Prosedur Implementasi Model Manajemen Konflik
Produktivatas Organisasi
Oleh:
Kelompok : 8
Nama :Cut Irhamna
Heriyanti
Nim :B. 201102
/ 0009
Nama :Rini Yulianti
Nim :B. 201202 / 0023
DOSPEN :Drs.
Yusri.MA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALMUSLIM
BIREUEN PROVINSI ACEH
TAHUSN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan di Indonesia menganut konsep pendidikan seumur hidup.
Oleh sebab itu pendidikan menjadi tanggungjawab pemerintah, keluarga, dan
masyarakat. Agar tujuan pendidikan nasional dapat terwujud, maka pendidikan itu
sendiri membutuhkan pengelolaan secara baik. Pengelolaan pendidikan baik oleh
pemerintah dan swasta untuk jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah pada
setiap jenis dan jenjang pendidikan sangat diperlukan dalam rangka pencapaian
tujuan pendidikan nasional.
Satuan pendidikan yang didirikan oleh pemerintah diselenggarakan
oleh Mendikbud atau menteri lain, sedang satuan pendidikan yag didirikan oleh
masyarakat diselenggarakan oleh yayasan atau badan yang bersifat sosial. Kepala
sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, rektor pada tingkat
uninversitas /institut, ketua pada tingkat akademi/sekolah bertanggungjawab
atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan
tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan
prasarana.
Dalam kontek manajemen pendidikan, agar pimpinan atau kepala sekolah
dan kinerja guru dalam aplikasinya di lembaga persekolahan agar dapat mencapai
standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance
management). Di lembaga pendidikan selain praktisi pendidikan (perencana)
pendidikan, maka ujung tombak yang mampu mengangkat keberhasilan pendidikan
adalah para guru, termasuk di dalamnya adalah guru yang bertindak sebagai
kepala sekolah (manajer pendidikan). Maka dari itu dalam penulisan makalah ini akan membahas mengenai Hambatan Dalam Menerapkan
Pihak Satuan Pendidikan dengan Manajemen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Satuan
Pendidikan ?
2. Apa Tujuan Manajemen Satuan
Pendidikan ?
3. Apa Saja Hambatan dalam Manajemen
satuan Pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Satuan Pendidikan
Yang dimaksud dengan satuan pendidikan dalam
ketentuan ini adalah kelompok pelayanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas. Sedangkan pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan
tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan
akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan
lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang
kepala satuan sebagai penanggung jawab pengelolaan pendidikan. Dalam
melaksanakan tugasnya kepala satuan pendidikan SMP/MTs/ SMPLB, atau bentuk lain
yang sederajat dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala satuan
pendidikan.Pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang
sederajat kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal
oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan yang masing-masing secara
berturut-turut membidangi akademik, sarana dan prasarana, serta kesiswaan. Dan Setiap satuan pendidikan harus memiliki
pedoman yang mengatur tentang:
a. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus;
b. Kalender pendidikan/akademik,
yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun
dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
c. Struktur organisasi satuan pendidikan;
d. Pembagian tugas di antara pendidik;
e. Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;
f. Peraturan akademik;
g. Tata tertib satuan pendidikan,
yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta
didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
h. Kode etik hubungan antara sesama
warga di dalam lingkungan satuan
pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan
masyarakat;
i. Biaya operasional satuan pendidikan.[1]
B. Pengertian Manajemen Berbasis
Sekolah
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih
ke sekolah-sekolah dan meningkatkan keterlibatan langsung dari komunitas
sekolah (kepala sekolah, guru, mahasiswa, staf, orang tua dan masyarakat)
dalam pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah di
bawah kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Fadjar 2002). Konsep MBS
telah menarik ahli pendidikan di Indonesia pada akhir 1990-an, dan itu
secara resmi diadopsi sebagai model manajemen sekolah di Indonesia dengan
disahkannya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Konsep
MBS dipilih didasarkan pada paradigma desentralisasi pendidikan yang
diterapkan untuk memecahkan ketidakefektifan dari paradigma pendidikan
sentralistik yang sebelumnya diterapkan di Indonesia.
MBS
merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan
seluruh sumber internal dan eksternal dengan lebih menekankan pada
pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan otonomi sekolah.
Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan
dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan
tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan (Wikipedia,
2009)
MBS juga
merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan
pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya internal dan eksternal.
Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah utama dalam
menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal
dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi perumusan visi-misi,
tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi
meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol
dan mengevaluasi kinerja.
MBS
merupakan salah satu strategik meningkatkan keunggulan sekolah dalam mencapai
tujuan melalui usaha mengintegrasikan seluruh kekuatan internal dan eksternal.
Pengintegrasian sumber daya dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan
sampai pada evaluasi atau kontrol. Strategi penerapannya dikembangkan dengan
didasari asas keterbukaan informasi atau transparansi, meningkatkan
partisipasi, kolaborasi, dan akuntabilitas.
Tantangan
praktisnya adalah bagaimana sekolah meningkatkan efektivitas kinerja secara kolaboratif
melalui pembagian tugas yang jelas antara sekolah dan orang tua siswa yang
didukung dengan sistem distribusi informasi, menghimpun informasi dan memilih
banyak alternatif gagasan dari banyak pihak untuk mengembangkan mutu kebijakan
melalui keputusan bersama. Pelaksanaannya selalu berlandaskan usaha
meningkatkan partisipasi dan kolaborasi pada perencanaan, pelaksanaan kegiatan
sehari-hari, meningkatkan penjaminan mutu sehingga pelayanan sekolah dapat
memenuhi kepuasan konsumen.
Dalam
menunjang keberhasilannya, MBS memerlukan banyak waktu dan tenaga yang
diperlukan pihak eksternal untuk terlibat dalam banyak aktivitas sekolah.
Hal ini menjadi salah satu kendala. Tingkat pemahaman orang tua tentang
bagaimana seharusnya berperan juga menjadi kendala lain sehingga partisipasi
dan kolaborasi orang tua sulit diwujudkan. Karena itu, pada tahap awal
penerapan MBS di Indonesia lebih berkonsentrasi pada bagaimana orang tua
berpartisipasi secara finansial dibandingkan pada aspek eduktif.
Istilah
manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah.
Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan
administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari
administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (
administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa
manajemen identik dengan administrasi.
Dalam
makalah ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau
pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber,
baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang
tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Berdasarkan
fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama,
yaitu:
1.
merencanakan (planning),
2. mengorganisasikan
(organizing),
3.
mengarahkan (directing),
4. mengkoordinasikan
(coordinating),
5.
mengawasi (controlling), dan
6.
mengevaluasi (evaluation).
Menurut
Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manjemen pendidikan mengandung arti sebagai
suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
MBS
bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan
bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang
sesuai dengan kebutuhan siswa, memenuhi kriteria yang sesuai dengan
harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan kompetitif
dengan sekolah sejenis.
Tujuan SMA
adalah melayani siswa agar dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan dapat
memenuhi syarat kompetensi untuk dapat hidup mandiri. Siswa memiliki kompetensi
sehingga dapat hidup dengan mangandalkan potensi dirinya secara kompetitif.
Mutu sekolah ditentukan oleh seberapa besar daya sekolah untuk mewujudkan mutu
lulusan sesuai dengan syarat yang ditentukan bersama. Hal ini sejalan dengan
konsep yang dikemukakan oleh Edward Sallis bahwa mutu adalah memenuhi kriteria
yang dipersyaratkan.
Kejelasan
tujuan merupakan prasyarat efektifnya sekolah. Kriteria mutu yang
digambarkan dengan sejumlah kriteria pencapaian tujuan dengan indikator yang
jelas menjadi bagian penting yang perlu sekolah rumuskan.
Keuntungan
dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencaian tujuan akan
memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan
mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS
adalah meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Oleh karena, dalam
pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, jelas
indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih terarah.
Lebih dari
itu dengan proses pengambilan keputusan bersama harus sesuai dengan kepentingan
siswa belajar. Dilihat dari sisi standardisasi, maka penerapan MBS
berarti meningkatkan standar kinerja belajar siswa melalu pengambilan
keputusan bersama, meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, dan
meningkatkan kontrol dan evaluasi agar lebih akuntabel. Menyepakati
profil hasil belajar yang diharapkan bersama merupakan dasar penting dalam
melaksanakan MBS.
Partisipasi
seluruh pemangku kepentingan berarti meningkatkan daya dukung bersama untuk
meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu pelayanan belajar dengan
standar yang sesuai dengan harapan orang tua siswa yang ditetapkan menjadi
target sekolah.
Keuntungan
dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencapaian tujuan akan
memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan
mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS
adalah mengambil keputusan bersama untuk memperjelas tujuan, indikator, dan
kriteria mutu yang ditetapkan sehingga memiliki keunggulan yang
kompetitif karena keputusan akan sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi
dan prestasi siswa pada tingkat satuan pendidikan.[2]
Dengan
demikian partisipasi orang tua siswa dalam bentuk biaya merupakan bagian dari
peningkatan standar mutu pengelolaan sekolah, yang lebih penting dari itu ialah
bagaimana orang tua berperan dalam meningkatkan potensi peserta didik agar
menjadi lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan harapan bersama.
D. Penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah
Penerapan
MBS sebagai salah satu model manajemen strategik dalam sistem pengelolaan
pendidikan dengan tujuan untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan yang
berstandar maka terdapat beberapa langkah strategis yang perlu sekolah lakukan:
- Merumuskan
dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama dengan indikator
dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional pendidikan.
- Menetapkan
strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan lulusan yang
diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan kurikulum,
kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan
pembiayaan.
- Meningkatan
daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan, kelemahan lingkungan
internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan eksternal.
Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian penting
dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.
- Meningkatkan
efektivitas komunikasi pihak internal dan eksternal sekolah dalam
upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab
masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama
memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada siswa.
- Meningkatkan
daya kolaborasi sekolah dalam menerapkan keputusan bersama ini sebagai
bagian dari upaya melibatkan seluruh warga sekolah agar memiliki daya
partisipasi yang kuat untuk mengubah kebijakan menjadi aksi.
Dalam upaya
peningkatan mutu MBS sekolah perlu meningkatkan standar pengelolaan untuk
mendapatkan (1) visi dan misi sekolah yang diputuskan bersama. (2) menetapkan
tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan (3) menetapkan
strategi yang melibatkan semua pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah
harapkan yang berporos pada meningkatkan mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan
dan program peningkatan mutu lulusan dengan menerapkan delapan standar nasional
pendidikan sebagai rujukan mutu termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk
menyediakan akses dan kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang
mungkin sekolah wujudkan. Sekolah yang efektif memiliki dokumen program yang
telah disepakati bersama dan semua pihak yang terlibat memahami tugas
masing-masing.
- Melaksanakan
kegiatan sesuai dengan program sesuai dengan standar, melaksanakan
anggaran sesuai dengan yang disepakati, memanfaatkan seluruh sumber daya
secara efektif dan efisien, dan memastikan bahwa seluruh tahap kegiatan
yang dilaksanakan seusai dengan rencana.
- Sekolah
memastikan bahwa proses penyelenggaraan sekolah mengarah pada tercapainya
tujuan dengan indikator dan target yang telah ditetapkan bersama. Sekolah
juga melakukan studi bersama yang melibatkan seluruh unsur yang
bertanggung jawab untuk meningkatkan penjaminan bahwa penyelenggaraan
sekolah mencapai target yang diharapkan. Fokus utama penjaminan mutu
adalah terselenggaranya pembelajaran dan pengelolaan secara efektif.
- Melaksanakan
kontrol sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan mengolah hasil
evaluasi sebagai bahan perbaikan selanjutnya.
Untuk
mendukung efektifnya empat tahap kegiatan itu perlu memperhatikan dengan
sungguh-sungguh tentang beberapa hal berikut :
- Mendeskripsikan
lulusan dengan indikator yang jelas yang diikuti dengan indentifikasi
kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan sistem
pengelolaan.
- Meningkatkan
keberdayaan sekolah dalam mengembangkan sistem informasi sebagai bahan
pengambilan keputusan.
- Menyediakan
infomasi yang perlu dipahami oleh seluruh anggota komunitas agar
tiap orang dipastikan dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
- Meningkatkan
kegiatan sosialisasi program sehingga semua pihak dipastikan
mendapatkan informasi secara transparan dan akuntabel.
- Meningkatkan
kekerapan dan kedalaman komunikasi baik secara langsung maupun
komunikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
- Mengembangkan
tim pengembang mutu yang akan mengimplementasikan kegiatan yang melibatkan
pihak internal dan eksternal.
- Mempersiapkan
instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil
dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul
ukuran keberhasilan yang disepakati.
- Melaksanakan
pertemuan mengembangakan rencana kegiatan, evaluasi kegiatan,
dan evaluasi hasil.
- Menyusun
pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.
- Melakukan
perbaikan berkelanjutan.
E. Hambatan dalam Penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah
Beberapa
hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS
adalah sebagai berikut
:
1) Tidak Berminat Untuk
Terlibat
Sebagian
orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka
lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut
mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak
menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran.
Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa
untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan
berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya
untuk urusan itu.
2). Tidak
Efisien
Pengambilan
keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi
dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para
anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada
tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3).
Pikiran Kelompok
Setelah
beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan
semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan
saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan
anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan
anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran
kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak
lagi realistis.
4)
Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak
yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum
berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka
kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat
MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi,
dan sebagainya.
5)
Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab
Baru
Pihak-pihak
yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang
selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab
pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan
menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung
jawab pengambilan keputusan.
6).
Kesulitan Koordinasi
Setiap
penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan
adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam
akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama
sekali menjauh dari tujuan sekolah.[3]
Apabila
pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat
memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua
unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan
tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang
berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja
tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada
level mana dalam organisasi.
Anggota
masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan
kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain
menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan
harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan
keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
satuan
pendidikan adalah kelompok pelayanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.Yang bertujuan untuk meningkatkan
keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama. Fokus kajiannya
adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang sesuai dengan kebutuhan
siswa, memenuhi kriteria yang sesuai dengan harapan orang tua siswa serta
harapan sekolah dalam membangun keunggulan kompetitif dengan sekolah sejenis.
hambatan
yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai
berikut :
1).Tidak
Berminat Untuk Terlibat
2). Tidak
Efisien
3).
Pikiran Kelompok
4)
Memerlukan Pelatihan
5)
Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab
Baru
6).
Kesulitan Koordinasi
Maka dalam
upaya peningkatan mutu MBS sekolah perlu
meningkatkan standar pengelolaan untuk mendapatkan visi dan misi sekolah yang
diputuskan bersama, menetapkan tujuan
terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan, menetapkan strategi yang
melibatkan semua pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah harapkan yang
berporos pada meningkatkan mutu lulusan, Menetapkan kebijakan dan program
peningkatan mutu lulusan dengan menerapkan delapan standar nasional pendidikan
sebagai rujukan mutu termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk menyediakan
akses dan kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang mungkin
sekolah wujudkan.
Daftar Pustaka
Hamalik, Oemar, (2006), Manajemen Pengembangan Kurikulum,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, (2006), Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Penerbit Fokusmedia.
Marno dan Supriyatno, Triyo, (2008), Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung: PT. Refika Aditama.
[1] . Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003, (2006), Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Penerbit
Fokusmedia.
[3] .
Marno dan Supriyatno, Triyo, (2008), Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan
Islam, Bandung: PT. Refika Aditama
0 Response to "Prosedur Implementasi Model Manajemen Konflik Produktivatas Organisasi"
Post a Comment