ALIRAN DALAM FILSAFAT ISLAM

ALIRAN DALAM FILSAFAT ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu sedangkan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah tahu dan apa yang belum tahu, berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kemestaan yang seakan tak terbatas. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah diangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang digumuli sejak sekola dasar pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi, berfilsafat tentang ilmu berarti terus terang kepada diri sendiri. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang digunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris.
Sedangkan pendidikan merupakan salah satu bidang ilmu, sama halnya dengan ilmu-ilmu lain. Pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat, sejalan dengan proses perkembangan ilmu, ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari dari induknya. Pada awalnya pendidikan berada bersama dengan filsafat, sebab filsafat tidak pernah bisa membebaskan diri dengan pembentukan manusia. Filsafat diciptakan oleh manusia untuk kepentingan memahami kedudukan manusia, pengembangan manusia, dan peningkatan hidup manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Filsafat ?
2. Apakah Filsafat Pendidikan ?
3. Bagaimana Hubungan Antara Filsafat Dengan Filsafat Pendidikan ?




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata Yunani yang berasal dari dua kata philein dalam arti cinta dan shopos dalam arti hikmat (wisdom). Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia, menurut Prof. Dr. Harun Nasution bukan berasal dari bahasa arab falsafah dan bukan pula dari bahasa Barat philosopy. Disini di pertanyakan tentang apakah  fil di ambil dari Bahasa Barat dan safah  dari Bahasa Arab, Sehingga terjadi gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata fisafat.
Adapun pengertian atau definisi yang bermacam–macam Itu terungkaplah juga oleh Drs. Sidi Gazalba, bahwa para filosof mempunyai pengertian atau difinisi tentang filsafat sendiri-sendiri. Sebagai contoh ia mengemukakan beberapa pengertian filsafat menurut para ahli, antara lain:
1. Plato, mengatakan bahwa filsafat tidak lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala benda. demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
3.  Fichte, menyebut filsafat sebagai Wissenschsftslehre : ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu.
4. Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
5. AL-Kindi, sebagai ahli pikir pertama dalam filsafat yang memberikan pengertian filsafat dikalangan umat islam, membagi filsafat itu dalam tiga lapangan:
· Ilmu fisika (al-ilmu al-tabiyyat), merupakan tingkatan terindah
· Ilmu matematika (al-ilmu al-riyadil), tingkatan tengah
· Ilmu ketuhanan (al-ilmu al-rububiyyat), tingkatan tinggi
6. Paul Natrop, bahwa filsafat sebagai ilmu dasar yang hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan jalan menunjukkan dasar akhir yang sama yang memikul sekaliannya.
7. Dr. H. Hasbullah Bakry, menentukan rumusan, bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaiman hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.
8. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar FK. Psikologi UI dan mantan Mentri P & K RI. Merumuskan bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radiknya suatu gejala dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalhkan. Dan denga jalan penjagaan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
9. Al-Farabi, mengatakan bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud  (al’ilmu bi al maujuda bima hiya maujudah).
10.Ibnu Sina, juga membagi filsafat dalam dua bagian yaitu teori dan praktek, yang keduanya yang berhubungan dengan agama, di mana dasarnya terdapat dalam syariat Tuhab, yang penjelasannya dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.[1]

Pendapat diatas terdapat juga dalm uraian Drs. H. Ali Saifullah tentang difinisi filsafat yang dirumuskanoleh E.S Ames sebagai comprehensif view of life and its meaning, dari definisi itu tersimpul pengertian philoshopy is the mother of the sciense dan snoptic thinking atau metode beerfikir sinoptis.[2]

B. Pengertian Filsafat Pendidikan
Apabila di tanyakan, apakah filsafat pendidikan itu? Maka untuk menjawab pertanyaan ini, di gunakan 2 pendekatan, yaitu:
1)   Filsafat Pendidikan Bermakna Sebagai Filsafat Tradisional
Filsafat pendidikan dalam artian ini dan dalam bentuknya yang murni telah berkembang dengan menghasilkan sebagai alternatif jawaban terhadap  berbagai macam pertanyaan filosofis yang diajukan dalam problema hidup dan kehidupan manusia dalam bidang Pendidikan yang jawabannya telah melekat dalam masing-masing jenis, sistem dan aliran filsafat tersebut. Demikian dari jawaban tersebut di seleksi, jawaban mana yang sesuai dan diperlukan. Dengan demikian, filsafat tradisional dalam topik-topikdialog filsafat yang disampaikan terikat oleh metode tradisional sebagai mana adanya sistematika, jenis serta aliran seperti yang kita jumpai dalam sejarah.

2) Filsafat Pendidikan dengan Menggunakan Pendekatan yang Bersifat Kritis
Dalam pendekatan ini pemikiran logis kritis mendapatkan tempat utama. Pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dapat disusun dan tidak terikat periodisasi waktu serta dapat menerapkan analisis yang dapat menjangkau waktu kini maupun yang akan datang. Demikian pula alat yang digunakan untux menemukan jawaban secara filosofis terhadap pertanyaan filosofis, dengan dua cara analisis dalam pendekatan filsafat yang bersifat kritis yaitu: (1) Analisis bahasa (Linguistik), dan (2) Analisa konsep.
Analisa bahasa menurut Harry S. Schofield  adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat atau pendapat-pendapat mengenai makana yang dimilikinya. Analisa bahasa sangat di perlukan untuk menghasilkan tinjauan yang mendalam. Karenanya bahasa sebagai alat rasional untuk menghubungkan satu konsep atau peristilahan dalam konteks yang semestinya dengan yang lain.
Sedangkan Analisa Konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah yang mewakili gagasan atau konsep. Jika dalam suatu analisa berusaha untuk menemukan jawaban sesuatu,  maka yang dilakukannya ini adalah analisa filosofis. Dan dalam analis konsep, jawabannya tersebut berbentuk definisi-definisi, dan definisi yang tergantung pula pada tokoh-tokohnya atau lembaga yang mengeluarkan atau menciptakannya.
Filsafat pendidikan dalam kegiatannya secara normatif tertumpu dan berfungsi untuk:
1) Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi moral pendidikan.
2) Merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan yang meliputi kepemimpinan, politikpendidikan, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dan pembangunan bangsa dan negara.
3) Merumuskan hubungan antara agama, filsafat,filsafat pendidikan teori pendidikan dan kebudayaan.
Jadi jelaslah bahwa rumusan telah merangkum bidang-bidang ilmu yaitu filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan (educational sciense) dan hubungan antara keduanya yang saling melengkapi antara satu terhadap yang lainnya.[3]

C.  Manusia Menurut Filsafat Pendidikan Islam
Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind).
Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berjalan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan.
Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan Filsafat Pendidkan Islam, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
Paulo freire, tokoh pendidikan Amerika Latin mengatakan bahwa tujuan akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi), tidak jauh berbeda dengan pandangan diatas M. Arifin berpendapat, bahwa proses pendidikan pada akhirnya berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya tiga hal yaitu mencerdaskan otak yang ada dalam kepala (head) kedua, mendidik akhlak atau moralitas yang berkembang dalam hati (heart) dan ketiga, adalah mendidik kecakapan/ketrampilan yang pada prinsipnya terletak pada kemampuan tangan (hand) selanjutnya populer dengan istilah 3 H’s.[4]
Berangkat dari arti pentingnya pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “Human investment” yang berarti secara historis dan filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati diri bangsa.
Merujuk dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah rajat hidup bagi setiap manusia. Karena kita sadari bahwa tidak ada seorangpun yang lahir di dunia ini dalam keadaan pandai (berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini merupakan proses berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian kita. Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah SWT juga tidaklah sekali jadi.
Ada proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan (taswiyyah), dengan cara memberikan ukuran atau hukum tertentu (taqdir), dan juga di berikannya petunjuk (hidayah). Dengan demikian menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta berkesinambungan yang semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan manusia (insan kamil) yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl.[5]

D. Hubungan Antara Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
            Dalam pendidikan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan salah satu usaha manusia di bidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan, kemudian pembahasan tentang hubungan antara filsafat dal filsafat pendidikan atau berfikir filosofis atau berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan pieget tentang epistemologi genetis, yaitu fase-fase berfikir dan fikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia anak hinnga dewasa sebagaimana di uraikan oleh Halford sebagai berikut:
Jasa utama dari pieget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tingkah laku yang terdiri atas 4 fase, yaitu:
1). Fase sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana cara berpikiraanak masih sangat ditentukan oleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehinnga sangat sedikit terjadi peristiwa berpikir yang sebenarnya, di mana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam proses berpikir dan pikiran anak.
2).  Fase pra-oprasional, pada usia kira-kira 5-8 tahun yang di tandai adanya kegiatan berpikir dengan mulai menggunakan tanggapn, ia tidak menyebut dengan berpikir berdasarkan hubungan sebab akibat, seperti pendapat para ahli psikolog perkembanagan.
3)  Fase oprasional yang konkrit, yaitu kegiatan berpikir untuk memecahkan persoalan secara konkrit dan terhadap benda-benda yang koknkrit pula.
4)    Fase oprasi formal, pada anak dimulai usia11 tahun. Anak telah mulai berpikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa serta memprosesnya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.
Dari uraian dan contoh tadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu menerima dasarnya dari filsafat, dengan rincian sebagai berikut:
1)   Setiap pendidikan itu mempunyai objek dan problem
2)   Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua pendidikan dan dengan  dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari pendidikan itu.
3)   Disamping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam tiap-tiap pendidiakn.
4)    Filsafat juga memberikan metode atau cara kepada tiap pendidikan.[6]



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaiman hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.
Filsafat pendidikan dalam kegiatannya secara normatif tertumpu dan berfungsi untuk:
1. Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi moral pendidikan.
2. Merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan yang meliputi kepemimpinan, politikpendidikan, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dan pembangunan bangsa dan negara.
3. Merumuskan hubungan antara agama, filsafat,filsafat pendidikan teori pendidikan dan kebudayaan.
Jadi jelaslah bahwa rumusan telah merangkum bidang-bidang ilmu yaitu filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan (educational sciense) dan hubungan antara keduanya yang saling melengkapi antara satu terhadap yang lainnya.












DAFTAR PUSTAKA

Prof. H.M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Remaja Rosdakarya, PT Bumi Aksara, Jakarta, Cet. VI,  2000. Karnadi Hasan “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000.
Syaifullah Ali H.A.,Drs., 1970, Dasar-Dasar Filsafat dan Pendidikan, Lembaga Pendidikan IKIP Malang,.
Indar  Dumberansyah , Drs. H.M., Ed., 1994,Filsafat Pendidikan, surabaya ,Karya Abditama,
Ali Hamdani , H.B, M.A., M.ED., 1986,  filsafat Pendidikan, Yogyakarta,  Kota Kembang.
Prasetyo, Drs., 1997, Filsafat Pendidikan, Bandung,, Pustaka Setia.














[1] Drs. Prasetya,  filsafat Pendidikan,  Pustaka Setia, Bandung, 1997
[2]Drs. H. Ali Syaifullah, Dasar-dasar filsafat pendidikan, Lembaga Penerbitan IKIP Malang, 1970
[3] Drs. H.M. Djumberansyah indar, M.Ed, Filsafat Pendidikan, karya Abditama, surabaya, 1994, hal 40
[4] Prof. H.M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Remaja Rosdakarya, PT Bumi Aksara, Jakarta, Cet. VI,  2000, hal. 57.
[5]Karnadi Hasan “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya Jawa, No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000,  hal. 29.
[6]H.B. Hamdani Ali, MA. M.ED., Filsafatp Pendidikan, Pota Kembang, Yogyakarta, 1987, hal. 17

Labels

Aceh ( 4 ) ARTIKEL ( 23 ) Bollywood ( 1 ) CERPEN ( 16 ) HABA ( 1 ) Hollywood ( 1 ) INDO ( 2 ) Makalah ( 97 ) Skript ( 1 ) SOSOK ( 10 ) Wisata ( 2 )