Makalah Hakikat Cinta

Makalah Hakikat Cinta

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Cinta merupakan hal yang mendasar dalam hidup ini, terkadang cinta membawa bahagia bagi manusia, dan dapat pula berubah menjadi prahara. Cinta adalah instrumen untuk mencapai tujuan, pada dasarnya cinta adalah netral, tetapi terpulang siapakah yang mengemudi cinta itu sendiri, jiwa nafsu syahwat yang mendominasi maka wajarlah cinta itu akan berakhir dengan kebinasaan, tetapi ketika cinta yang bertaburan dengan bunga iman kepada Allah maka cinta adalah pengikat antara manusia dengan tuhannya, sehingga akan menjadikan dia ikhlas beribadah. Dalam mendefinisikan cinta, banyak dari para pemikir, mengkiaskan makna cinta dalam kata-katanya, Al-Ashma’i  berkata, saya pernah bertanya kepada seorang arab badui tentang cinta. Dia menjawab, “cinta itu tersembunyi di dalam batu. Apabila dinyalakan, ia akan tampak. Namun apabila dibiarkan, ia pun sembunyi di dalamnya”. menurut ibnu Al-Qoyyim, orang-orang berakal sepakat mencela orang yang mencintai sesuatu, yang membuat dirinya celaka karena kecintaanya itu. Cinta adalah fitrah yang dianugerahkan Allah kepada para Mahklukya.
Lantas bagaimana islam menyikapi emosi cinta yang selalu membawa kebahagiaan, namun sering juga membawa malapetaka bagi pecinta maupun yang dicintainya, adakah cinta  yang sejati, dan bagaimana pula pengaruhnya terhadap manusia. masalah inilah yang saya akan  paparkan dalam artikel ini.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Itu Hakikat Cinta ?
2.      Bagaimana Pengertian Cinta sesama ?
3.      Bagaimana Kadar Cinta Kepada Allah ?
4.      Bagaimana Kadar Cinta Kepada Rasul ?














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hadits Tentang  ( Mahabbat )Hakikat Cinta
Memaknai cinta yang sebenarnya, tentu kita harus mengambil dari sumber yang yang benar pula, yakni Al-Qur’an dan Hadits, ada  beberapa makna cinta dalam hadits (cinta kepada sesama, cinta kepada lawan jenis, dan cinta kepada Allah) Berikut ini:
1. Cinta kepada sesama 
Di antara langkah syaitan dalam menggoda dan menjerumuskan manusia adalah dengan memutuskan tali hubungan antara sesama umat Islam. Ironinya, banyak umat Islam terpedaya mengikuti langkah langkah syaitan itu. Mereka menghindar dan tidak menyapa saudaranya sesama muslim tanpa sebab yang dibenarkan syara’. Misalnya karena percekcokan masalah harta atau karena situasi buruk lainnya.  Terkadang, putusnya hubungan tersebut langsung terus hingga setahun. Bahkan ada yang sumpah untuk tidak mengajaknya bicara selama-lamanya, atau bernadzar untuk tidak menginjak rumahnya. Jika secara tidak sengaja berpapasan di jalan ia segera membuang muka. Jika bertemu di suatu majlis ia hanya menyalami yang sebelum dan sesudahnya dan sengaja melewatinya. Inilah salah satu sebab  kelemahan dalam masyarakat Islam. Karena itu, hukum syariat dalam masalah tersebut amat tegas dan ancamanya pun sangat keras.
Abu Hurairah Radhiallahu’anhu berkata, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak halal seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari, barang siapa memutuskan lebih dari tiga hari dan meninggal maka ia masuk neraka”  (HR: Abu Dawud, 5/215, Shahihul Jami’: 7635)
Abu khirasy Al Aslami Radhiallahu’anhu berkata, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa memutus hubungan dengan saudaranya selama setahun maka ia seperti mengalirkan darahnya (membunuhnya) “ (HR: Al Bukhari Dalam Adbul Mufrad no : 406, dalam Shahihul Jami’: 6557)
Untuk membuktikan betapa buruknya memutuskan hubungan antara sesama muslim cukuplah dengan mengetahui bahwa Alloh menolak memberikan ampunan kepada mereka. Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “semua amal manusia diperlihatkan (kepada Allah) pada setiap Jum’at (setiap pekan) dua kali; hari senin dan hari kamis. Maka setiap hamba yang beriman diampuni (dosanya) kecuali hamba yang di antara dirinya dengan saudaranya ada permusuhan. Difirmankan kepada malaikat :” tinggalkanlah atau tangguhkanlah (pengampunan untuk) dua orang ini sehingga keduanya kembali berdamai” (HR: Muslim: 4/1988)
Jika salah seorang dari keduanya bertaubat kepada Alloh, ia harus bersilaturrahim kepada kawannya dan memberinya salam. Jika ia telah melakukannya, tetapi sang kawan menolak maka ia telah lepas dari tanggungan dosa, adapun kawannya yang menolak damai, maka dosa tetap ada padanya.
Abu Ayyub Radhiallahu’anhu meriwayatkan, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak halal bagi seorang laki-laki memutuskan hubungan saudaranya lebih dari tiga malam. Saling berpapasan tapi yang ini memalingkan muka dan yang itu (juga) membuang muka. Yang terbaik di antara keduanya yaitu yang memulai salam” (HR: Bukhari, Fathul Bari: 10/492)
Tetapi jika ada alasan yang dibenarkan, seperti karena ia meninggalkan shalat, atau terus menerus melakukan maksiat sedang pemutusan hubungan itu berguna bagi yang bersangkutan misalnya membuatnya kembali kepada kebenaran atau membuatnya merasa bersalah maka pemutusan hubungan itu hukumnya menjadi wajib. Tetapi jika tidak mengubah keadaan dan ia malah berpaling, membangkang, menjauh, menantang, dan menambah dosa maka ia tidak boleh memutuskan hubungan dengannya. Sebab perbuatan itu tidak membuahkan maslahat tetapi malah mendatangkan madharat. Dalam keadaan seperti ini, sikap yang benar adalah terus-menerus berbuat baik dengannya menasehati, dan mengingatkannya.

2. Cinta Kepada lawan Jenis
Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam Islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Agama islam mengakui adanya cinta terhadap lawan jenis sebagi iringan motivasi seksual, karena itu merupakan emosi fitrah manusia, selama sesuai dengan cara yang telah disyariatkan, yaitu menikah.

3. Cinta Kepada Allah dan Rasul
Mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah dengan meneladani petunjuk dan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan berusaha mempelajari dan mengamalkannya dengan baik. Dan bukanlah mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dengan mengatasnamakan cinta kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau memuji dan mensifati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berlebihan, dengan menempatkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi kedudukan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tempatkan beliau padanya.
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian memuji diriku secara berlebihan dan melampaui batas, sebagaimana orang-orang nasrani melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah: hamba Allah dan Rasul-Nya.
Inilah makna cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipahami dan diamalkan oleh generasi terbaik umat ini, para sahabat radhiallahu ‘anhum. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Tidak ada seorangpun yang paling dicintai oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi jika mereka melihat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak berdiri (untuk menghormati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam), karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci perbuatan tersebut. Hadits lainnya yang mengungkapkan keutamaan cinta kepada Allah dan Rasu-Nya, adalah:
Rasulullah SAW bersabda, ”tiga golongan yan akan merasakan manisnya iman yaitu: golongan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari apapun, golongan yang tidak mencintai orang lain melainkan hanya karena Allah, dan golongan yang tidak kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak ingin dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim, At-Tirmidzi, serta An-Nasa’i, dari Anas)
Nabi SAW menjelaskan bahwa ada tiga hal yang apabila diamalkan oleh seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman. Manis disini menunjukkan arti nikmat, senang, suka terhadap iman. Apabila seseorang merasa nikmat terhadap sesuatu maka ia tidak akan rela apabila sesuatu itu lepas dan hilang dari dirinya, apalagi kenikmatan itu adalah kenikmatan iman, suatu anugerah terbesar yang seharusnya kita syukuri dan harus benar-benar dipertahankan sampai akhir hayat kita. Jika kita berhasil mempertahankan iman sampai ajal menjemput, maka demi Allah, surga telah menanti kita.[1] 

B.      Makna Cinta Dalam Perspektif Psikologi
Dari paparan diatas, mengenai hadits tentang cinta, jika ditinjau dari sisi psikologis pada manusia dapat di lihat manfaatnya sebagai berikut:
1.  Cinta kepada sesama. Manusia adalah makhluk sosial, mustahil rasanya jika manusia mampu untuk hidup  sendiri, manusia terlahir di dunia dengan segala kebatasan pada kemampuannya, dan di anugerahi dengan segala kelebihannya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya dalam bentuk sebuah masyarakat. Dalam hal ini, Cinta kepada sesama, merupakan hal yang mendasar dalam mengatur interaksi seseorang dengan yang lainnya, dari faktor cinta inilah timbulnya rasa kemanusiaan pada diri seseorang, ia dengan senang hati untuk menolong orang lain hanya karena-Nya. Timbulnya rasa solidaritas antar sesama manusia, sebenarnya berasal dari rasa cinta yang melahirkan empati terhadap sesama.
2. Cinta kepada lawan jenis. islam sebagai agama yang sempurna,  memperhatikan juga aspek-aspek  duniawi dan sekaligus memberi solusinya. Dalam hal cinta kepada lawan jenis, islam memandangnya sebagai fitrah, manusia dibekali rasa cinta kepada lawan jenis untuk memotivasi memperbanyak keturunan, tetapi islam juga memberi rambu-rambu atas cinta kepada lawan jenis ini, dengan solusinya adalah dengan membangun keluarga dengan jalan menikah.  Islam mengecam perzinaan, tetapi sangat menganjurkan untuk menikah bagi yang mampu secara fisik dan psikis, andaikata tidak atau belum mampu menikah, islam mengajurkan untuk berpuasa dan menahan diri dari segala hal yang membangkitkan syahwat.
3. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
Menurut utsman najati,  cinta kepada Allah merupakan bentuk tertinggi dari rasa cinta yang ada pada diri manusia. Jika kita mau melihat realita, banyak gangguan jiwa berawal dari rasa cinta yang tinggi kepada hal-hal yang bersifat materi, misalnya rasa cinta kepada kekasih (suami atau istri), cinta kepada harta, cinta kepada pekerjaan dan rasa cinta yang semisalnya. Yang mengakibatkan seseorang terus memuaskan rasa cintanya –yang pada hakikatnya tidak akan pernah terpuaskan—  dengan berlebihan. Pada akhirnya, hanya kekecewaan yang ia dapatkan karena cintanya itu bisa saja bertepuk sebelah tangan ataupun cinta itu hanya semu dan nisbi. Jika kondisi ini terus menerus terjadi dan ia terus terombang ambing dalam kesedihan yang mendalam maka sederet gangguan jiwa menantinya.[2]
Cinta kepada Allah yang di refleksikan dalam rasa pengharapan yang tinggi kepada-Nya, menumbuhkan sikap pasrah dan ridho kepadanya, semua yang terjadi terhadapnya akan dihadapi dengan lapang dada, sehingga menimbulkan optimistis, rasa syukur atas nikmatnya, karena semua yang terjadi padanya pasti ada hikmah  yang cukup besar bagi dirinya, hal inilah yang menjadikan seseorang, selalu dalam keadaan tenang dan bahagia.















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah membicarakan tentang hakikat cinta yang, hendaknya kita menyadari bahwa, cinta kepada dunia dan seisinya adalah nisbi dan relatif. Cinta yang sejati adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Cinta kepada Allah dan Rasulnya yang di refleksikan dalam rasa pengharapan yang tinggi kepada-Nya, menumbuhkan sikap pasrah dan ridho kepadanya, semua yang terjadi terhadapnya akan terima dengan lapang dada, sehingga menimbulkan optimistis, rasa syukur atas nikmatnya, karena semua yang terjadi padanya pasti ada hikmah  yang cukup besar bagi dirinya, hal inilah yang menjadikan seseorang, selalu dalam keadaan tenang dan bahagia.





























DAFTAR PUSTAKAN

Najati, Muhammad Utsman. 2006. Ilmu Jiwa Dalam Al-Qur’an (Terj). Jakarta: Pustaka Azzam.
                                                                                                                          



[1] . Najati, Muhammad Utsman. 2006. Ilmu Jiwa Dalam Al-Qur’an (Terj). Jakarta: Pustaka Azzam.
Makalah mengindentifikasi Masalah

Makalah mengindentifikasi Masalah

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Sebagaimana telah diterangkan terdahulu, penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan ilmiah yang berawal dari adanya suatu permasalahan yang hendak dicarikan jawabannya. Oleh karena itu, penelitian memiliki pula cirri-ciri kerja ilmiah.
Dua diantara ciri kerja ilmiah yang sangat penting adalah jelasnya tujuan yang hendak dicapai dan adanya prosedur pelaksanaan yang sistematis.
Bertujuan, maksudnya adalah adanya arah yang jelas dan target yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian itu. Tujuan penelitian selalu dirumuskan dalam kaitannya dengan usaha pemecahan permasalahan. Adanya tujuan yang jelas dan terumuskan dengan baik menunjukkan apakah tujuan penelitian itu realistic atau tidak, bermanfaat atau tidak, dan urgen atau belum urgenuntuk dilaksanakan. Dengan tujuan yang jelas maka arah kegiatan pun akan jelas, efisiensi kerja akan tercapai dan motivasi peneliti akan selalu terpelihara.
Maka oleh karena itu kami perlu menjelaskan identifikasi masalah, rumusan masalah dan langkah-langkah ilmiah.

B.     Rumusaan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai :
1.      Bagaimana  identifikasi masalah
2.      Bagaimana pembatasan masalah
3.      Bagaimana  perumusan masalah
4.      Apa tujuan penelitian
5.      Apa manfaat penelitian






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Identifikasi masalah
“ Identifikasi masalah berarti mengenali masalah yaitu dengan cara mendaftar faktor – faktor yang berupa permasalahan.mengidentifikasi masalah – masalah penelitian bukan sekedar mendaftar jumlah masalah tetapi juga kegiatan ini lebih daripada itu karena masalah yang telah dipilih hendaknya memiliki nilai yang sangat penting atau signifikansi untuk dipecahkan” .[1]
“Identifikasi masalah adalah salah satu proses penelitan yang boleh dikatakan paling penting diantara proses lain. Masalah penelitian akan menentukan kualitas dari penelitian, bahkan juga menentukan apakah sebuah kegiatan bisa disebut penelitian atau tidak. Masalah penelitian secara umum bisa kita temukan lewat studi literatur atau lewat pengamatan lapangan.
Langkah paling awal yang harus dilakukan oleh peneliti, setelah ia memperoleh dan menentukan topik penelitiannya adalah mengidentifikasikan permasalahan yang hendak dipelajari. Identifikasi ini dimaksud sebagai penegasan batas-batas permasalahan, sehingga cakupan penelitian tidak keluar dari tujuan. Identifikasi permasalahan terdiri atas dua langkah pokok,
a) Penguraian latar belakang permasalahan dan
 b) Perumusan masalah.
Beberapa hal yang dijadikan sebagai sumber masalah adalah :
1.Bacaan
            Bacaan yang berasal dari jurnal-jurnal penelitian yang berasal dari laporan hasil-hasil penelitian yang dapat dijadikan sumber masalah, karena laporan penelitian yang baik tentunya mencantumkan rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut, yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Suatu penelitian sering tidak mampu memecahkan semua masalah yang ada, karena keterbatasan penelitian. Hal ini menuntut adanya penelitian lebih lanjut dengan mengangkat masalah-masalah yang belum terjawab.
Selain jurnal penelitian, bacaan lain yang bersifat umum juga dapat dijadikan sumber masalah misalnya buku-buku bacaan terutama buku bacaan yang mendeskripsikan gejala-gejala dalam suatu kehidupan yang menyangkut dimensi sains dan teknologi atau bacaan yang berupa tulisan yang dimuat dimedia cetak
2.PertemuanIlmiah
          Masalah dapat diperoleh melalui pertemuan-pertemuan ilmiah, seperti seminar, diskusi. Lokakarya, konfrensi dan sebagainya. Dengan pertemuan ilmiah dapat muncul berbagai permasalahan yang memerlukan jawaban melalui penelitian.
3.Pernyataan Pemegang Kekuasaan (Otoritas)
         Orang yang mempunyai kekuasaan atau otoritas cenderung menjadi figure yang dianut oleh orang-orang yang ada dibawahnya. Sesuatu yang diungkapkan oleh pemegang otoritas tersebut dapat dijadikan sumber masalah. Pemegang otoritas di sini dapat bersifat formal dan non formal
4.Observasi(Pengamatan)
           Pengamatan yang dilakukan seseorang tentang sesuatu yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan, baik secara sepintas ataupun dalam jangka waktu yang cukup lama, dapat melahirkan suatu masalah. Contoh : Seorang pendidik menemukan masalah dengan melihat (mengamati) sikap dan perilaku siswanya dalam proses belajar mengajar
5.Wawancara dan Angket
           Melalui wawancara kepada masyarakat mengenai sesuatu kondisi aktual di lapangan dapat menemukan masalah apa yang sekarang dihadapi masyarakat tertentu. Demikian juga dengan menyebarkan angket kepada masyarakat akan dapat menemukan apa sebenarnya masalah yang dirasakan masyarakat tersebut. Kegiatan ini dilakukan biasanya sebagai studi awal untuk mengadakan penjajakan tentang permasalahan yang ada di lapangan dan juga untuk menyakinkan adanya permasalahan-permasalahan di masyarakat faktor diatas dapat saling mempengaruhi dalam melahirkan suatu masalah penelitian, dapat juga berdiri sendiri dalam mencetuskan suatu masalah. Jadi untuk mengindentifikasi masalah dapat melalui sumber-sumber masalah di atas. Sumber-sumber masalah tersebut dapat saling berinteraksi dalam menentukan masalah penelitian, dapat juga melalui salah satu sumbersaja.
           Setelah masalah diindentifikasi, selanjutnya perlu dipilih dan ditentukan masalah yang akan diangkat dalam suatu penelitian” .[2]
 Identifikasi masalah  sebenarnya dilakukan untuk menemukan ruang lingkup masalah tertentu dalam ruang lingkup masalah tersebut misalnya ditentukan bahwa  masalah tersebut dalam bidang pendidikan,kemudian dipilih sala satu masalah sesuai dengan kemampuan peneliti baik dari segi pelaksanaan ataupun kurikulumnya
B.  Pembatasan masalah
     Pembatasan masalah berkaitan dengan pemilihan masalah dari berbagai masalah yang telah diidentifikasikan .Dengan demikian masalah akan dibatasi menjadi lebih khusus ,lebih sederhana dan gejalanya akan lebih muda kita amati karna dengan pembatasan masalah maka seorang peneliti akan lebih focus dan terarah sehingga tau kemana akan melangkah selanjutnya dan apa tindakan selanjutnya .
     ”Batasan masalah adalah ruang lingkup masalah atau membatasi ruang lingkup masalah yang terlalu luas / lebar sehingga penelitian lebih bisa fokus untuk dilakukan. Hal ini dilakukan agar pembahasan tidak terlalu luas kepada aspek-aspek yang jauh dari relevan sehingga penelitian bisa lebih fokus untuk dilakukan. Dari sekian banyak masalah tersebut dipilihlah satu atau dua masalah yang akan dipermasalahkan, tentu yang akan diteliti (lazim disebut dengan batasan masalah). Batasan masalah jadinya berati pemilihan satu atau dua masalah dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi.
     Batasan masalah itu dalam arti lain sebenarnya menegaskan atau memperjelas yang menjadi masalah. Dengan kata lain, merumuskan pengertian dan menegaskannya dengan dukungan data-data hasil penelitian pendahuluan seperti apa “sosok” masalah tersebut. Misal, jika yang dipilih mengenai “prestasi kerja karyawan yang rendah” dipaparkanlah (dideskripsikanlah) “kerendahan” prestasi kerja itu seperti apa (misalnya kehadiran kerja seberapa rendah, keseriusan kerja seberapa rendah, kuantitas hasil kerja seberapa rendah, kualitas kerja seberapa rendah).
            Dapat pula batasan masalah itu dalam arti batasan pengertian masalah, yaitu menegaskan secara operasional (definisi operasional) masalah tersebut yang akan memudahkan untuk melakukan penelitian (pengumpulan data) tentangnya. Misal, dalam contoh di atas, prestasi kerja mengandung aspek kehadiran kerja (ketepatan waktu kerja), keseriusan atau kesungguhan kerja (benar-benar melakukan kegiatan kerja ataukah malas-malasan dan buang-buang waktu, banyak menganggur), kuantitas hasil kerja (banyaknya karya yang dihasilkan berbanding waktu yang tersedia), dan kualitas hasil kerja (kerapihan, kecermatan dsb dari hasil karya).
            Pilihan makna yang mana yang akan diikuti sebenarnya tidak masalah. Idealnya: (1) membatasi (memilih satu atau dua) masalah yang akan diteliti (pilih satu atau dua dari yang sudah diidentifikasi), (2) menegaskan pengertiannya, dan (3) memaparkan data-data yang memberikan gambaran lebih rinci mengenai “sosoknya.”. Seperti dalam contoh : Jadi, jika masalahnya berupa “prestasi kerja karyawan yang rendah” (yang dipilih dari, misalnya: kreativitas kerja yang rendah, kemampuan berinisiatif yang rendah, kerja sama (kolegialitas) yang rendah, loyalitas yang rendah, dan lainnya), maka yang akan diteliti (dipilih, dibatasi) tentu mengenai kerendahan prestasi kerja karyawan, bukan mengenai faktor penyebab rendahnya prestasi kerja karyawan, atau upaya memotivasi karyawan. Jika yang jadi masalah kekurangan fasilitas (sarana prasarana) pendidikan, maka yang disebutkan (dituliskan) adalah bahwa yang akan diteliti (dipilih, dibatasi) adalah masalah kekurangan fasilitas, bukan pengelolaan fasilitas.” [3]
Contoh
Buatlah pembatasan masalah dari judul di bawah ini.
Judul :
Pelaksanaan Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam UpayaPembentukan Wawasan Kebangsaan pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Delanggu Tahun Pelajaran 2007/2008
Pembatasan masalah :
Suatu penelitian agar tidak terjadi kesalahpahaman yang terlalu jauh haruslahditentukan pembatasan masalah penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian ini adalah pelaksanaan pengajaran pendidikan kewarganegaraan dalam upaya pembentukan wawasan kebangsaan pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Delanggu Tahun Pelajaran 2007/2008.
2. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah guru pendidikan kewarganegaraan kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Delanggu Tahun Pelajaran 2007/2008.”

     C.  Perumusan masalah
       “Rumusan masalah adalah rumusan persoalan yang perlu dipecahkan atau pertanyaan yang perlu dijawab dengan penelitian.Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah”
       “Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian, yang umumnya disusun dalam bentuk kalimat tanya, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi arah kemana sebenarnya penelitian akan dibawa, dan apa saja sebenarnya yang ingin dikaji / dicari tahu oleh si peneliti. Masalah yang dipilih harus “researchable” dalam arti masalah tersebut dapat diselidiki. Masalah perlu dirumuskan secara jelas, karena dengan perumusan yang jelas, peneliti diharapkan dapat mengetahui variabel-variabel apa yang akan diukur dan apakah ada alat-alat ukur yang sesuai untuk mencapai tujuan penelitian. Dengan rumusan masalah yang jelas, akan dapat dijadikan penuntun bagi langkah-langkah selanjutnya Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah penelitian, antara lain adalah :
1. Rumusan masalah hendaknya singkat dan bermakna Masalah perlu dirumuskan dengan singkat dan padat tidak berbelit-belit yang dapat membingungkan pembaca. Masalah dirumuskan dengan kalimat yang pendek tapi bermakna.
 2. Rumusan masalah hendaknya dalam bentuk kalimat Tanya Masalah akan lebih tepat apabila dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan, bukan kalimat pernyataan
3. Rumusan masalah hendaknya jelas dan kongkrit Rumusan masalah yang jelas dan kongkrit akan memungkinkan peneliti secara eksplisit dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan: apa yang akan diselidiki, siapa yang akan diselidiki, mengapa diselidiki, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana melakukannya dan apa tujuan yang diharapkan.
4. Masalah hendaknya dirumuskan secara operasional Sifat operasional dari rumusan masalah, akan dapat memungkinkan peneliti memahami variabel-variabel dan sub-sub variabel yang ada dalam penelitian dan bagaimana mengukurnya.
5. Rumusan masalah hendaknya mampu member petunjuk tenang memungkinkannya pengumpulan data di lapangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam masalah penelitian tersebut.
6. Perumusan masalah haruslah dibatasi lingkupnya, sehingga memungkinkan penarikan simpulan yang tegas. Kalau disertai rumusan masalah yang bersifat umum, hendaknya disertai penjabaran-penjabaran yang spesifik dan operasional”[4]

     D.  Tujuan penelitian
     Dalam kegiatan penelitian memang mengandung kegiatan yang kadang sulit dan melelahkan tapi dibalik semua itu penelitian mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti ada beberapa tujuan yang hebdak dicapai dapat dilihat diantaranya :
      1.      Memperoleh informasi baru
     Penelitian biasanya akan berhubungan dengan informasi atau data yang masih baru jika dilihat dari aspek sipeneliti walaupun mungkin sala satu data atau fakta tersebut telah ada dan berada di suatu tempat dalam waktu yang lama namun apabila data tersebut baru diungkap atau disusun secara sistematis oleh seorang peneliti pada saat itu maka dapat dikatakan bahwa data tersebut adalah data baru .
      2.      Mengembangkan dan menjelaskan data penelitian
     Ketika para peneliti berusaha memecahkan permasalahan dengan tidak menginginkan terjadinya pengulangan kerja atau penggunaan tenaga yang sia – sia .Mereka perlu menggali dari variasi sumber – sumber pengetahuan yang relevan agar dapat menerangkan pentingnya permasalahan yang hendak dicapai dengan melakukan pengembangan dan usaha penjelasan melalui teori yang didukung oleh fakta – fakta penunjang yang ada peneliti akan dapat sampai kepada pemberian pernyataan sementara atau hipotesis penelitian.[5]
     Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian .Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan rumusan masalah penelitian dengan kata lain rumusan tujuan penelitian sejajar dengan rumusan masalah penelitian perbedaanya hanya terletak pada cara merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan menggunakan kalimat tanya, sedangkan rumusan tujuan penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.Tujuan penelitian terdiri dari tujuan umum dan tjuan khusus.Tujuan umum menggambarkan secara singkat melalui satu kalimat yang ingin dicapai dalam penelitian .Tujuan khusus dirumuskan dalam bentuk butir – butir misalnya (1,2,3) yang mengacu pada rumusan masalah yang lebih spesifik.
“Rumusan tujuan penelitian harus selalu konsisten dengan rumusan masalah. Berapa banyak masalah dirumuskan, sebanyak itu pula tujuan yang akan dicapai. Untuk itu, perlu ditetapkan suatu tujuan penelitian berdasarkan persoalan yang dipilih. Tujuan yang jelas memberikan landasan untuk perancangan proyek penilitian, untuk pemilihan metode yang paling tepat dan untuk pengolahan proyek setelah dimulai serta memberikan bentuk dan makna bagi laporan akhir.
Menurut Sugiono (1999) Tujuan penelitian hendakanya harus dirumuskan secara spesifik dan jelas yaitu mengenai kejadian apa, dimana, bilamana terjadinya dan bagaiamana. Kaburnya tujuan penelitian akan berakibat kaburnya hasil penelitian yang akan diperoleh. Dengan menentukan tujuan penelitian secara singkat dan jelas, researcher dapat menyaring data apa saja yang benar-benar diperlukan artinya yang relevan terhadap persoalan, sehingga dengan demikian akan mempermudah pembuatan daftar pertanyaan (questionnaire) yang akan dipergunakan untuk memperoleh data tersebut”.[6]

E.  Manfaat penelitian  
“Manfaat penelitian menunjukkan pada pentingnya penelitian dilakukan ,baik untuk pengembangan ilmu dan rferensi penelitian lebih lanjut dengan kata lain manfaat penelitian berisi uraian yang menunjukkan bahwa masalah yang dipilih memang layak diteliti”[7]
“Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara teoretis.
ManfaatPraktis
Beberapa manfaat secara praktis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
      1.      Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sastra lisan, serta untuk memperoleh pengalaman menganalisis Struktur puisi lisan, konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi umpasa pernikahan Simalungun.
2.    pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi secara tertulis maupun Bagi sebagai referensi mengenai sastra lisan yang ada di Batak Simalungun tepatnya mengenai umpasa pernikahan Simalungun.
ManfaatTeoretis
Beberapa manfaat secara teoretis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1.      Bagi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi study/kajian sastra lisan.
2.      Bagi kajian kesusastraan, manfaat penelitian ini yaitu memberikan sumbangsih maupun rujukan referensi bagi para peneliti sastra lisan, khususnya umpasa Simalungun.”






BAB III
PENUTUP
      A.   Kesimpulan
     Dalam pembuatan suatu penelitian diperlukan pengidentifikasian masalah terlebih dahulu yaitu pencarian dan pencatatan masalah kemudian setelah itu barulah diadakan pembatasan masalah yaitu pemilihan masalah dari berbagai masalah yang ada agar pembahasan lebih focus  dilakukan setelah memperoleh batasan masalah barulah mulai perumusan masalah,masalah yang dirumuskan harus jelas  karena dengan perumusan yang jelas diharapkan dapat mengetahui variabel apa yang akan diukur untuk mencapai tujuan penelitian. Sehingga hasil yang kita peroleh bisa membawa manfaat baik bagi peneliti ataupun bagi masyarakat 
      B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas penulis menyarankan agar terus menggali dan menggembangkan pengetahuan mengenai metode penelitian pendidikan ,penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah berikutnya.









DAFTAR PUSTAKA
Setyosari Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan pengembangan .   Jakarta: Kencana. 
Tahir Muh.2011.”Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan”.Universitas Muhammadiyah Makassar
Darmadi  Hamid.2011.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:Alfabeta




[1] Setyosari Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan pengembangan .   Jakarta: Kencana. 
[3]. Tahir Muh.2011.”Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan”.Universitas Muhammadiyah Makassar
[5] . Darmadi  Hamid.2011.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:Alfabeta

Labels

Aceh ( 4 ) ARTIKEL ( 23 ) Bollywood ( 1 ) CERPEN ( 16 ) HABA ( 1 ) Hollywood ( 1 ) INDO ( 2 ) Makalah ( 97 ) Skript ( 1 ) SOSOK ( 10 ) Wisata ( 2 )