Aliran Filsafat Rekonstruksionisme


Aliran Filsafat Rekonstruksionisme

D
I
S
U
S
U
N

Oleh:
    Kelompok 5
Nur Asiah
Wardah
Nurmasyitah Murniati

DOSPEN         : Kamaruddin, S.Pd.I, MA



   


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALMUSLIM
BIREUEN PROVINSI ACEH
TAHUSN 2013






BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan banyaknya problem-problem yang ada di dunia ini, maka banyak pula pemikiran-pemikiran yang menawarkan berbagai penyelesaian dalam banyak bidang. Contohnya dalam filsafat, terdapat banyak aliran yang menawarkan solusi dari masalah-masalah yang sedang bermunculan, khususnya dalam bidang pendidikan. Salah satu aliran filsafat pendidikan adalah aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme.
Aliran filsafat rekonstruksionisme adalah aliran filsafat yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.  Aliran filsafat pendidikan ini menganggap bahwa pendidikan adalah salah satu bidang yang sangat berperan penting dalam menghadapi permasalahan dunia. Karena dengan pendidikan maka akan tercipta orang-orang yang berfikir dan memiliki pemikiran yang dapat mengubah dunia.
Aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme menginginkan pendidikan sebagai agen utama dalam rekonstruksi sosial . Maksudnya ialah, bahwa pendidikan diharapkan merupakan satu satunya agen atau sumber utama pemegang tatanan sosial ini, yang dimaksud disini ialah peran pendidik dalam membawa peserta didiknya harus mampu berinovasi dalam memecahkan masalah. Kemudian dalam aliran filsafat pendidikan ini diharapkan metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu pada kecerdasan “asali” jumlah mayoritas untuk merenungkan dan menawarkan solusi yang paling valid bagi persoalan-persoalan umat manusia , maksudnya adalah di dalam proses belajar mengajar seorang pendidik harus memberi kesempatan kepada pendidik untuk berfikir dan ikut serta dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan student center approach yaitu siswa sebagai objek atau pusat pembelajaran. Maka dalam makalah ini penulis akan memebahas mengenai filsafat pendidikan menurut aliran rekonstruksionosme.






BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya mem­bina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.[1]
Aliran     rekonstuksionisme bercita-cita uutuk  mewujudkan dan melaksanakan sinthesa atau perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni modern didalam suatu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia.
Rekonstruksinalisme mencita-citakan terwujudnya sutu dunia baru, dengan kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam control mayoritas umat manusia.Dengan  kata lain perkataan aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang menghendaki  agar anak didiknya dapat dibandingkan kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya  pengaruh dari ilmu pengetahuaan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[2]

Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau subordinate dari kedaulatan dan otoritas internasional.

B.    Tokoh-tokoh Aliran Rekonstruksionisme
Aliran filsafat Rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge Count dan Harold Rugg pada 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat yang dipandang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatism. Meskipun mereka banyak terinspirasi pemikiran Theodore Brameld, khususnya dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of Educational Philosophy (1950), Toward recunstucted Philosophy of Education (1956), dan Education of power (1965).[3]

C.    Prinsip-Prinsip Aliran Rekonstruksionisme
1.      Masyarakat dunia sedang dalam kondisi  Krisis , jika praktik- praktik yang ada  sekarang  tidak dibalik,maka peradaban yang kita kenal ini akan mengalami kehancuran.
Persoalan-persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam distribusi (penyebaran) kekayaan, poliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaan teknologi yang ‘sembrono’  dan tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia kita sekarang dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera mungkin. Persoalan-persoalan tersebut menurut kalangan rekonstruksionisme, berjalan seiring dengan tantangan totalitarisme modern, yakni hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kedunguan fungsional penduduk dunia. Singkatnya, dunia sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut sudah sedemikian beratnya sehingga tidak dapat lagi diabaikan.
2.      Solusi efektif satu-satunya bagi pesoalan- pesoalan dunia kita  adalah penciptaan social yang menjagat.
Kerjasama dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang didera kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Kita sedang berupaya hidup di ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan mentalitas politik yang dianut di era kuda dan andong.Menurut rekonstruksionisme, umat manusia sekarang hidup dalam masyarakat dunia yang mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua orang. Dalam masyrakat ini, sangat mungkin muncul penghayal karena komunitas internasional secara bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan dan mengupayakan kekayaan material menuju ke tingkat dimana kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap paling penting. Dunia semasa itu, orang-orang berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih baik (secara material) sebagai tujuan akhir.
3.      Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi  tatanan sosial.
Sekolah-sekolah yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionisme hanya akan mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial, dan ekonomi yang sekarang ini mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus mengubah secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi baru. Tugas mengubah peran pendidikan amatlah urgen, karena kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai kemampuan memusnahkan diri.Kalangan rekontruksionis di satu sisi tidak memandang sekolah sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan sosial seorang diri. Di sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai agen kekuatan utama yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena ia menyantuni anak-anak didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan demikian, ia dapat menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan agitator utama perubahan sosial.
4.      Metode-metode pengajaran  harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis  yang bertumpu pada kecerdasan ‘ asali’  jumlah mayoritas  untuk merenungkan  dan menewarkan solusi  yang paling valid  bagi persoalan –persoalan umat manusia.
Dalam pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi adalah sistem politik yang terbaik karena sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan untuk memilih di antara keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld menggunakan istilah pemihakan defensif untuk mengungkapkan posisi (pendapat) guru dalam hubungannya dengan item-item kurikuler yang kontroversial. Dalam menyikapi ini, guru membolehkan uji pembuktian terbuka yang setuju dan yang tidak setuju dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan pendapat-pendapat alternatif sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan menyembunyikan pendirian-pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan mempertahankan pemihakannya secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya agar pendirian-pendiriannya diterima dalam skala seluas mungkin. Tampaknya telah diasumsikan oleh kalangan rekonstruksionis bahwa persoalan-persoalan itu sedemikian clear-cut (jelas-tegas) sehingga sebagian besar akan setuju terhadap persoalan-persoalan dan solusi-solusi jika dialog bebas dan demokratis diizinkan.
5.      Jika pendidkan formal adalah   bagian yang tak terpisahkan dari  solusi social  dalam krisis dunia sekarang , maka ia harus  secara  aktif mengerjakan perubahan social.[4]

D. Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Aliran Rekonstruksionisme

Seperti yang telah kita ketahui bahwa filsafat rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha merombak tatsa susunan lama untuk membangun tata susunan baru yang lebih modern. Sedangkan filsafat pendidikan Islam merupakan filsafat dengan corak islami yang berusaha menciptakan masyarakat yang berbudaya tinggi. Dari kedua pengertian aliran ini terdapat perbedaan, dalam rekonstruksionisme ada upaya untuk merombak atau mengubah tata susunan sedangkan filsafat pendidikan Islam justru mengupayakan membangun manusia itu sendiri berdasarkan panduan secara islami.[5]

Kemudian perbedaan lain, filsafat rekonstruksionisme menginginkan transformasi secara kultural, namun filsafat pendidikan Islam justru mempertahankan budaya-budaya islaminya. Pada aliran rekonstruksionisme juga, pendidikan merupakan usaha membangun pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi, namun pada filsafat pendidikan Islam pendidikan dikembalikan kepada seperti apa manusia itu menginginkannya atau berdasarkan kebutuhan manusia itu sendiri, maksudnya adalah tidak memaksakan dengan satu metode.
Untuk kejelasan mengenai pandangan filsafat pendidikan Islam dengan filsafat aliran rekonstruksionisme, akan dibahas implementasinya dalam pendidikan.

1. Tujuan Pendidikan

Pada aliran rekonstruksionisme tujuan pendidikan adalah sebagai berikut:

1) Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2) Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ‘insinyur-insinyur’ sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
3) Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Kemudian kita lihat apa pandangan filsafat pendidikan Islam mengenai tujuan pendidikan; “Untuk menghasilkan manusia terbaik atau insan kamil dengan ciri mampu hidup tenang dan produktif”. Terdapat persamaan dan juga perbedaan, namun semua tujuan pendidikan itu baik dan sama-sama ingin menghasilkan output yang bagus.[6]

2. Pendidik

Pada aliran rekonstruksionisme posisi pendidik harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambantu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya. Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.

Sedangkan pada filsafat pendidikan Islam posisi pendidik sebagai father of spiritual (Bapak spiritual) yang bertanggung jawab, di lingkungan pertama pendidik bagi anak-anak adalah orang tua, kemudian di lingkungan kedua adalah guru. Para pendidik filsafat pendidikan islam sangat bertanggug jawab pada siswa-siswanya, karena para pendidik filsafat pendidikan Islam menganggap siswa-siswanya seperti anaknya sendiri.

Filsafat pendidikan islam memandang pendidik dalam aliran rekonstruksionisme bukan orang yang punya kedekatan secara emosional dengan peserta didiknya. Karena menurut filsafat pendidikan Islam pendidik haruslah memiliki kedekatan secara emosional dengan para peserta didiknya untuk mempermudah proses belajar-mengajar.

3. Peserta Didik

Rekonstruksionisme memandang peserta didik sebagai generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.

Sedangkan filsafat pendidikan Islam memandang peserta didik sebagai subjek dan objek dan orang yang sedang tumbuh dewasa dalam proses pembelajaran.

Anak yang sedang tumbuh harus mendapat bimbingan berdasarkan petunjuk Al-quran dan Hadits, anak dalam fase ini masih belajar untuk beribadah kepada Allah SWT untuk mempersiapkan diri membangun masyarakat. Mambangun masyarakat bukanlah hal yang mudah. Persiapan untuk itu membutuhkan mental yang besar dan kuat pada anak, untuk itu perlu berlandas pada Al-quran dan Hadis atau setidaknya pada agama yang dilupakan oleh aliran rekonstruksionisme.

4. Kurikulum

Aliran rekonstruksionisme mengisi kurikulum dengan mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.

Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, sumber ajaran dalam filsafat pendidikan Islam adalah Al-quran dan Hadits. Maka kurikulum pun disesuaikan dengan kebutuhan manusia berdasarkan Al-quran dan hadits.

5. Metode Pembelajaran

Seperti namanya, rekonstruksionisme menganalisis secara kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.[7]

Sedangkan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut sebagai metode :

  1. Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu Al-quran dan Hadits yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
  2. Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan Al-quran dan Hadits dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karimkarangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
  3. Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
  4. Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.














BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Melalui lembagai dan proses pendidikan, rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.
Adapun implikasi aliran ini dalam dunia pendidikan diantaranya yaitu: misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial, pendidikan bertanggung jawab dalam menciptakan aturan sosial yang ideal, kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai karena semua budaya dan nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum, guru harus menunjukkan rasa hormat yang sejati atau ikhlas terhadap semua budaya baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya.
























DAFTAR PUSTAKA


Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya

Amri, Amsal. (2009). Studi Filsafat Pendidikan. Banda Aceh: PeNa.

HW, Teguh Wangsa Gandhi. (2011). Filsafat Pendidikan (Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan).             Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Prof. Dr. H. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2010.

Drs. Muhammad As Said, M. Pd. Filsafat Pendidikan  Islam  Barabai ; STAI Al- Washliyah Barabai,2009.

http:// filsafat-rekonstruksionisme.html

 George Knight. Issue and Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan Mahmud Arif. Yogyakarta, Gama Media, 2007.




[1] . Prof. Dr. H. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2010) hal. 118-119
[2] . Drs. Muhammad As Said, M. Pd. Filsafat Pendidikan  Islam ( Barabai ; STAI Al- Washliyah Barabai,2009) hal. 93
[3] .  http:// filsafat-rekonstruksionisme.html
[4].George Knight. Issue and Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan Mahmud Arif. (Yogyakarta, Gama Media, 2007). Hal 185-190
[5] . Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya
[6] . Amri, Amsal. (2009). Studi Filsafat Pendidikan. Banda Aceh: PeNa.
[7] . HW, Teguh Wangsa Gandhi. (2011). Filsafat Pendidikan (Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

0 Response to "Aliran Filsafat Rekonstruksionisme"

Post a Comment

Labels

Aceh ( 4 ) ARTIKEL ( 23 ) Bollywood ( 1 ) CERPEN ( 16 ) HABA ( 1 ) Hollywood ( 1 ) INDO ( 2 ) Makalah ( 97 ) Skript ( 1 ) SOSOK ( 10 ) Wisata ( 2 )