RESUME BUKU AKHLAK
TASAWUF KARYA DR. ROSIHON ANWAR, M.Ag
BAB I
Pengertian Tasawuf dan
Dasar-Dasar Qur’aninya
Secara etimologi, pengertian tasawuf yang dipahami sekarang adalah terma shuf.
Sedangkan tasawuf menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari usaha
membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan
makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, dan berpengang
teguh pada janji Allah, serta mengikuti syari’at Rasulullah SAW dalam
mendekatkan diri dan mencapai keridaan-Nya. Adapun dasar-dasar yang menjadi
pengangan ilmu tasawuf adalah al-Qur’an dan Sunnah.
BAB II
Sejarah Lahir dan
Perkembangan Tasawuf dari Masa ke Masa
Sejarah tasawuf dapat dilihat dari perkembangan peradaban Islam sejak zaman
Rasulullah SAW. Dalam sejarah perkembangannya, tasawuf dapat dibedakan menjadi
beberapa periode. Setiap periode tersebut mempunyai karakteristik dan tokoh
masing-masing. Periode tersebut adalah: 1) Abad pertama dan kedua Hijriah; 2)
Abad ketiga dan keempat Hijriah (periode Tabi’in); 3) Abad kelima Hijriah; 4)
Abad keenam, ketujuh, dan kedelapan Hijriah; 5) Abad kesembilan dan kesepuluh
Hijriah dan sesudahnya.
BAB III
Kerangka Berpikir
Irfani: Dasar Filosofi Ahwal dan Maqamat
Perjalanan menuju Allah merupakan metode pengenalan (makrifat)
secara rasa (rohaniah) yang benar terhadap Allah. Manusia tidak akan tahu
banyak tentang Penciptanya selama belum melakukan perjalanan menuju Allah,
walaupun ia orang yang beriman secara aqliyah. Sebab, ada perbedaan yang dalam
antara iman secara aqliyah atau logis-teoretis (al-iman al-aqli al-nazhari)
dan iman secara rasa (al-iman al-aqli al-dzuqi).
Dalam perjalanan menuju Allah tersebut, kaum sufi harus menempuh berbagai
fase, yang dikenal dengan maqam (tingkatan) dan hal (keadaan).
Sistematika maqamat yang biasa disebut dalam kitab tasawuf adalah
tobat, zuhud, sabar, tawakal, rida, mahabbah (cinta), makrifat, fana’,
baqa’, dan ittihad (persatuan). Persatuan ini dapat mengambil
bentuk al-hulul dan wihdah al-wujud.
Ahwal yang sering dijumpai
dalam perjalanan kaum sufi, antara lain adalah muraqabah (merasa
terawasi), qurbah (mendekatkan diri), mahabbah (cinta), khauf
(takut), raja’ (harapan), syauq (kerinduan), uns (suka
cita), thuma’ninah (ketenangan), musyahadah (kehadiran hati), dan
yaqin (keyakinan sejati).
BAB IV
Hubungan Tasawuf dengan
Ilmu Kalam, Filsafat, Fiqh, dan Ilmu Jiwa
Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat lepas dari
keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu kalam, fiqh, filsafat,
ilmu jiwa, dan bidang-bidang lainnya.
Kaitannya dengan ilmu fiqh, tasawuf merupakan penyempurna fiqh, karena
tasawuf memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Seperti tidak seperti tidak
sempurnanya shalat tanpa rasa khusyuk dan tidak sempurna ibadah tanpa niat yang
ikhlas. Bahkan imam Malik pernah berkata: “Barangsiapa mendalami fiqh, tetapi
belum bertasawuf, berarti ia fasiq. Barangsiapa bertasawuf, tetapi belum
mendalami fiqh, berarti ia zindiq. Dan barangsiapa yang melakukan keduanya,
berarti ia tahaqquq (melakukan kebenaran).
Tasawuf juga berkaitan erat dengan ilmu filsafat. Misalnya kajian tasawuf
tentang jiwa. Secara jujur, harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh banyak
dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama
juga mengkaji tentang jiwa dan roh, di antaranya adalah Al-Kindi, Al-Farabi,
Ibnu Sina, dan Al-Ghazali.
BAB V
Tasawuf Akhlaki
Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara tasawuf dengan ilmu akhlak.
Akhlak erat hubungannya dengan perilaku dan kegiatan manusia dalam interaksi
sosial pada lingkungan tempat tinggalnya. Jadi, tasawuf akhlaki dapat
terealisasikan secara utuh jika pengetahuan tasawuf dan ibadah kepada Allah
dibuktikan dalam kehidupan sosial.
Tokoh sufi yang termasuk tasawuf akhlaki adalah Hasan al-Basri (w. 110 H),
al-Muhasibi (w. 241 H), al-Qusyairi (w. 405 H), dan al-Ghazali (w. 505 H).
BAB VI
Tasawuf Irfani
Di samping ada tasawuf yang membahas moralitas yang terukur, seperti
kejujuran, keikhlasan, dan berkata benar, yang dinamakan tasawuf akhlaki,
ada juga tasawuf yang mempunyai tingkatan yang lebih tinggi lagi, yang disebut
dengan tasawuf irfani. Tasawuf irfani tidak hanya membahas soal
keikhlasan dalam hubungan antar manusia, tetapi lebih jauh menetapkan bahwa apa
yang kita lakukan sesungguhnya tidak pernah kita lakukan. Inilah tingkatan
ikhlas yang paling tinggi.tokoh tasawuf irfani, di antaranya Rabi’ah
al-Adawiyah, yang tercatat dalam perkembangan mistisisme Islam sebagai peletak
dasar tasawuf berdasarkan mahabbah (cinta) kepada Allah. Dzun Nun
al-Misri, yang terkenal sebagai pelopor paham makrifat. Abu Yazid
al-Bustami dengan ajaran tasawuf terpentingnya adalah fana’ dan baqa’,
Abu Manshur al-Hallaj dengan ajaran tasawufnya yang paling terkenal adalah al-hulul
dan wihdah al-syuhud, yang kemudian melahirkan paham wihdah
al-wujud (kesatuan wujud) yang dikembangkan oleh Ibn ‘Arabi.
BAB VII
Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi
mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf
falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya.
Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat
yang telah mempengaruhi para tokohnya. Di antara tokoh-tokoh tasawuf falsafi
ini adalah Ibn ‘Arabi, al-Jili, Ibn Sab’in, dan Ibn Masarrah.
BAB VIII
Tarekat: Sejarah dan
Perkembangannya
Tarekat berasal dari kata “thariqah”, yaitu jalan yang harus
ditempuh oleh seorang calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan
Allah. Thariqah kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap
tarekat mempunyai syekh, upacara ritual dan bentuk dzikir sendiri.
Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan
(Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini, mulai timbul beberapa tarekat,
di antaranya Tarekat Yasaviyah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasavi (w. 562
H/1169 M), Tarekat Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin
al-Naqsyabandi al-Awisi al-Bukhari (w. 1289 M di Turkisan), Tarekat Khalwatiyah
yang didirikan oleh Umar al-Khalwati (w. 1397 M), Tarekat Safawiyah yang
didirikan oleh Safiyudin al-Ardabili (w. 1334 M), Tarekat Bairamiyah yang
didirikan oleh Hijji Bairan (w. 1430 M).
BAB IX
Studi Kritis terhadap
Aliran-Aliran Tasawuf
Di antara sekte-sekte tasawuf yang dianggap sesat oleh penentangnya adalah:
Pertama, sekte Al-Isyraqi, yang didominasi oleh ajaran filsafat
bersama sifat zuhud. Al-Israqi (penyinaran) adalah penyinaran jiwa yang
memancarkan cahaya dalam hati sebagai hasil dari pembinaan jiwa dan
penggemblengan roh disertai dengan penyiksaan badan untuk membersihkan dan
menyucikan roh. Kedua, sekte Al-Hulul, yang berkeyakinan bahwa
Allah ‘azza wa jalla bisa bertempat atau menitis dalam diri manusia
–Mahasuci Allah ‘azza wa jalla dari sifat itu-, Ketiga, sekte Wihdatul
Wujud, yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan
segala sesuatu yang terlihat di alam semesta ini tidak lain merupakan
perwujudan atau penampakan Dzat Ilahi (Allah ‘azza wa jalla).
BAB X
Tasawuf di Indonesia
Tokoh sufi yang mempengaruhi perkembangan tasawuf di Indonesia, di
antaranya Hamzah al-Fansuri, Nurudin al-Raniri, Syekh Abdul Rauf al-Sinkili,
dan Syekh Yusuf al-Makasari.
Tokoh-tokoh sufi tersebut mempunyai pemikiran-pemikiran tasawuf yang
beragam. Pemikiran-pemikiran al-Fansuri tentang tasawuf banyak dipengaruhi Ibn
‘Arabi dalam paham wihdah al-wujud-nya. Sebagai seorang sufi, ia mengajarkan
bahwa Tuhan lebih dekat dari pada urat leher manusia sendiri, dan bahwa Tuhan
tidak bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Ia ada di mana-mana.
Paham Al-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat kompromis. Ia
berupaya menyatukan paham mutakallimin dengan paham para sufi yang diwakili Ibn
‘Arabi.
Ajaran tasawuf Al-Sinkili yang bertalian dengan martabat perwujudan Tuhan.
Menurutnya, ada tiga martabat perwujudan Tuhan. Pertama, martabat
ahadiyyah atau la ta’ayyun, yaitu alam pada waktu itu masih
merupakan hakikat gaib yang masih berada pada waktu di dalam ilmu Tuhan. Kedua,
martabat wahdah atau ta’ayyun awal, sudah tercipta haqiqat
muhammadiyyah, yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat
wahidiyyah atau ta’ayyun tsani, yang disebut juga dengan ‘ayan
tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta.
0 Response to "RESUME BUKU AKHLAK TASAWUF KARYA DR. ROSIHON ANWAR, M.Ag"
Post a Comment