BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Sebagai hasil dari pemikiran para filosuf, filsafat telah melahirkan berbagai
macam pandangan dan aliran yang berbeda-beda. Pandangan-pandangan filosuf itu
ada kalanya saling menguatkan dan ada juga yang saling berlawanan. Hal ini
antara lain disebabkan oleh pendekatan yang mereka pakai juga berbeda-beda
walaupun untuk objek dan masalah yang sama. Karena perbedaan dalam pendekatan
itu, maka kesimpulan yang didapat juga akan berbeda. Perbedaan pandangan
filsafat tersebut juga terjadi dalam pemikiran filsafat pendidikan, sehingga
muncul aliran-aliran filsafat pendidikan.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan
sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala
sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh
dengan segala hubungan. Pendidikan adalah upaya mengembangkan
potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta,
rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan.
organis,harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai
masalah-masalah pendidikan. Ada beberapa aliran filsafat pendidikan, dan yang
akan Penulis uraikan di sini adalah pendidikan islam dalam aliran filsafat progresivisme. Dalam pandangannya
progresivisme berpendapat tidak ada teorirealita yang umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan
Sejarah munculnya Filsafat Progresivisme
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun
1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Progravisme mempunyai konsep
yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi maslah-
masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.
Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen progrevisme, maka
beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan
bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat, antropologi,
psikologi dan ilmu alam. Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang
umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala.
tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut
progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru
antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar
berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks.
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang
setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi
penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”,
hasil belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman sebaya Aliran
progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat
ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada
anak didik. Anak didik diberikan kebaikan, baik secara fisik maupun cara
berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui
pendidikan yang otoriter.
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang
berdiri sendiri, malainkan merupakan aliran suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan tahun 1918. Selama 20 tahun menjadi gerakan yang sangat kuat di
Amerika Serikat banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini. Gerakan
progeresik terkenal luas karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah
tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras belajar pisik dan
banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Pengaruh progresivisme terasa di
seluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam
lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progresivisme ini.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi
Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil
kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding
pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik
tidak cukup di sekolah saja. Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah
yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah
adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian
karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana
sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus
menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik
tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk
itulah, fisafat progesivisme menghendaki sistem pendidikan dengan bentuk
belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing.[1]
Progresivisme menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan
pendidikan hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang
terus-menerus, agar peserta didik dapat berbuat sesuatu yang inteligen dan
mampu mengadakan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan
dari lingkungan. Biasanya aliran progresivisme ini di hubungkan dengan
pandangan hidup liberal (the liberal road to), dan culture. Maksudnya adalah
pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut; fleksibel (tidak
kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu),
curios (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded
(mempunyai hati terbuka).
Sejarah mengatakan perkembangan aliran Progresivisme dianggap sebagai aliran
pikiran yang baru muncul dengan jelas pada pertengahan abad ke-19, akan tetapi
garis perkembangannya dapat ditarik jauh kebelakang sampai pada zaman Yunani
purba. Misalnya Hiraclitus (544 ), Socrates (469), Protagoras (480) dan
Aristoteles. Mereka pernah mengemukakan pendapat yang dapat dianggap sebagai
unsur-unsur yang ikut menyebabkan sikap jiwa yang disebut
pragmatisme-Progresivisme.
Heraclitus mengemukakan bahwa sifat yang utama dari realita ialah perubahan.
Tidak ada sesuatu yang tetap didunia ini, semuanya berubah-ubah, kecuali asa perubahan
itu sendiri. Socrates berusaha mempersatukan epsitemologi dan aksiologi. Ia
mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat
dipelajari dengan kekuatan intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman
bagi manusia untuk melakukan kebajikan. Ia percaya bahwa manusia sanggup
melakukan baik. Protagoras mengajarkan bahwa kebenaran dan norma atau nilai
tidak bersifat mutlak, melainkan relatif, yaitu bergantung pada waktu dan
tempat. Sedangkan Aristoteles menyarankan moderasi dan kompromi (jalan tengah
bukan jalan ekstrim) dalam kehidupan.
Kemudian sejak abad ke-16, Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant, dan Hegel
dapat disebut sebagai penyumbang pikiran-pikiran munculnya aliran
Progresivisme. Francis Bacon memberikna sumbangan dengaan usahanya memperbaiki
dan memperhalus metode ilmiah dalam pengetahuan alam. Locke dengan ajarannya
tentang kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya bahwa kebaikan berada
didalam manusia karena kodrat yang baik dari para manusia. Kant memuliakan
manusia, menjunjung tinggi akan kepribadian manusia, memberi martabat manusia
suatu kedudukan yang tinggi. Hegel mengajarkan bahwa alam dan masyarakat
bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan bergerak, dalam proses
perubahan dan penyesuaian yang tak ada hentinya.
Dalam abad ke- 19 dan ke-20, tokoh-tokoh Progresivisme banyak terdapat di
Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada
Progresivisme karena kepercayaan mereka pada demokrasi dan penolakan terhadap
sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles S. Peirce mengemukakan teori
tentang pikiran dan hal berfikir “pikiran itu hanya berguna bagi
manusia apabila pikiran itu bekerja yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya.
Fungsi berfikir adalah membiasakan manusia untuk berbuat. Perasaan dan gerak
jasmaniah adalah manifestasi dari aktifitas manusia dan keduanya itu tidak
dapat dipisahkan dari kegiatan berfikir.[2]
B.
Tokoh-tokoh
aliran Filsafat Progresivisme
Ada beberapa tokoh progresivisme yang berperan penting dalam mengembangkan
aliran ini, antara lain :
1. William James (1842 –1910)
William James seorang psychologist dan seorang
filosuf Amerika yang sangat terkenal. Paham dan ajarannya demikian pula
kepribadiannya sangat berpengaruh diberbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun
demikian dia sangat pandai berceramah dibidang filsafat, juga terkenal sebagai
pendiri Pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga
aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai
kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu
dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.
Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku. Buku karangannya yang berjudul
Principles of Psychology yang terbit tahun 1890 yang membahas dan mengembangkan
ide-ide tersebut, dengan cepat menjadi buku klasik dalam bidang itu, hal inilah
yang mengantar William James terkenal sebagai ahli filsafat Pragmatisme dan
Empirisme radikal.
Demikian pula kepribadiannya sangat berpengaruh diberbagai negara Eropa dan
Amerika. Meskipun demikian dia sangat terkenal dikalangan umum Amerika sebagai
penulis yang sangat brilian, dosen serta penceramah dibidang filsafat, juga
terkenal sebagai pendiri Pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau
pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi
biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau
pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan
alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi
teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
2.
John Dewey (1859 - 1952)
John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia
(Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang
lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya
sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child
Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding
masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya
"My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan
dan bukan persiapan masa yang akan datang. Dewey mengembangkan pragmatisme
dalam bentuknya yang orisinil, tapi meskipun demikian, namanya sering pula
dihubungkan terutama sekali dengan versi pemikiran yang disebut
instrumentalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama, berkisar dalam hubungan
dengan problema pendidikan yang konkret, baik teori maupun praktik. reputasi
(nama baik) internasionalnya terletak dalam sumbangan pikirannya terhadap
filsafat pendidikan Progressivisme Amerika.
Dewey tidak hanya berpengaruh dalam kalangan ahli filsafat profesional, akan
tetapi juga karena perkembangan idenya yang fundamental dalam bidang ekonomi,
hukum, antropologi, teori politik dan ilmu jiwa. Dia adalah juru bicara yang
sangat terkenal di Amerika Serikat dari cara-cara kehidupan demokratis.
Diantara karya-karya Dewey yang dianggap penting adalah Freedom and Cultural,
Art and Experience, The Quest of Certainty Human Nature and Conduct (1922),
Experience and Nature (1925), dan yang paling fenomenal adalah Democracy and
Education(1916).
3.
Hans Vaihinger (1852-1933)
Hans Vaihinger berpendapat bahwa tahu itu hanya mempunyai arti praktis.
Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi
berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi
kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan
semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah
dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali
kekeliruan yang berguna saja.[3]
C.
Pandangan
Filsafat Progresivisme tentang Pendidikan
Dasar filosofis dari aliran progresivisme adalah Realisme Spiritualistik dan
Humanisme Baru. Realisme spiritualistik berkeyakinan bahwa gerakan pendidikan
progresif bersumber dari prinsip-prinsip spiritualistik dan kreatif dari
Froebel dan Montessori serta ilmu baru tentang perkembangan anak. Sedangkan
Humanisme baru menekankan pada penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia
sebagai individu. Dengan demikian orientasinya individualistik.
Ada beberapa pandanagan filsafat progresivisme, antara lain :
1.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut pandangan aliran ini adalah pendidikan harus
memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berintraksi dengan
lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus menerus. Yang
dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah yang dapat
digunakkan individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.
Pendidikan bertujuan agar peserta didik memilki kemampuan memecahkan berbagai
masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan.
Selain itu, pendidikan juga bertujuan membantu peserta didik untuk menjadi
warga negara yang demokratis.
Proses belajar mengajar terpusatkan pada prilaku dan disiplin diri. Tujuan
keseluruhan pendidikan sendiri adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja,
bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan
sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Agar dapat bekerja siswa diharapkan
memiliki keterampilan, alat dan pengalaman sosial, dan memiliki pengalaman
problem solving.
2.
Kurikulum Pendidikan
Kalangan progresif menempatkan subjek didik pada titik sumbu sekolah
(child-centered). Mereka lalu berupaya mengembangkan kurikulum dan metode
pengajaran yang berpangkal pada kebutuhan, kepentingan, dan inisiatif subjek
didik. Jadi, ketertarikan anak adalah titik tolak bagi pengalaman belajar. Imam
Barnadib menyatakan bahwa kurikulum progresivisme adalah kurikulum yang tidak
beku dan dapat direvisi, sehingga yang cocok adalah kurikulum yang berpusat
pada pengalaman.
Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam
pengalaman-pengalaman siswa, dalam pemecahan masalah serta dalam kegiatan
proyek. Disini guru menggunakan ketertarikan alamiah anak untuk membantunya
belajar berbagai keterampilan yang akan mendukung anak menemukan kebutuhan dan
keinginan terbarunya. Akhirnya, ini akan membantu anak (subjek didik)
mengembangkan keterampilan-keterampilan pemecahan masalah dan membangun
informasi yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan sosial. Kurikulum disusun
dengan pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial,
selain sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam
pengalaman-pengalaman siswa dan dalam pemecahan masalah serta dalam kegiatan
proyek.
Sekolah yang baik itu adalah sekolah yang dapat memberi jaminan para siswanya
selama belajar, maksudnya yaitu sekolah harus mampu membantu dan menolong
siswanya untuk tumbuh dan berkembang serta memberi keleluasaan tempat untuk
para siswanya dalam mengembangkan bakat dan minatnya melalui bimbingan guru dan
tanggung jawab kepala sekolah. Kurikulum dikatakan baik apabila bersifat
fleksibel dan eksperimental (pengalaman) dan memiliki keuntungan-keuntungan
untuk diperiksa setiap saat. Sikap progressvisme, memandang segala sesuatu
berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat yang sejenis, tercermin
dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif,
bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Menurut
Progresivisme, Kurikulum hendaknya :
- Tidak universal melainkan berbeda-beda sesuai dengan
kondisi yang ada
- Disesuaikan dengan sifat-sifat peserta didik (minat,
bakat, dan kebutuhan setiap peserta didik) atau chil centered.
- Berbasis pada masyarakat.
- Bersifat fleksibel dan dapat berubah atau direvisi.[4]
3.
Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang biasanya dipergunakan oleh aliran progresivisme
diantaranya adalah :
·
Metode
Pendidikan Aktif, Pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan
fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada
setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
·
Metode
Memonitor Kegiatan Belajar, Mengikuti proses kegiatan anak belajar sendiri,
sambil memberikan bantuan-bantuan apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar
berlangsung kegiatan belajar tersebut.
·
Metode
Penelitian Ilmiah, Pendidikan progresif merintis digunakannya metode penelitian
ilmiah yang tertuju pada penyusunan konsep.
·
Pemerintahan
Pelajar, Pendidikan progresif memperkenalkan pemerintahan pelejar dalam kehidupan
sekolah dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan sekolah.
4.
Pendidik
Guru menurut pandangan filsafat progresivisme adalah
sebagai penasihat, pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang
otoritas penuh yang dapat berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya.
Sebagai pembimbing karena guru mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak
di bidang anak didik maka secara otomatis semestinya ia akan menjadi penasihat
ketika anak didik mengalami jalan buntu dalam memecahkan persoalan yang
dihadapi. Oleh karena itu peran utama pendidik adalah membantu peserta didik
atau murid bagaimana mereka harus belajar dengan diri mereka sendiri, sehingga
pesrta didik akan berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dalam suatu
lingkungannya yang berubah.
Menurut
John Dewey, guru harus mengetahui ke arah mana anak akan berkembang, karena
anak hidup dalam lingkungan yang senantiasa terjadi proses interaksi dalam
sebuah situasi yang silih berganti dan sustainable (berkelanjutan). Prinsip
keberlanjutan dalam penerapannya berarti bahwa masa depan harus selalu
diperhitungkan di setiap tahapan dalam proses pendidikan. Guru harus mampu
menciptakan suasana kondusif di kelas dengan cara membangungun kesadaran
bersama setiap individu di kelas tersebut akan tujuan bersama sesuai dengan
tanggungjawab masing-masing dalam konteks pembelajaran di kelas, serta
konsisten pada tujuan tersebut.
Dengan argumentasi di atas, sesungguhnya Dewey telah meletakkan amanat dan
tanggungjawab yang berat kepada guru. Karena alasan inilah ia tergelincir dalam
pernyataan hiperbolanya dengan menggunakan bahasa Injil-Sosial dengan
mengatakan bahwa “guru sebagai penjaga pintu kerajaan Allah yang sesungguhnya”.
Teori progresivisme ingin mengatakan bahwa tugas
pendidik sebagai pembimbing aktivitas anak didik dan berusaha memberikan
kemungkinan lingkungan terbaik untuk belajar. Sebagai Pembimbing ia tidak boleh
menonjolkan diri, ia harus bersikap demokratis dan memperhatikan hak-hak
alamiah peserta didik secara keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan psikologis dengan keyakinan bahwa memberi motivasi lebih penting
dari pada hanya memberi informasi. Pendidik atau guru dan anak didik atau murid
bekerja sama dalam mengembangkan program belajar dan dalam aktualisasi potensi
anak didik dalam kepemimpinan dan kemampuan lain yang dikehendaki.[5]
Dengan demikian dalam teori ini pendidik/guru harus
jeli, telaten, konsisten (istiqamah), luwes, dan cermat dalam mengamati apa
yang menjadi kebutuhan anak didik, menguji dan mengevaluasi
kepampuan-kemampuannya dalam tataran praktis dan realistis. Hasil evaluasi
menjadi acuan untuk menentukan pola dan strategi pembelajaran ke depan. Dengan
kata lain guru harus mempunyai kreatifitas dalam mengelola peserta didik,
kreatifitas itu akan berkembang dan berfariasi sebanyak fariasi peserta didik
yang ia hadapi.
5. Peserta Didik
Teori progresivisme menempatkan pesrta didik pada
posisi sentral dalam melakukan pembelajaran. karena murid mempunyai
kecenderungan alamiah untuk belajar dan menemukan sesuatu tentang dunia di
sekitarnya dan juga memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus terpenuhi
dalam kehidupannya. Kecenderungan dan kebutuhan tersebut akan memberikan kepada
murid suatu minat yang jelas dalam mempelajari berbagai persoalan.
Anak didik adalah makhluk yang mempunyai kelebihan
dibanding dengan makhluk-makhluk lain karena peserta didik mempunyai potensi
kecerdasan yang merupakan salah satu kelebihannya. Oleh karenanya setiap murid
mempunyai potensi kemampuan sebagai bekal untuk menghadapi dan memecahkan
permasalahan-permasalahannya. Tugas guru adalah meningkatkan kecerdasan
potensial yang telah dimiliki sejak lahir oleh setiap murid menjadi kecerdasan
realitas dalam lapangan pendidikan untuk dapat merespon segala perubahan yang
terjadi di lingkungannya.[6]
Secara institusional sekolah harus memelihara dan
manjamin kebebasan berpikir dan berkreasi kepada para murid, sehingga mereka
memilki kemandirian dan aktualisasi diri, namun pendidik tetap berkewajiban
mengawasi dan mengontrol mereka guna meluruskan kesalahan yang dihadapi murid
khusunya dalam segi metodologi berpikir. Dengan demikian prasyarat yang harus
dilakukan oleh peserta didik adalah sikap aktif, dan kreatif, bukan hanya
menunggu seorang guru mengisi dan mentransfer ilmunya kepada mereka. Murid
tidak boleh ibarat “botol kosong” yang akan berisi ketika diisi oleh penggunanya.
Jika demikian yang terjadi maka proses belajar mengajar hanyalah berwujud
transfer of knowledge dari seorang guru kepada murid, dan ini tidak akan
mencerdasakan sehingga dapat dibilang tujuan pendidikan gagal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori
pendidikan yang di bangun dari filsafat progresivisme dengan Jhon Dewey sebagai
tokoh utamanya pada dasarnya mengutamakan lima hal. Pertama, kurikulum
hendaknya disusun berdasarkan pengalaman edukatif, eksperimental, tersusun
secara teratur dan tidak di paksakan mengikuti selera pembuat kurikulum. Kedua,
guru harus mempunyai kelebihan dalam bidang ilmu pengetahuan dan menguasai
bidang tersebut. Guru dalam mendidik tidak boleh memaksa otoriter kepada anak
didik, tetapi guru seharusnya mengarahkan bagaimana cara belajar anak dengan
baik menjalankan fungsinya sebagai penunjuk jalan. Ketiga anak didik memiliki
kesempatan untuk berkembang, aktif dan kreatif, serta mempunyai kebebasan
beraktualisasi dalm menentukan langkah mereka. Keempat, lingkungan merupakan
hal yang tidak dapat dipisahkan dalam menunjang keberhasilan dalam pendidikan.
kelima, dalam proses pendidikan hendaknya metode lebih dikedepankan dari pada
materi.
DAFTAR PUSTAKA
Iman, Muis Sad,
Pendidikan Partisipatif Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme Jon Dewey,
Yogyakarta: Safira Insani Press, 2004
Ahmad, Zainal Arifin, Handout Kuliah Ilmu
Pendidikan, Yogyakarta: 2011
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta:
Bumi Aksara, 2004Ramayulis. Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Jalaludin. Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
[1] . Iman, Muis Sad,
Pendidikan Partisipatif Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme Jon Dewey,
Yogyakarta: Safira Insani Press, 2004
[3] . Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan
Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h.20
[5] . Jalaludin. Abdullah Idi, Filsafat
Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h.73
[6] . Ramayulis. Syamsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) h.40
0 Response to "Pendidikan Dalam Filsafat Progresivisme"
Post a Comment