiliki keinginan untuk belajar:
1.
Adanya dorongan rasa ingin tahu
2.
Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai
tuntutan zaman dan lingkungan sekitarnya.
3.
Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari
atas kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi
diri.
4.
Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.
5.
Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
6.
Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.
7.
Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
8.
Untuk mengisi waktu luang.
C.
Manifestasi, dan Ragam Hasil Perbuatan Belajar
Ciri khas
perubahan yang menjadi karakteristik dalam belajar meliputi perubahan-perubahan
yang bersifat: intensional (disengaja), positif dan aktif (bermanfaat dan hasil
usaha sendiri), serta efektif dan fungsional (berpengaruh dan mendorong
timbulnya perubahan baru). Kesengajaan belajar itu tidak penting, yang penting
adalah cara mengeloloah informasi yang diteerima siswa pada waktu peristiwa
belajar terjadi. Tidak semua kecakapan yang kita peroleh merupakan hasil
kesengajaan belajar yang kita sadari.
Manifestasi
prilaku belajar tampak dalam “kebiasaan”, seperti siswa belajar bahasa
berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang
keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan
benar. “keretampilan”, seperti menulis dan berolahraga yang meskipun sifatnya
motorik, keterampilan-keterampilan itu membutuhkan koordinasi gerak yang teliti
dan kesadaran yang tinggi. “pengamatan” yakni proses menerima, menafsirkan, dan
member arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara objektif
sehingga siswa mampu mencapai pengertian yang benar. Berfikir “asosiatif” yakni
berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan
daya ingat. Berfikir “rasional dan kritis” yakni menggunakn prinsip-prinsip dan
dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti bagaimana dan
mengapa. “sikap” yakni kecenderungan yang relative menetap untuk bereaksi
dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan
pengetahuan dan keyakinan. “inhibisi” atau menghindari hal yang mubazzir.
“apresiasi” atau menghargai karya-karya yang bermutu. Tingkah laku “afektif”
yakni tingkah laku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih,
gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya sesuai dengan
pengetahuan dan keyakinan.
Adapun
jenis-jenis atau ragam belajar meliputi: Ragam abstrak yaitu berfikir abstrak
dengan tujuan memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak
nyata seperti belajar matematika, kimia dll. Ragam keterampilan, menggunakan
gerakan motorik hubungannya dengan urat-urat syaraf dan otot, termasuk
olahraga, tari, music, dll. Ragam social, memahami masalah-masalah beserta
teknik pemecahannya, contohnya masalah keluarga, persahabatan, dll. Ragam
pemecahan masalah, menggunakan metode ilmiah atau berfikir secara logis demi
memperoleh kemampuan untuk memecahkan masalah. Ragam rasional, berfikir logis
dengan menggunakan akal sehat seperti memecahkan masalah dengan menggunakan
pertimbangan sebelumnya. Ragam kebiasaan, apresiasi, dan Ragam
pengatahuan/studi, belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap
objek pengetahuan tertentu dengan tujuan agar siswa memperoleh atau menambah
informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan yang biasanya lebih rumit dan
memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya menggunakan alat-alat
laboratorium.
3.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
a. Nativisme
Perkembangan
manusia dipengaruhi oleh pembawaan yang diterima ileh orang tuanya sedankan
pengalaman atau lingkungan tidak berpengaruh sama sekali
b. Empirisme
b. Empirisme
Tabularasa
suatu istilah dari bahasa latin yang berarti lembaran kosong, paham ini
menekankan pentingnya pengalaman lingungan dan pendidikan sebagai faktor yang
mempengaruhi perkembangan. Perkembangan manusia tergantung kepada lingkungan
dan pendidikan.
c. Kovergensi
c. Kovergensi
Berarti
pembawaan dan lingkungan pada tatanan praktis jika seorang berasal dari orang
tua yang cerdas dan pintar, dan mendapat pendidikan yangf berkualitas tinggi
maka akan menjadi anak yang cerdas dan pintar.
4. MOTIVASI BELAJAR
Seiring saat
ini kegiatan memberikan motivasi dalam upaya meningkatkan semangat belajar
peserta didik berikit pengertian definisi dasar kata motivasi dan belajar, Jadi
apa itu motivasi belajar ?
Pengertian
Motivasi
Motivasi
adalah sebuah proses yang menjelaskan insensitas arah, dan ketekunan seorang
individu untuk mencapai tujuannya, di dalam motivasi ada Tiga elemen utama
yaitu adalah intensitas, arah, dan ketekunan
Pengertian
Belajar
Pengertian
belajar menurut Morgan, mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari
latihan atau pengalaman (Wisnubrata, 1983:3). Sedangkan menurut Moh. Surya
(1981:32), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada
prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Jadi
Pengertian Motivasi Belajar adalah keseluruhan
daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan menciptakan
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin
kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat.
B.
Bentuk- bentuk Motivasi Belajar
Secara umum,
motivasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik.
1)
Motivasi Instrinsik
Hamalik (2004) berpendapat bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang
tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan
siswa sendiri. Sedangkan menurut Sardiman (2006) motivasi instrinsik adalah
motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar
karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Dengan kata lain, individu terdorong untuk bertingkah laku ke arah tujuan
tetentu tanpa adanya faktor pendorong dari luar. Berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut di atas dapat dikatakan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang
tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan
siswa sendiri atau dengan kata lain motivasi instrinsik tudak memerlukan
rangsangan dari luar tetapi berasal dari diri siswa.
Siswa yang termotivasi secara instrinsik dapat terlihat dari kegiatannya yang
tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena bituh dan ingin mencapai
tujuan belajar yang sebenarnya. Dengan kata lain, motivasi instrinsik dilihat
dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan adalah ingin mencapai tujuan yang
terkandung di dalam perbuatan itu sendiri (Sardiman, 2001). Siswa yang memiliki
motivasi instrinsik menunjukkan keterlibatan dan aktivitas yang tinggi dalam
belajar.
Guru dapat menggunakan beberapa strategi dalam pembelajaran agar siswa
termotivasi secara instrinsik, yaitu:
- Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan
siswa sehingga tujuan belajar menjadi tujuan siswa atau sama dengan tujuan
siswa.
- Memberi kebebasan kepada siswa untuk
memperluas kegiatan dan materi belajar selama masih dalam batas-batas
daerah belajar yang pokok.
- Memberikan waktu ekstra yang cukup banyak
bagi siswa untuk mengembangkan tugas-tugas mereka dan memanfaatkan
sumber-sumber belajar yang ada di sekolah.
- Kadang kala memberikan penghargaan atas
pekerjaan siswa.
- Meminta siswa-siswanya untuk menjelaskan
dan membacakan tugas-tugas yang mereka buat, kalau mereka ingin
melakukannya. Hal ini perlu dilakukan terutama sekali terhadap tugas yang
bukan merupakan tugas pokok yang harus dikerjakan oleh siswa, kalau tugas
dikerjakan dengan baik.
2)
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik berbeda dari motivasi instrinsik karena dalam motivasi ini
keinginan siswa untuk belajar sangat dipengaruhi oleh adanya dorongan atau
rangsangan dari luar. Dorongan dari luar tersebut dapat berupa pujian, celaan,
hadiah, hukuman dan teguran dari guru. Menurut Sardiman (2006) motivasi ekstrinsik
adalah “motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan atau
dorongan dari luar”. Bagian yang terpenting dari motivasi ini bukanlah tujuan
belajar untuk mengetahui sesuatu tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik,
sehingga mendapatkan hadiah.
Motivasi instrinsik juga diperlukan dalam kegiatan belajar karena tidak semua
siswa memiliki motivasi yang kuat dari dalam dirinya untuk belajar. Guru sangat
berperan dalam rangka menumbuhkan motivasi ekstrinsik. Pemberian motivasi ekstrinsik
harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa, karena jika siswa diberikan motivasi
ekstrinsik secara berlebihan maka motivasi instrinsik yang sudah ada dalam diri
siswa akan hilang. Motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi instrinsik,
sehingga motivasi ekstrinsik sangat diperlukan dalam pembelajaran.
Dimyanti (2006) mengemukakan bahwa motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi
motivasi instrinsik jika siswa menyadari pentingnya belajar. Motivasi
ekstrinsik juga sangat diperlukan oleh siswa dalam pembelajaran karena adanya
kemungkianan perubahan keadaan siswa dan juga faktor lain seperti kurang
meneriknya proses belajar mengajar bagi siswa. Motivasi ekstrinsik dan
instrinsik harus saling menambah dan memperkuat sehingga individu dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
C.
Cara Membangkitkan Motivasi Belajar
Upaya-upaya peningkatan motivasi belajar siswa dilakukan oleh guru dengan
menggunakan berbagai cara. Pemilihan cara membangkitkan motivasi belajar siswa
harus disesuaikan dengan karakteristik siswa dan juga mata pelajaran yang
sedang diajarkan oleh guru. Siswa yang mempunyai motivasi belajar dan
berprestasi instrinsik yang kuat berbeda penenganannya dengan siswa yang
bermotivasi belajar dan berprestasi ekstrinsiknya yang kuat. Di sisi lain
faktor-faktor terjadinya penurunan motivasi belajar dan berprestasi juga
turut menentukan pemilihan upaya yang akan dilakukan.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh guru membangkitkan motivasi belajar
siswa, baik motivasi instrinsik maupun ekstrinsik antara lain dengan cara:
1.
Memberikan penghargaan kepada siswa yang
berprestasi.
2.
Adanya persaingan atau kompetisi di dalam
kelas.
3.
Pemberian hadiah atau pujian terhadap
siswa-siswa yang memiliki prestasi baik dan memberikan hukuman kepada siswa
yang prestasinya mengalami penurunan.
4.
Adanya pemberitahuan tentang kemujan belajar
siswa.
Dengan
mengetahui hasil pekerjaan maka siswa akan terdorong untuk lebih giat belajar,
apabila jika hasil yang diperoleh menunjukkan kemajuan.
- Ego involvement.
Menumbuhkan
kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimenya sebagai
tantangan.
- Pemberian ulangan.
Guru harus
memberitahukan terlebih dahulu jika akan diadakan ulangan karena siswa akan
lebih giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan.
- Adanya hasrat untuk belajar.
Hasrat untuk
belajar berarti kemauan yang timbul pada diri anak didik untuk belajar,
sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
- Minat.
Minat merupakan
alat pokok dalam rangka memotivasi siswa. Cara yang bisa diambil oleh guru
untuk membangkitkan minat belajar siswa menurut Sardiman (2006) adalah
membangkitkan adanya kebutuhan, menghubungkan materi dengan keadaan sebenarnya,
serta menggunakan berbagai metode mengajar.
- Tujuan yang diakui.
Rumusan tujuan
yang diakui dan diterima baik oleh siswa, merupakan alat motivasi yang sangat
penting. Semua cara tersebut bisa adopsi oleh guru untuk menambah motivasi
siswa agar meningkatkan hasil belajarnya.
5.
TIPE-TIPE BELAJAR DARI BELAJAR
A.
Tipe- tipe Belajar Pada Umumnya
Mengetahui
pola belajar peserta didik adalah modal bagai seorang guru untuk menentukan
strategi pembelajaran. Robert M. Gagne (1979) membedakan pola-pola belajar
peserta didik ke dalam delapan tipe, yang tiap tipe merupakan prasyarat bagi
lainnya yang lebih tinggi hierarkinya.
Kedelapan
tipe belajar sebagaimana disebutkan di atas akan dijelaskan satu per satu
secara singkat dan jelas sebagai berikut:
a.
Belajar
Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat)
Belajar
tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Jadi, tidak ada persyaratan, namun
merupakan hierarki yang harus dilalui untuk menuju jenjang belajar yang paling
tinggi. Signal learning dapat diartikan sebagai penguasaan pola-pola
dasar perilaku bersifat involuntary (tidak sengaja dan tidak disadari tujuannya). Dalam tipe ini
terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan untuk
berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara
serempak dan perangsang-perangsang tertentu secara berulang kali. Signal
learning. Ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov yang
timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum
dan emosional selain timbulnya dengan tidak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada muridnya yang gaduh
dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.
b.
Belajar
Tipe 2: Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus-respon)
Bila tipe
di atas digolongkan dalam jenis classical condition, maka belajar 2 ini
termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar dengan trial
and error (mencoba-coba). Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan
proses yang serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya
tipe belajar ini adalah faktor inforcement. Waktu antara stimulus
pertama dan berikutnya amat penting. Contohnya yaitu seorang guru memberikan
suatu bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi
oleh muridnya. Guru member pertanyaan kemudian murid menjawab.
c.
Belajar
Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chaining adalah belajar menghubungkan satuan
ikatan S-R (Stimulus-Respons) yang satu dengan yang lain. Kondisi yang
diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini antara lain, secara internal
anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik
maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement
tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
Contohnya
yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses dan
tahapan untuk mencapai tujuannya. Chaining terjadi bila terbentuk
hubungan antara beberapa S-R, sebab yang terjadi segera setelah yang satu lagi.
Jadi berdasarkan hubungan conntiguity).
d.
Belajar
Tipe 4. Verbal Association (Asosiasi Verbal)
Tipe ini
merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa
benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang
tepat. Contohnya yaitu Membuat langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan
alat atau objek tertentu. Membuat prosedur dari praktek kayu.
Baik chaining
maupun verbal association, yang kedua tipe belajar ini,
menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan lain. Bentuk verbal
association yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk
geometris, dan si anak dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu
bola saya”, bila melihat bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk
geometris agar dapat mengenal `bujur sangkar’ sebagai salah satu bentuk
geometris, atau mengenal ‘bola’, `saya’, dan ‘itu’. Hubungan itu terbentuk,
bila unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu segera mengikuti satu
lagi (conntiguity).
e.
Belajar
Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)
Discrimination
learning atau
belajar membedakan. Tipe ini peserta didik mengadakan seleksi dan pengujian di
antara perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih
pola-pola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama berlangsung proses
belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai pola aturan melakukan chaining
dan association serta pengalaman (pola S-R)
Contoh:. Guru mengenal peserta didik serta
nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak itu.
Diskriminasi didasarkan atas chain. Anak misalnya harus mengenal mobil
tertentu berserta namanya. Untuk mengenal model lain diadakannya chain baru
dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satunya lagi. Makin banyak
yang dirangkaikan, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan
gangguan atau interference itu, dan kemungkinan suatu chain dilupakan.
f.
Belajar
Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)
Concept
learning
adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari
sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau
konsep. Kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi
dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
Belajar konsep
dapat dilakukan karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi
internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Manusia dapat
melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan
menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu,
misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. la dapat
menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman,
saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal
ini, kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik,
melainkan dalam bentuk yang abstrak. Misalnya kita dapat menyuruh peserta didik
dengan perintah: “Ambilkan botol yang di tengah! ” Untuk mempelajari
suatu konsep, peserta didik harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus
tertentu. Untuk itu, ia harus dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan
apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses belajar konsep memakan
waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur.
g.
Belajar
Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)
Rule
learning belajar
membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini peserta didik belajar
mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika
formal (induktif, dedukatif, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan
kausalitas) sehingga peserta didik dapat menemukan konklusi tertentu yang
mungkin selanjutnya dipandang sebagai “rule “: prinsip, dalil, aturan,
hukum, kaidah, dan sebagainya.
h.
Belajar
Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Problem
solving adalah
belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini para peserta didik belajar
merumuskan memecahkan masalah, memberikan respons terhadap rangsangan yang
menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik, yang mempergunakan
berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Belajar memecahkan masalah itu
berlangsung sebagai berikut: Individu menyadari masalah bila ia dihadapkan
kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam
kesulitan. Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau permasalahan
kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari jawaban atau
penyelesaian dari masalah tersebut.
B.
Mastery Learning
Pembelajaran tuntas (mastery learning) adalah
pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai
secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran
tertentu.
Pembelajaran
tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik. Strategi pembelajaran tuntas
sebenarnya menganut pendekatan individual.
Landasan konsep dan teori tentang Mastery Learning
adalah pandangan tentang kemampuan siswa yang dikemukakan oleh John B. Carroll
pada tahun 1963 berdasarkan penemuannya yaitu “Models of School Learning”.
Manfaat model yang telah ditemukan Carroll ini secara essensial merupakan suatu
paradigma konseptual yang mana garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi
kesuksesan siswa belajar di sekolah ditunjukkan dengan bagaimana faktor-faktor
tersebut diinteraksikan. Di sini Carroll menemukan bahwa bakat siswa tidak
diramal hanya pada tingkat dimana dia belajar dalam suatu waktu yang diberikan,
tetapi juga menyangkut banyaknya waktu yang dia perlukan untuk belajar pada
tingkat tersebut. Dalam hal ini Carroll mendefinisikan bahwa bakat sebagai
tolok ukur untuk mengetahui banyaknya waktu yang diperlukan siswa untuk belajar
dari satuan pelajaran untuk memberikan criteria terhadap kondisi pembelajaran
yang ideal.
Penerapan Metode Pembelajaran
Mastery Learning
Cara Kerja
Mastery Learning
Intinya,
Mastery Learning menyempurnakan tujuan pembelajaran dengan mengerjakan tiga (3)
hal: a) memberikan siswa perbedaan jumlah waktu untuk mencapai tujuan bahan
ajar, b) memberikan penambahan waktu atau remedial untuk siswa yang belum
menyelesaikan bahan ajar dengan cepat, c) mengatur satuan kurikulum yang
berbeda, yang mana masing-masing siswa dapat diajar dan dievaluasi secara
terpisah dari yang lain. Untuk lebih jelasnya akan kami coba untuk menguraikan
masing-masing tahap cara kerja Mastery Learning.
1)
Menyediakan waktu pencapaian tujuan
Mastery Learning biasanya mengambil hubungan antara
waktu dan prestasi siswa di sekolah. Sebagai ganti alokasi banyaknya waktu
belajar yang ditetapkan dan mengikuti tingkat kecerdasan siswa yang beragam,
maka Mastery Learning mengharuskan semua siswa untuk mencapai suatu unit
belajar tertentu dan memberikan waktu yang diperlukan untuk menguasai unit
belajar tersebut secara berbeda-beda antar individu. Dengan kata lain secara
sederhana seorang guru harus mencurahkan waktu ekstra untuk siswa yang perlu
waktu
2)
Memberikan Perbaikan Pembelajaran
Dalam rangka mengambil keuntungan dari fleksibilitas
waktu belajar, pendekatan mastery menawarkan pembelajaran ekstra, yang disebut
dengan perbaikan pembelajaran (corrective instruction), untuk siswa yang
terlalu lama memahami tujuan pembelajaran. Corrective instruction ini dapat
dalam bentuk tutorial secara individu atau pembelajaran dalam bentuk kelompok
kecil yang disesuaikan pada pengulangan ketidakfahaman atau kebingungan yang
dihadapi siswa.
Perbaikan pembelajaran dapat terjadi selama jam
pembelajaran berlangsung ataupun di luar jam pembelajaran. Misalnya pada jam
istirahat, waktu makan siang, ataupun jam setelah sekolah selesai. Contoh
kasus, misalnya dalam pelajaran matematika, siswa akan dikategorikan belum
tuntas (dari tingkat ketuntasan yang ditargetkan 90% tes tiap unit belajar),
maka siswa akan ada pada criteria perbaikan pembelajaran.
Pada perbaikan ini bisa saja digunakan metode dan
media mengajar yang berbeda tetapi tetap pada konsep/unit yang sama dan bekerja
ke arah yang sama pula secara obyektif sebagaimana sebelumnya. Akhirnya siswa
akan dibawa pada tes lain pada unit tersebut, dan jika mereka masih belum
beranjak dari daerah kriteria belum tuntas, mereka masih akan perlu perbaikan
pembelajaran sampai akhirnya mereka berhasil. Setelah mereka mencapai
ketuntasan akan diijinkan untuk melangkah pada unit selanjutnya.
3)
Mangatur Satuan Kurikulum
Untuk membuat perbaikan pembelajaran yang efektif,
dalam Mastery Learning guru-guru juga perlu mengatur kurikulum ke dalam satuan
pelajaran yang berlainan, masing-masing difokuskan pada satuan khusus
pembelajaran yang obyektif. Fokus pendekatan guru pada awal pembelajaran lebih
jelas dan membantu memonitor perkembangan siswanya. Selanjutnya mendesain tes
dasar pada tiap unit secara tepat. Keuntungannya adalah membantu para guru
merencanakan perbaikan pembelajaran yang tepat dan benar-benar membantu.
Pada sekolah umum, Mastery Learning hampir pasti
dikatakan cocok pada periode dan waktu pembelajaran, walaupun masih diperlukan
schedule yang fleksibel. Oleh karena itu, solusi terbanyak yang
direkomendasikan pada Mastery Learning adalah dengan menggunakan group-based
mastery learning, yaitu Mastery Learning yang didasarkan pada penggunaan
pendekatan secara kelompok (Block & Anderson, 1975; Slavin, 1987b).
Dalam group-based Mastery Learning, meskipun siswa
bekerja secara kelompok secara perorangan siswa bertanggung jawab terhadap
belajarnya sendiri dan akan lebih memotivasi siswa jika dalam belajar kelompok
tersebut ada pemberian reward dengan mempertimbangkan kerjasama antar anggota
kelompok, misalnya dengan memberikan bonus nilai pada setiap anggota kelompok,
apabila seluruh anggota kelompok mencapai skor tertentu dalam suatu tes. Dengan
demikian diharapkan rasa kerjasama, saling membantu dan tanggung jawab
diharapkan akan ada dan memotivasi belajar siswa itu sendiri. Karena
keberhasilan kelompok berarti keberhasilan seluruh anggota kelompok.
PRINSIP-PRINSIP
PEMBELAJARAN TUNTAS
1.
Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang
hirarkis,
2. Penilaian
acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback,
3. Pemberian
pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan,
4. Pemberian program pengayaan bagi peserta
didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal.
Metode Pembelajaran
Dalam
pembelajaran tuntas, metode pembelajaran yang sangat ditekankanadalah
pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer
instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi
metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.
Pembelajaran
tuntas lebih efektif menggunakan pendekatan tutorialdengan sesion-sesion
kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku
kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)
Peran Peserta Didik
Peserta
didik sebagai subjek didik. Fokus pada `Peserta didik dan yang akan
dikerjakannya’. Kemajuannya bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara
individual.
Peran Guru
Pada Pembelajaran Tuntas
1.
Menjabarkan KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih
kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyarat.
2. Menata
indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit.
3.
Menyajikan materi dengan metode dan media yang sesuai.
4. Memonitor
seluruh pekerjaan peserta didik.
5. Menilai perkembangan
peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif).
6.
Menggunakan teknik diagnostik.
7.
Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang
mengalami kesulitan.
Kelebihan
serta Kekurangan metode Mastery Learning
Kelebihan Mastery Learning
Mastery Learning menawarkan kemungkinan yang
mengasyikan bagi yang akan menggunakan dan/atau mempelajarinya. Para guru akan
mencari sebagaimana yang mereka pahami dan mencari penjelasan di sini bahwa:
pertama, Mastery Learning memberi suatu pikiran yang efisien dan efektif untuk
mentransformasikan pendekatan yang didasarkan pada group-based mastery learning
ke dalam kualitas pembelajaran secara optimal masing-masing siswa. Oleh karena
itu, prosedur ketuntasan akan bermanfaat pada masing-masing guru untuk membuat
investasi dan usaha dalam group-based mastery learning yang memberi hasil dalam
bentuk ketuntasan belajar hampir pada semua siswa, tidak hanya pada beberapa
siswa.
Kedua, strategi Mastery Learning relatif mudah dan
murah. Artinya menyesuaikan metode pembelajaran yang ada, bahan yang
diperlukan, dan karakteristik dari semua siswa sehingga dapat menjadi tawaran
bagi siswa-siswa untuk memenuhi pengembangan siswa. Ketiga, dengan menggunakan pendekatan
mastery pengatur kurikulum (administrator) dapat melakukan perubahan besar di
sekolah-sekolah sehingga diharapkan segala distribusi pencapaian cenderung
naik. Mereka dapat memastikan bahwa masing-masing siswa diberi kemampuan,
perhatian/minat, dan sikap yang mana akan mendorongnya untuk menyelesaikan
suatu level tertentu dan untuk melihat keuntungan dari suatu belajar. Mereka
juga dapat memastikan bahwa masing-masing siswa akan memperoleh pengalaman
kesuksesan belajar yang akan membantu memperkuat kepercayaan dirinya dan
membentenginya melawan rasa minder.
Manfaat pendekatan Mastery Learning yang lain
dikemukakan oleh Guskey & Gates, 1986, pertama, Mastery Learning memotivasi
siswa karena akan membangun rasa percaya diri mereka bahwa semua dari mereka
dapat menguasai tujuan pendidikan secara pasti. Lebih lanjut, Mastery Learning
menuntut bahwa komunikasi adalah faktor esensi dari tujuan tersebut. Mastery
menjadi lebih dari hanya sekedar sesuatu yang biasanya hanya dapat dicapai oleh
sedikit siswa. Kedua, ketika direncanakan dengan baik, mastery membuat belajar
dan pembelajaran menjadi lebih efisien. Siswa menjadi tahu bahwa mereka perlu
belajar, dan guru tahu bahwa mereka perlu untuk memberi bantuan macam apa yang
secara individu diperlukan siswa. Dengan demikian siswa yang paling lambanpun
bisa tetap terangkum dalam bimbingan untuk mengejar yang lain sampai mencapai
ketuntasan.
Kekurangan Mastery Learning
Tetapi walaupun manfaat mastery learning, seperti yang
telah diuraikan di atas, tetap saja sistem tersebut tidaklah sempurna. Masalah
utama yang paling dirasakan terletak pada inti dari pendekatan Mastery
Learning: dalam setting sekolah umum, waktu pembelajaran terlalu beragam
(Slavin, 1987b). Jika guru memberikan perbaikan dalam jam kelas, maka perhatian
guru secara kontinyu terpecah antara siswa pandai dan siswa kurang pandai. Dan
hal ini kadang-kadang secara tidak disadari oleh guru telah menghabiskan waktu
lebih lama sengan siswa yang lamban, Sehingga bagi siswa yang cepat mengerti
akan merasa banyak waktu terbuang hanya untuk menunggu siswa lain yang belum
memahami pelajaran.
Memberikan perbaikan pembelajaran di luar jam kelas
juga mempunyai kendala. Salah satunya, hal ini akan menambah jam kerja guru
secara substansi, tidak realistik pada peluang guru untuk menambah jam lembur
mereka pada substansi dasar. Akibatnya, yang paling banyak dipersembahkan guru
mungkin tidak dapat memberikan siswa yang paling lamban cukup waktu ekstra
untuk mencapai ketuntasan. Dengan demikian, guru-guru sepertinya tidak membuang
waktu mengajar terlalu banyak atau sedikit untuk kelas tersebut, dan
siswa-siswa yang “lamban”pun tetap terangkum dalam bimbingan.
C.
Meaningfull Learning
BELAJAR BERMAKNA (MEANINGFUL
LEARNING) Suasana
belajar yang kondusif dan menyenangkan dapat diupayakan, salah satunya dengan
menciptakan strategi pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
menitikberatkan pada bagaimana proses belajar siswa. Dalam hal ini peran guru
sebagai penyampai informasi dinomorduakan. Pembelajaran secara nyata
berorientasi pada bagaimana siswa belajar, bukan bagaimana guru mengajar.
Pembelajaran akan bermakna bagi
siswa apabila ada informasi dan pengetahuan baru. Informasi dan pengetahuan
tersebut sesuai dengan struktur kognitif siswa. Artinya, pencernaan segala
informasi dan pengetahuan sesuai dengan ukuran dan nalar siswa. Persoalannya,
apakah informasi selama belajar tidak kalah oleh informasi yang siswa terima
melalui media informasi? Jika siswa telah menrima informasi itu di luar, guru
perlu menyajikannya dengan model dan cara yang lebih menarik. Kalau tidak
demikian, siswa akan mengaanggap gurunya ketinggalan informasi! Ini yang lebih
gawat!
Faktor lain yang mendukung pembelajaran bermakna adalah cara dan gaya guru dalam mengajar. Misalnya, intonasi suara, mimik muka (ekspresi) dan sikap guru. Guru tidak pelit memberikan pujian dan penguatan terhadap apa yang telah dilakukan siswa. Sebaliknya., tidak sungkan memberikan hukuman jika siswa melanggar aturran belajar.
Memang, perkembangan teknologi khususnya dibidang informasi cukup pesat. Berbagai media seperti: cetak, elektronik dan jaringan, saling berjibaku untuk menampilkan informasi terbaru. Jika tak ingin terpinggirkan oleh keberadaan media informasi tersebut, tak ada jalan lain bagi guru. Pembelajaran bermakna bagi siswa harus menjadi prinsip utama dalam pembelajaran
Faktor lain yang mendukung pembelajaran bermakna adalah cara dan gaya guru dalam mengajar. Misalnya, intonasi suara, mimik muka (ekspresi) dan sikap guru. Guru tidak pelit memberikan pujian dan penguatan terhadap apa yang telah dilakukan siswa. Sebaliknya., tidak sungkan memberikan hukuman jika siswa melanggar aturran belajar.
Memang, perkembangan teknologi khususnya dibidang informasi cukup pesat. Berbagai media seperti: cetak, elektronik dan jaringan, saling berjibaku untuk menampilkan informasi terbaru. Jika tak ingin terpinggirkan oleh keberadaan media informasi tersebut, tak ada jalan lain bagi guru. Pembelajaran bermakna bagi siswa harus menjadi prinsip utama dalam pembelajaran
Dasar Teori Belajar Bermakna
Menurut Ausubel bahan subjek yang
dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah
fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari
dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran
di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah
dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna
terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna adalah sebagai berikut :
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna adalah sebagai berikut :
1.
Advance
Organizer (Handout)
Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa
diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka
mengatahui sebelumnya apa yang akan disampaikan guru.
2.
Progressive
Differensial
Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali
dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang
khusus, disertai dengan contoh-contoh.
3.
Integrative
Reconciliation
Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan
konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja
dipelajari.
4.
Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh
atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima
materi baru.
Pembelajaran bermakna erat kaitannya dengan teori konstruktivisme pemikiran Vygotsky (Social and Emancipator Constructivism). Paham ini berpendapat bahwa siswa mengkonstruksikan pengetahuan atau menciptakan makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu konteks sosial. Teori belajar ini merupakan teori tentang penciptaan makna. Selanjutnya, teori ini dikembangkan oleh Piaget (Piagetian Psychological Constructivism) yang menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna dan pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki, diketahui dan dipercayai dengan fenomena, ide atau informasi baru yang dipelajari.
Pembelajaran bermakna erat kaitannya dengan teori konstruktivisme pemikiran Vygotsky (Social and Emancipator Constructivism). Paham ini berpendapat bahwa siswa mengkonstruksikan pengetahuan atau menciptakan makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu konteks sosial. Teori belajar ini merupakan teori tentang penciptaan makna. Selanjutnya, teori ini dikembangkan oleh Piaget (Piagetian Psychological Constructivism) yang menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna dan pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki, diketahui dan dipercayai dengan fenomena, ide atau informasi baru yang dipelajari.
6.
TINJAUAN
TEORITIS TENTANG BELAJAR
Secara garis besar teori-teori belajar dapat dikelompokkan menjadi
3, yaitu :
1. Teori belajar menurut Psikologi Behavioristik
2. Teori belajar menurut Psikologi Kognitif
3. Teori belajar menurut Psikologi Humanistik
1. Teori Belajar Menurut Psikologi Behavioristik
Mereka biasa juga disebut “S-R Psychologis”. Mereka berpendapat,
bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau
penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan
stimulasinya.
Guru yang menganut pandangan teori ini berpendapat, bahwa tingkah
laku murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu
dan masa sekarang, dan segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar.
Kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar
belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.
Tokoh-tokoh Teori Belajar Psikologi Behavioristik
a.
Thorndike
(1874 – 1949)
Teori belajarnya disebut “Connectionism”, yaitu belajar merupakan
proses pembentukan hubungan antara stimulus (S) dan respons (R). Dari hasil
penelitiannya, Thorndike mendapatkan 3 hukum dalam belajar, yaitu :
1. Law of effect, hubungan S-R bertambah erat kalau disertai oleh
perasaan senang atau puas. Dan sebaliknya menjadi kurang kuat atau lenyap kalau
disertai rasa tidak senang. Maka memuji dan membesarkan hati anak lebih baik
dalam pelajaran daripada menghukum atau mencela.
2. Law of exercise, hubungan S-R bertambah erat kalau sering
digunakan, dan akan kurang erat atau lenyap jika jarang digunakan. Karena itu
perlu digunakan banyak latihan, ulangan-ulangan dan pembiasaan.
3. Law of readness, kesiapan untuk berbuat akan lebih mempermudah
antara hubungan S dan R. Tetapi apabila telah siap kemudian dicegah, maka akan
menyebabkan rasa negatif bagi yang bersangkutan.
b. Ivan Pavlov (1849 – 1936)Teori belajarnya disebut “Stimulus
Substitution” atau Classical Conditioning”. Dalam percobaan laboratoriumnya
Pavlov memberikan stimuli bersyarat terhadap anjing sehingga terjadi reaksi
bersyarat pada anjing. Dalam teori ini ditunjukkan bahwa bagaimana tingkah laku
dapat dibentuk dengan pengaturan dan manipulasi lingkungan. Dan tingkah laku
tertentu dapat dibentuk dengan secara berulang-ulang. Tingkah laku itu tadi
dipancing dengan sesuatu yang memang dapat menimbulkan tingkah laku itu.
Dalam laboratoriumnya, diberikan pembiasaan baru pada anjing karena
adanya latihan terus menerus. Bunyi bel yang senantiasa diikuti dengan
munculnya makanan memberikan pengalaman bagi anjing untuk secara refleks
mengeluarkan air liur begitu mendengar bel. Kebiasaan anjing tersebut di atas
akan berangsur-angsur hilang apabila diikuti dengan pemberian makanan
b.
John
B. Watson (1878 – 1958)
Belajar merupakan proses terjadinya respons-respons bersyarat
melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa
refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua
tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan S-R, baru kemudian
melalui “conditioning”d. E. R Guthrie (1886 – 1959)
Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut law of association, yang berbunyi: “Suatu kombinasi stimuli yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimuli itu muncul kembali.” Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi.
Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut law of association, yang berbunyi: “Suatu kombinasi stimuli yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimuli itu muncul kembali.” Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi.
Menurut Ghutrrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara
stimulus dan respons. Bahwa hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk.
Efektif tidaknya hukuman tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan murid
belajar ataukah tidak.
2.
Teori
Belajar menurut Psikologi Kognitif
Menurut aliran kognitifis, tingkah laku seseorang senantiasa
didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana
tingkah laku terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam
situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi, tingkah laku
seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada
di dalam suatu situasi.
Tokoh-tokoh Teori Belajar Psikologi Kognitif
a.
Mex
Wertheirmer (1880 – 1943)
Ia adalah peletak dasar psikologi Gestalt, yang meneliti tentang
pengamatan dan problem solving. Suatu konsep terpenting dalam Psikologi Gestalt
adalah tentang “insight” yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap
hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam sutu situasi permasalahan.
Contoh insight seperti pernyataan spontan “aha” atau “ooh” atau I see now.
Wertherimer menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah dan
menghendaki agar murid belajar dengan pengertian, bukan hafalan akademis.
Menurut pendapat Gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau
pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan-hubungan antara bagian
keseluruhan. Tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam
situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan
hukuman dan ganjaran.
b.
Kurt
Lewin (1892 – 1947)
Teori belajarnya disebut “Cognitive Field”. Lewin berpendapat,
bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antara kekuatan-kekuatan, baik
yang dari dalam individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan; maupun
dari luar diri individu seperti tantangan dan permasalahan.
Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Peranan motivasi lebih penting daripada reward.
Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Peranan motivasi lebih penting daripada reward.
c.
Piaget,
teorinya disebut “Cognitive Developmental”
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai
aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
3.
Teori
Belajar menurut Psikologi Humanistik
Menurut para pendidik aliran Humanistik penyusunan dan penyajian
materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama
para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri
mereka. Psikologi ini berusaha untuk memahami perilaku seseorang dari sudut Si
pelaku (behaver), bukan dari Si pengamat (observer).
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli psikologi humanistik mempunyai pandangan yang sangat berbeda dengan psikologi behavioral. Perbedaan ini dikenal sebagai “Freedom determination issue”. Para behaviorest memandang bahwa manusia sebagai makhluk reaktif yang memberikan responsnya terhadap lingkungan. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.
Tokoh-tokoh teori belajar Psikologi Humanistik
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli psikologi humanistik mempunyai pandangan yang sangat berbeda dengan psikologi behavioral. Perbedaan ini dikenal sebagai “Freedom determination issue”. Para behaviorest memandang bahwa manusia sebagai makhluk reaktif yang memberikan responsnya terhadap lingkungan. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.
Tokoh-tokoh teori belajar Psikologi Humanistik
1. Combs, ia menyatakan bila kita ingin memahami perilaku orang
kita harus mencoba memahami persepsi orang itu. Apabila ingin mengubah perilaku
seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu,
perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari yang lain.
2. Maslov, bahwa di dalam diri kita ada 2 hal, yaitu :
a. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
3. Rogers : Dalam bukunya Freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah
prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, diantaranya ialah :
o Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
o Belajar yang signifikan terjadi apabila Subject mater dirasakan
murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri
o Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi
mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
o Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebih mudah
dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin
kecil.
o Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat
diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
o Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
o Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses
belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu
o Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa
seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan
hasil yang mendalam dan lestari.
o Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai terutama siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain merupakan cara kedua yang penting.
o Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai terutama siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain merupakan cara kedua yang penting.
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini
adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses
perubahan itu.
7.
MASALAH KESULITAN
BELAJAR
A. Pengertian
kesulitan belajar
Setiap
anak didik datang ke sekolah agar menjadi orang berilmu pengetahuan,
sebagaian besar waktu yang tersedia harus digunakan oleh anak untuk belajar,
tidak mesti di sekolah, di rumah pun harus ada waktu yang disediakan untuk
kepentingan belajar. Namun, sayangnya hambatan dan gangguan dialami oleh anak
didik tertentu. Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar.
Pada
tingkat tertentu memang ada anak didik yang dapat mengatasi kesulitan
belajarnya, karena anak didik belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya, maka
bantuan guru atau orang lain sangat diperlukan oleh anak didik.
Dalam
setiap bulan atau bahkan dalam setiap minggu tidak jarang ditemukan anak didik
yang kesulitan belajar. Walaupun sebenarnya masalah yang menggangu keberhasilan
belajar anak didik ini sangat tidak disenangi oleh guru dan bahkan oleh
anak didik itu sendiri.
Suatu
pendapat yang keliru dengan mengatakan bahwa kesulitan belajar anak didik
disebabkan rendahnya inteligensi. Karena pada kenyataannya cukup banyak anak
didik yang memiliki intelegensi tinggi, namun hasil belajarnya rendah. Begitu
pula sebaliknya. Selain faktor intelegensi, faktor non-intelegensi dapat
menyebabkan kesulitan dalam belajar bagi anak didik.
Kesulitan
belajar yang dirasakan oleh anak didik dapat dikelompokkan menjadi 4 macam,
yaitu sebagai berikut:
1. Dilihat dari
jenis kesulitan belajar.
| Ada yang berat;
| Ada yang ringan.
2. Dilihat dari
mata pelajaran yang dipelajari.
| Ada yang sebagian mata pelajaran;
| Ada yang sifatnya sementara.
3. Dilihat dari
sifat kesulitannya.
| Ada yang sifatnya menetap;
| Ada yang sifatnya sementara.
4. Dilihat dari
segi faktor penyebabnya.
| Ada yang karena
faktor inteligensi;
| Ada yang karena
faktor non-inteligensi.
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi
di mana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman,
hambatan ataupun gangguan dalam belajar.
B. Beberapa
penyebab kesulitan belajar
Menurut
Muhibbin Syah, meninjau dari sudut internal anak didik dan ekternal anak didik,
yakni sebagai berikut:
1. Bersifat
kognitif : rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi.
2. Bersifat
afektif : labilnya emosi dan sikap.
3. Bersifat
psikomotor : terganggungnya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata
dan telinga).
Sedangkan
faktor ekternal anak didik meliputi kondisi lingkungan sekitar. Faktor
lingkungan ini meliputi:
1.
Lingkungan
keluarga.
Contohnya:
ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu dan rendahnya kehidupan
ekonomi keluarga.
2.
Lingkungan
masyarakat.
Contohnya: wilayah
perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3.
Lingkungan
sekolah.
Contohnya:
kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru
serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun
faktor-faktor lain yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik yang bersifat
khusus. Misalnya Sindrome psikologi berupa learning disability (ketidakmampuan
belajar), sindrom ini contohnya:
a. disleksia
(dyslexia), yaitu ketidakmampuan belajar membaca.
b. Disgrafia
(dysgraphia), yaitu ketidakmampuan belajar menulis.
c. Diskalkulia
(dyscalculia), yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
Anak didik yang
memiliki sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal
dan bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh
karenanya kesulitan belajar anak tersebut disebabkan adanya gangguan ringan
pada otak (minimal) brain dysfunction. (Muhibbin Syah, 1999: 165)
Jika sudut
pandang diarahkan pada aspek lainnya, maka faktor-faktor penyebab kesulitan
belajar anak didik dapat dibagi menjadi 4 (empat) yaitu:
1. Faktor anak
didik
Anak didik
adalah subjek yang belajar. Kesulitan belajar yang diderita anak didik tidak
hanya yang bersifat menetap, tetapi juga yang bisa di hilangkan dengan usaha
tertentu.
Faktor-faktor
yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik:
a. Inteligensi
(IQ) yang kurang baik.
b. Bakat yang
kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari atau yang
diberikan oleh guru.
c. Faktor
emosional yang kurang stabil.
d. Aktivitas
belajar yang kurang.
e. Penyesuaian
sosial yang sulit.
f. Lantar belakang
pengalaman yang pahit.
g. Cita-cita yang
tidak relevan.
h. Latar belakang
pendidikan dengan sistem sosial dan kegiatan belajar mengajar di kelas yang
kurang baik.
i. Lama belajar
yang tidak sesuai dengan tuntutan waktu belajarnya.
j. Keadaan fisik
yang kurang menunjang.
k. Kesehatan yang
kurang baik.
l. Seks atau
pernikahan yang tak terkendali.
m. Pengetahuan dan
keterampilan dasar yang kurang memadai atas bahan yang dipelajari.
n. Tidak ada
motivasi belajar.
2. Faktor sekolah
Sekolah adalah
lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan rumah rehabilitasi anak
didik. Sekolah ikut terlibat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik.
Faktor-faktor dari lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan kesulitan belajar
bagi anak didik adalah sebagai berikut:
a. guru dengan
anak didik kurang harmonis.
b. Guru menuntut standar
pelajaran di atas kemampuan anak.
c. Guru tidak
memiliki kecakapan dalam usaha mendiagnosis kesulitan belajar anak didik.
d. Cara guru
mengajar kurang baik.
e. Alat media yang
kurang baik.
f. Perpustakaan
sekolah kurang memadai.
g. Suasana sekolah
yang kurang menyenangkan.
h. Bimbingan dan
penyuluhan yang tidak berfungsi.
i. Kepemimpinan
dan administrasi yang kurang menunjang.
j. Waktu sekolah
dan disiplin yang kurang.
3. Faktor keluarga
Keluarga adalah
lembaga pendidikan informal (luar sekolah) yang diakui keberadaannya dalam
dunia pendidikan. Oleh karena itu, ada beberapa faktor dalam keluarga yang
mennjadi penyebab kesulitan belajar anak didik sebagai berikut:
a. Kurangnya
kelengkapan alat-alat belajar bagi anak di rumah.
b. Kurangnya biaya
pendidikan yang disediakan orang tua.
c. Anak tidak
mempunyai ruang dan tempat belajar yang khusus.
d. Ekonomi
keluarga yang lemah atau tinggi yang membuat anak berlebih-lebihan.
e. Kesehatan
keluarga yang kurang baik.
f. Perhatian orang
tua yang tidak memadai.
g. Kebiasaan dalam
keluarga yang tidak menunjang.
h. Kedudukan anak
dalam keluarga yang menyedihkan.
i. Anak terlalu
banyak membantu orang tua.
4. Faktor
masyarakat sekitar
Jika keluarga
adalah komunitas masyarakat terkecil, maka masyarakat adalah komunitas
masyarakat kehidupan sosial yang tersebar. Dalam masyarakat terpatri strata
sosial yang merupakan penjelmaan dari suku, ras, agama, antar golongan,
pendidikan, jabatan, status, dan sebagainya. Pergaulan yang terkadang kurang
bersahabat sering memicu konflik sosial. Keributan, pertengkaran, pembunuhan,
perjudian, perampokan, gossip dan perilaku jahiliyah lainya sudah menjadi
santapan sehari-hari dalam masyarakat. Ketergantungan pada obat terlarang
membuat anak didik pasrah pada nasib. Anak didik tidak bisa lagi dididik karena
pengaruh obat terlarang. Keributan lingkungan sekitar berpotensi memecahkan
konsentrasi anak didik dalam belajar. Akhirnya anak didik tidak betah belajar
karena sulit membangkitkan daya konsentrasi.
Kesulitan
belajar bagi anak didik juga bersumber dari media cetak dan media elektronik.
(Sarwono, 1981:28). Anak didik sering berkhayal tentang kenikmatan seks.
Kelompok
gengster yang menjadi teman anak didik di masyarakat dapat mempersulit dalam
belajar. Gengster adalah manusia kanibalisme yang wajib dijauhi oleh anak
didik.
C. Cara Mengenal
Anak Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Beberapa gejala
sebagai pentujuk adanya kesulitan belajar anak didik dapat dilihat sebagai
berikut.
1. Menunjukan
prestasi belajar yang rendah
2. Hasil belajar
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
3. Anak didik
lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.
4. Anak didik
menunjukan sikap yang kurang wajar.
5. Anak didik
menunjukan tingkah laku yang tidak biasanya.
6. Anak didik yang
tergolong memiliki IQ, tetapi kenyataanya mereka mendapatkan prestasi belajar
yang rendah.
7. Anak didik yang
selalu menunjukan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian mata pelajaran,
tetapi dilain waktu prestasi belajarnya menurun.
Dari semua
gejala kesulitan belajar dengan cara lain yaitu melakukan penyelidikan dengan
cara:
a. Obervasi
Observasi
merupakan suatu cara memperoleh data dengan langsung mengamati terhadap objek.
b. Interview
Interview
merupakan suatu cara mendapatkan data dengan wawancara lansung terhadap orang
yang diselidiki atau terhadap orang lain (guru, orang tua, atau teman akrab)
yang dapat memberikan informasi tentang orang yang diselidiki.
c. Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan suatu cara untuk mengetahui sesuatu dengan melihat catatan-catatan,
arsip-arsip, dokumen-dokumen, yang berhubungan dengan orang yang diselidiki.
Di antara
dokumen anak didik yang perlu dicari adalah berhubungan dengan:
| Riwayat hidup
anak didik.
| Prestasi anak
didik.
| Kumpulan
ulangan.
| Catatan
kesehatan anak didik.
| Buku rapor anak
didik.
| Buku pribadi
anak didik.
| Buku catatan
untuk semua mata pelajaran, dan sebagainya.
d. Tes Diagnostik
Tes ini
dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami anak didik
berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya.
D. Usaha Mengatasi
Kesulitan Belajar
Secara garis besar, lankah-langkah yang perlu
ditempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar anak didik, dapat
dilakukan melalui 6 (tahap) yaitu:
1. Pengumpulan
Data
Usaha yang
dapat dilakukan dalam usaha pengumpulkan data melalui kegiatan sebagai berikut:
a. Kunjungan
rumah.
b. Case study dan
case history.
c. Daftar pribadi.
d. Meneliti
pekerjaan anak.
e. Meneliti tugas
kelompok.
f. Melaksanakan
tes, baik IQ maupun tes prestasi.
2. Pengolahan Data
Data yang telah
terkumpul tidak akan ada artinya jika tidak diolah secara cermat. Langkah yang
dapat ditempuh dalam rangka pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi
kasus.
b. Membandingkan
antar kasus.
c. Membandingkan
dengan hasil tes.
d. Menarik
kesimpulan.
3. Diagnosis
Diagnosis
merupakan keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data.
Diagnosis dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Keputusan
mengenai jenis kesulitan belajar anak didik yaitu berat dan ringannya tingkat
kesulitan yang dirasakan anak didik.
b. Keputusan
mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak
didik.
c. Keputusan
mengenai faktor utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak
didik.
4. Prognosis
Keputusan yang
diambil berdasarkan hasil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan
prognosis. Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan
ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya
keluar dari kesulitan belajar. Adapun pertanyaan yang harus diajukan
menggunakan rumus 5W+1H.
5. Treatment
Bentuk
treatment yang mungkin dapat diberikan adalah:
a. Melalui
bimbingan belajar individual.
b. Melalui
bimbingan belajar kelompok.
c. Melalui
remedial teaching untuk mata pelajaran tertentu.
d. Melalui
bimbingan orang tua di rumah.
e. Pemberian
bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis.
f. Pemberian
bimbingan mengenai cara belajar yang baik secara umum.
g. Pemberian
bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap
mata pelajaran.
6. Evaluasi
Evaluasi
dimaksudkan untuk menegtahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil
dengan baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar dari
lingkaran masalah kesulitan belajar atau gagal sama sekali.
Jika terjadi
kegagalan treatment, langkah yang perlu ditempuh adalah Re-ceking (baik yang
berhubungan dengan masalah pengumpulan maupun pengolahan data), Re-diagnosis,
Re-prognosis, Re-treatment, Re-evaluasi.
0 Response to "RESUME ILMU JIWA BELAJAR"
Post a Comment