makalah tafsir maudhu'i

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, untuk disampaikan kepada umat Islam, dan al-Qur’an adalah sebagai pedoman aturan kehidupan bagi umat Islam yang bersifat historis dan normatif.
Ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat historis dan normatif  tidak semua dapat dipahami secara tekstual saja, karena banyak dari ayat-ayat al-Quran yang masih mempunyai makna yang luas (abstrak) dan perlu untuk ditafsirkan lebih dalam, agar dapat diambil sebuah hukum ataupun hikamah yang dapat dipahami dan diamalkan oleh seluruh Manusia secara umum dan umat Islam secara khusus.
Al-Qur’an juga sebagai aturan yang menjadi penentu dasar sikap hidup manusia, dan membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih mendetail, karena pada zaman sekarang banyak permasalahan-permasalahan yang komplek, dan tentunya tidak sama dengan permasalahan-permasalahan yang ada pada zaman nabi Muhammad SAW.
Tafsir al-Qur’an yang dianggap mampu menjadi solusi dari kondisi di atas mengalami perkembangan yang luar biasa. Ahli tafsir dengan berbekalkan keilmuannya mengembangkan metode tafsir al-Qur’an secara berkesinambungan untuk melengkapi kekurangan atau mengantisipasi penyelewengan ataupun menganalisa lebih mendalam tafsir yang sudah ada (tentunya tanpa mengesampingkan asbab al-nuzul, nasikh wa mansukh, qira’at, muhkamat mutashabihat, ‘am wa khash, makkiyat madaniyat, dan lain-lain).
Tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan dan kontek zaman, dimulai dari tafsir bi al-ma’tsur atau tafsir riwayat berkembang ke arah tafsir bi al-ra’yi. Tafsir bi al-ma’tsur menggunakan nash dalam menafsirkan Al-Qur’an, sementara tafsir bi al-ra’yi lebih mengandalkan ijtihad dengan akal. Sedangkan berdasarkan metode terbagi menjadi: tafsir tahlili, tafsir maudhu’i, tafsir ijmali dan tafsir muqaran.
Tafsir maudhu’i atau tematik adalah tafsir berperan sangat penting khususnya pada zaman sekarang, karena tafsir maudhu’i dirasa sangat sesuai dengan kebutuhan manusia dan mampu menjawab permasalahan yang ada. Tafsir maudhu’i atau tematik ada berdasar surah al-Qur’an ada berdasar subjek atau topik. Dengan adanya pemaparan di atas, penulis menganggap tafsir tematik adalah topik  yang menarik untuk dibahas, maka dari itu penulis menjadikan tafsir maudhu’i sebagai topik pembahasan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Tafsir Maudhu’I ?
2. Bagaimana Langkah-langakh Tafsir Maudhu’I ?
3. Apa Keistimewaan Tafsir Maudhu’I ?
4. Bagaimana Perbedaan Tafsir Maudhu’I ?























PEMBAHASAN
A.  Pengertian Tafsir Maudhu’i
Secara etimologi tafsir berarti, menyikap maksud dari suatu lafal yang sulit untuk difahami.[1] Menurut Manna’ Khalil al-Qathan pengertian etimologinya adalah menjelaskan, menyikap dan menerangkan makna yang abstrak.[2]
Sedangkan secara bahasa kata maudhu’i berasal dari kata موضوع  yang merupakan isim maf’ul dari kata وضع  yang artinya masalah atau pokok pembicaraan,[3] yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia yang dibentangkan ayat-ayat al-Qur’an.[4]
Menurut al-Farmawi bahwa dalam membahas suatu tema, diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut tema itu. Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).[5]
Defenisi di atas dapat difahami bahwa sentral dari metode tafsir maudhu’i   adalah menjelaskan ayat-ayat yang terhimpun dalam satu tema dengan memperhatikan urutan tertib turunnya ayat tersebut, sebab turunnya, korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lain dan hal-hal lain yang dapat membantu memahami ayat lalu menganalisnaya secara cermat dan menyeluruh.

B.  Langkah-langkah Tafsir Maudhu’i
Langkah-langkah metode tafsir maudhu’i baru dimunculkan pada akhir tahun 1960 oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy.[6]dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Contoh Penafsiran dengan Menggunakan Metode Maudhu’i
       Metode Pertama
     1.    Memilih / menetapkan masalah al-Quran yang akan dikaji secara maudhû’iy (tematik) Tema Tujuan Pendidikan Dalam Al-Quran : Kajian Surat al Furqan ayat 63-77
Kurikulum di Indonesia saat ini mengacu pada pola pendidikan Barat. Beberapa hal yang tampak dari perumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan tokoh-tokoh Barat, bahwa tekanan utama pendidikan diarahkan pada pengembangan kemampuan intelektual anak didik, dan juga mengasah aspek emosionalnya. Bahkan pendidikan yang dilakukan sama sekali tidak mengenal nilai-nilai spiritual atau ideal transendental. Artinya pendidikan yang diterapkan bercorak sekularistis yang mana nilai-nilai keagamaan tidak mendapatkan tempat dalam proses tersebut. Hal ini dikarenakan anggapan mereka yang mengatakan bahwa nilai-nilai spiritual adalah hal yang natural serta manusiawi, dan merupakan urusan masing-masing individu.
Rumusan tujuan yang ditawarkan pendidikan Barat tersebut tentu kurang mencakup terhadap keseluruhan aspek pertumbuhan/perkembangan anak didik yang hendak dibina menjadi manusia seutuhnya lahir dan batin. Sehingga Pendidikan Islam merumuskan kembali tujuan pendidikan melalui Surat Al Furqan ayat 63-77 yang tanpa mengabaikan nilai-nilai keagamaan dan lebih universal dibanding pendidikan Barat. Pembentukan kepribadian mulia bagi setiap peserta didiknya dan menjadi hamba Allah yang beriman dan bertakwa.

     2.    Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan, ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
Surat al-Furqan yang keseluruhan berjumlah 77 ayat, termasuk golongan surat-surat  Makkiyah. Kelompok ayat-ayat yang digunakan adalah ayat terakhir surat al-Furqan yakni antara ayat 63-77, terdiri dari 15 ayat yang sering disebut dengan ayat-ayat ibad ar Rahman.Berikut terjemahan surat al-Furqan ayat 63-77, yaitu :
63. dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orangyang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
64. dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.
65. dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, jauhkan azab Jahannam dari Kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaanyang kekal".
66. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempatkediaman.
67. dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidakberlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian.
68. dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allahdan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapayang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan)dosa(nya),
69. (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Diaakan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina,
70. kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amalsaleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Danadalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
71. dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, MakaSesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenarbenarnya.
72. dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabilamereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatanperbuatanyang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjagakehormatan dirinya.
73. dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayatTuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orangyang tuli dan buta.
74. dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepadaKami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati(Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
75. mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalamsyurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut denganpenghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya,
76. mereka kekal di dalamnya. syurga itu Sebaik-baik tempat menetap dantempat kediaman.
77. Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): "Tuhanku tidakmengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimanakamu beribadat kepada-Nya), Padahal kamu sungguh telahmendustakan-Nya? karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)".

3.    Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atau asbâb an-nuzûl.
Asbabun Nuzul ayat 68
tûïÏ%©!$#ur Ÿw šcqããôtƒ yìtB «!$# $·g»s9Î) tyz#uä Ÿwur tbqè=çFø)tƒ }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ Ÿwur šcqçR÷tƒ 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ t,ù=tƒ $YB$rOr& ÇÏÑÈ  
Artinya:“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allahdan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapayang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan)dosa(nya),
Al Bukhori berkata: Musaddad menceritakan kepada kami; Yahya menceritakan kepada kami dari Sufyan, ia berkata: Manshur dan Sulaiman menceritakan kepadaku dari Abu Wa-il dari Abu Maisarohdari Abdullah, berkata (yakni Sufyan ats-Tsauri): dan telah menceritakankepadaku Washil dari Abu Wa-il dari ‘Abdullah RA, (ia berkata) :
“aku bertanya kepada Rasulullah SAW: “Dosa manakah yang paling besar?” Rasulullah SAW menjawab : “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, sedangkan Dialah yang telah menjadikan dirimu”. Aku bertanya kembali:” Kemudian dosa apalagi?”. Rasul menjawab:”Kemudian kamu membunuh anakmu karena khawatir dia akan ikut makan bersamamu”. Aku bertanya kembali :”Kemudian dosa apalagi?”.Rasul menjawab:”jika kamu berzina dengan istri tetanggamu.”(‘Abdullah) berkata, dan turunlah ayat ini membenarkan perkataan Rasulullah SAW. “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina.”90
Sebab turunnya ayat 68 diterangkan dalam hadits riwayat Bukhari yang menyatakan bahwa seorang sahabat bertanya kepada Nabi tentang dosa apa yang paling  besar yang dilakukan manusia. Nabi menjawab bahwa dosa besar bagi manusia yang menyekutukan Allah, membunuh jiwa yang hak, dan melakukan zina. Kemudian Allah menurunkan suratal-Furqan ayat 68 yang membenarkan jawaban Nabi, yang berisi larangan untuk berbuat syirik, membunuh jiwa yang hak (benar) dan berzina.[7]

4.    Mengetahui korelasi (munâsabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing suratnya.
Korelasi ayat lain dengan ayat 70 Al-Furqan
žžwÎ) `tB z>$s? šÆtB#uäur Ÿ@ÏJtãur WxyJtã $[sÎ=»|¹ šÍ´¯»s9'ré'sù ãAÏdt6ムª!$# ôMÎgÏ?$t«Íhy ;M»uZ|¡ym 3 tb%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÐÉÈ  
Artinya:“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amalsaleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Al Bukhori berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan  kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur, Sa`id bin Jubair menceritakan kepadaku, dan ia berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Hakam dari Sa`id bin Jubair, ia berkata:
“Abdurrahman bin Abza memerintahkan aku, ia berkata, “tanyakan kepada Ibnu Abbas tentang dua ayat ini, apa maksudnya : “dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah(membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar”[8]dan “barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja”[9]. Maka aku bertanya kepada Ibnu Abbas, ia menjawab, “tatkala turun ayat dalam surat Al Furqan, berkatalah kaum musyrikin Mekkah, “sungguh kami telah membunuh jiwa yang telah Allah haramkan (membunuhnya) dan kami menyembah tuhan yang lain bersama Allah dan kami telah berbuat keji (zina).” Maka, Allah menurunkan ayat : “kecuali orang-orang yangbertaubat”. Adapun ayat yang ada dalam surat an-Nisa`, (maksudnya) apabila seseorang telah mengenal Islam dan syariat-syariatnya kemudian ia membunuh, maka balasannya adalah jahannam ia kekal di dalamnya.Aku lalu menyebutkannya kepada Mujahid dan ia berkata, ‘kecuali orang yang menyesal (bertaubat)’.”[10]
Hadits ini menjelaskan bahwa barangsiapa yang melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah (seperti yang telah disebutkan pada ayat 68) maka balasannya adalah ditempatkan di neraka jahannam. Namun,kemudian Allah menurunkan ayat 70 yang menyatakan bahwa hal itu terkecuali bagi orang-orang yang bertaubat kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

5.    Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (outline)
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Batasan Masalah
F. Metode Penelitian
G. Tinjauan Pustaka
H. Sistematika Pembahasan
SURAT AL FURQAN AYAT 63-77 BESERTAPENAFSIRANNYA
A. Deskripsi Surat Al Furqan Ayat 63-77
1. Karakteristik Surat Al Furqan Ayat 63-77
2. Asbabun Nuzul Ayat-ayat
B. Penafsiran Mufassirin atas Ayat 63-77
TUJUAN PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-FURQAN AYAT 63-77
A.Membentuk pribadi yang berakhlak mulia
B. Memantapkan aspek aqidah
C. Menanamkan konsistensi dalam melaksanakan ajaran agama
D.Menumbuhkan sikap kesederhanaan dan keseimbangan
E. Mengembangkan aspek intelektualitas
F. Meningkatkan kualitas kesalehan keluarga dan masyarakat
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran

6.    Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas.
Hadits yang menguatkan Al Furqan ayat 74
tûïÏ%©!$#ur šcqä9qà)tƒ $oY­/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»­ƒÍhèŒur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur šúüÉ)­FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ  
Artinya :“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlahkepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenanghati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yangbertakwa.”
Al-Maraghi menjelaskan penafsiran ayat ini, bahwa hamba-hambaar-Rahman yang dimaksud adalah,
“Orang-orang yang memohon kepada  Allah agar melahirkan keturunan yang taat dan beribadah  kepada-Nya  semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain. Orang yang beriman dengan sebenar-benarnya iman, apabila melihat keluarganya sama dengannya, taat kepada Allah, maka dia akan merasa senang dan gembira, dia mengharapkan mereka dapat berguna baginya di dunia selama hidup dan matinya serta bertemu dengannya di akhirat. Mereka juga memohon kepada Allah agar Allah menjadikan mereka para imam yang diteladani dalam menegakkan panji-panji agama dengan menganugerahkan ilmu yang luas kepada mereka, dan memberi taufik kepada mereka untuk mengerjakan amal saleh.”
Dijelaskan pula Quraish Shihab bahwa ayat ini menyatakan hamba-hamba Allah tersebut adalah mereka yang juga senantiasa berkata yakni berdoa setelah berusaha dengan: wahai Tuhan kami, anugerahkan buat kami, dari pasangan-pasangan hidup kami yakni suami atau istri serta anak keturunan kami, kiranya mereka semua menjadi penyejuk-penyejuk mata kami, dan orang lain melalui budi pekerti dan karya-karya mereka yang terpuji, dan jadikanlah kami yakni yang berdoa bersama pasangan dan anak keturunannya.[11]
 Dalam tafsir Munir pun, az-Zuhaily menyatakan bahwa, Mereka adalah orang berdoa sepenuh hati kepada Tuhan mereka agar diberi anugerah istri-istri sholihah dan anak-anak yang beriman, shaleh, memberikan petunjuk pada Islam dan melakukan kebaikan, menjauhkan dari keburukan, mampu menyejukkan mata mereka. Karena sesungguhnya orang mukmin jika melihat seseorang yang perbuatan mereka dilandasi taat kepada Allah maka menjadikan penyejuk mata mereka, dan merekaberdoa pula kepada-Nya agar menjadikannya pemimpin dalam kebaikan,ataupun pemimpin- pemimpin agama.[12]
Kata qurrah pada mulanya berarti dingin. Yang dimaksud disini adalah menggembirakan. Sehingga dipahami bahwa istri yang sholihah dan anak-anak yang sholih yang dimilikinya tersebut dapat memberikan kegembiraan, menyejukkan hati, sebab senantiasa dapat memberikan manfaat kepada suami, baik di dunia dan di akhirat. Yang mana dari istri-istri shalehah tersebut, maka diharapkan akan lahir anak-anak yang saleh dan shalehah pula.
Kemanfaatan tersebut bukan hanya didapat dalam kehidupan saja, namun juga akan tetap mengalir hingga dia sudah meninggal seperti diterangkan Rasulullah SAW. dalam sabdanya:[13]
Artinya : “Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara yakni, ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah, dananak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya.”
Hadits ini menerangkan bahwa kemanfaatan yang didapat dari anak-anak yang saleh adalah mereka yang senantiasa berdoa untuk orangtuanya hingga kematiannya. Sehingga amal kedua orang tuanya tetapmengalir meskipun sudah meninggal.
Secara ringkasnya dalam ayat ini menerangkan hamba-hamba ar-Rahman adalah mereka yang selalu memohon atas dua perkara kepadaAllah, yakni agar Allah memberi mereka istri dan keturunan yang beribadah hanya kepada-Nya sehingga terwujud kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan agar Allah menjadikan mereka sebagai para pemberi petunjukdan keteladanan dalam hal kebaikan (urusan-urusan agama) bagi orangorang yang mau mengikuti petunjuk. Sifat hamba Allah tersebut mengindikasikan tidak hanya terbatas pada upaya penghiasan diri sendiri. 179 HR. Muslim, Hadits nomor 1631.

7.    Menyusun kesimpulan yang menggambarkan jawaban al-Quran terhadap masalah yang dibahas. [14]
Dari seluruh uraian pendapat para mufassir, maka dapat disimpulkan bahwa al Furqan ayat 63-77 yang menjelaskan tentang sifat-sifat Ibad ar Rahman, yaitu sebagai berikut :
a.    Tawadhu’
b.    Membalas kejelekan dengan kebaikan
c.    Senantiasa tahajud di keheningan malam
d.   Ketakutan mereka terhadap adzab Allah
e.    Tidak berlebihan dalam membelanjakan harta
f.     Tidak menyekutukan Allah
g.    Tidak membunuh
h.    Tidak berzina
i.      Tidak bersumpah palsu
j.      Tidak melakukan perbuatan yang tidak berfaedah
k.    Ketenangan dalam berkeluarga dan keturunan yang saleh
l.      Senantiasa mengharapkan taufik dari Allah
Sehingga balasan bagi hamba ar-Rahman tersebut tertuang pada ayat terakhir, yang menjelaskan bahwa perhatian yang diberikan Allahkepada hamba-hamba-Nya berupa pemberian martabat tinggi tersebut dikarenakan ibadah yang dilakukannya, bukan oleh sebab lain. Tanpa beribadah mereka tidak memiliki sedikit bobot dan tidak akan mendapat perhatian-Nya.
Pendidikan memiliki tujuan, sehingga proses yang dilakukan dapat terarah. Melalui pembahasan surat al Furqan ayat 63-77 dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan Pendidikan Islam itu mengarah pada pembentukan sifat-sifat Ibad ar Rahman. Dalam konteks ini dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Membentuk pribadi yang berakhlak mulia
b.    Memantapkan aspek aqidah
c.    Menanamkan konsistensi dalam melaksanakan syariat agama
d.   Menumbuhkan sikap kesederhanaan dan keseimbangan
e.    Mengembangkan aspek intelektualitas
f.     Meningkatkan kualitas kesalehan keluarga dan masyarakat

C. Keistimewaan Tafsir Maudhu’i
Sebagai suatu metode penafsiran Alquran, Maka metode Maudhu’i ini memiliki beberapa keistimewaan, yaitu:
a.       Metode ini akan jauh dari kesalahan-kesalahan karena ia menghimpun berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topik bahasan sehingga ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain.
b.      Dengan metode Maudhu’i seseorang mengkaji akan lebih jauh mampu untuk memberikan sesuatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan sempurna tentang suatu pokok permasalahan (tema) yang dikaji.
c.       Kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan mudah untuk dipahami. Hal ini karena ia membawa pembaca kepada petunjuk Alquran yangmengemukakan berbagai pembahasan yang terperinci dalam satu disiplin ilmu.
d.      Dengan metode ini juga dapat membuktikan bahwa persoalan-persoalan yang disentuh Alquran buka bersifat teoritis semata-mata atau yang tidak dapat terapkan dalam kehidupan masyarakat. Namun ia dapat membawa kita kepada pendapat Alquran tentang berbagai problem hidup yang disertakan pula dengan jawaban-jawabannya.
e.       Ia dapat mempertegas fungsi Alquran sebagai kitab suci serta mampu membuktikan keistimewaan-keistimewaan Alquran.
f.        Metode ini memungkin seseorang untuk menolak adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam Alquran.[15]

`     D. Perbedaan metode maudhu’i (tematik) dengan metode tafsir lainnya
1.      Perbedaan metode maudhu’i (tematik) dengan metode tahlili
Metode Tahlili
Metode Maudhu’i (Tematik)
·         mufassir terikat dengan susunan ayat sebagaimana tercantum dalam mushaf.
·         Mufassir berusaha berbicara menyangkut beberapa tema yang ditemukan dalam satu ayat.
·         Mufassir berusaha menjelaskan segala sesuatu yang ditemukan dalam satu ayat.
·         Sulit ditemukan tema-tema tertentu yang utuh
·         Sudah dikenal sejak dahulu dan banyak digunakan dalam kitab-kitab tafsir yang ada.
·         Mufassir tidak terikat dengan susunan ayat dalam mushaf, tetapi lebih terikat dengan urutan masa turunya ayat, atau kronologi kejadian.
·         Mufassir tidak berbicara tema lain  selain tema ysng sedang dikaji. Oleh  karena itu, ia dapat mengangkat tema-tema Al-qur’an yang masing-masing berdiri sendiri dan tidak bercampur aduk dengan tema-tema lain.
·         Mufassir tidak membahas segala permasalahan yang dikandung oleh satu ayat. Tetapi hanya yang berkaitan dengan pokok bahasan.
·         Mudah untuk menyusun tema-tema al-qur’an yang berdiri sendiri.
·         Walaupun benihnya ditemukan sejak dahulu, sebagai sebuah metode penafsiran yang jelas dan utuh baru dikenal belakangan saja.

2.       Perbedaan metode maudhu’i dengan metode muqaran
Metode Muqaran
Metode Maudhu’i
·         Mufassir menjelaskan al-Qur’an dengan apa saja yang ditulis oleh para mufassir.
·         Mufassir terikat dengan uraian para mufassir.
·         Mufassir tidak berbicara tema lain selain tema yang sedang dikaji.
·         Mufassir tidak terikat dengan uraian para mufassir.

E.  Kekurangan Dan Kelebihan Tafsit Maudhu’i
Kelebihan metode tafsir maudhu’i antara lain:
 [1] Menjawab tantangan zaman: Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan itu sendiri. Maka metode maudhu’i sebagai upaya metode penafsiran untuk menjawab tantangan tersebut. Untuk kajian tematik ini diupayakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
[2] Praktis dan sistematis: Tafsir dengan metode  tematik disusun secara praktis dan sistematis dalam usaha memecahkan permasalahan yang timbul.
[3] Dinamis: Metode tematik membuat tafsir al-Qur’an selalu dinamis sesuai dengan tuntutan zaman sehingga menimbulkan image di dalam pikiran pembaca dan pendengarnya bahwa al-Qur’an senantiasa mengayomi dan membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan starata sosial.
 [4] Membuat pemahaman menjadi utuh: Dengan ditetapkannya judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat al-Qur’an dapat diserap secara utuh. Pemahaman semacam ini sulit ditemukan dalam metode tafsir yang dikemukakan di muka. Maka metode tematik ini dapat diandalkan untuk pemecahan suatu permasalahan secara lebih baik dan tuntas
Kekurangan metode tafsir maudhu’i antara lain:
 [1] Memenggal ayat al-Qur’an: Yang dimaksud memenggal ayat al-Qur’an ialah suatu kasus yang terdapat di dalam suatu ayat atau lebih mengandung banyak permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu diungkapkan bersama dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang zakat misalnya, maka mau tidak mau ayat tentang shalat harus di tinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan analisis.
 [2] Membatasi pemahaman ayat: Dengan diterapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut.[16] Akibatnya mufassir terikat oleh judul itu. Padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek, karena dinyatakan Darraz bahwa, ayat al-Qur’an itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan diterapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari permata tersebut.























PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan studi tentang al-Qur'an, yang bertujuan untuk menggali isi dan maksud dari al-Qur'an sebagai pedoman dan aturan hidup manusia. Ternyata sudah berlangsung berabad-abad dan terus saja berkelanjutan sampai sekarang ini.
Tafsir maudhu’i sebagai metode terbaru, ternyata lebih relevan mengantarkan kita untuk mendapatkan solusi  yang diperlukan bagi masalah-masalah praktis di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, hasil tafsir ini memberikan kemungkinan bagi kita untuk menjawab tantangan hidup yang selalu berubah dan berkembang.
Kelebihan metode tafsir maudhu’i antara lain Menjawab tantangan zaman,Praktis dan sistematis,Dinamis,Membuat pemahaman menjadi utuh. Kekurangan metode tafsir maudhu’i antara lain Memenggal ayat al-Qur’an,Membatasi pemahaman ayat.





DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, t.tp.: Tafakur, t.t.
Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, edisi terjemah, Ahmad Akrom, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
Az Zuhailiy, Wahbah. Tafsir Al Munir, fi Al Aqidah wa Al Syariah wa al Manhaj Jilid X. Dimasyq: Dar Al Fikr. 1991
Farmawi al, Abd al-Hayy. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Kairo: Matba’ah al-Hadarah al`Arabiyah, 1977.
Ibn Manzhur, Jamaluddin. Lisan Arab, Beirut: Dar al-Fikr, 1992.
Khalil, Qaththan, Manna. Mabahis Fiy ‘Ulum al-Quran, Beirut: Mansyurat al-Ashr al Hadis, tt.
Muslim, Musthafa. Mabahis Fiy al-Tafsir al-Maudhu’i, Damaskus: Dar al-Qalam, 1997.
M. Quraish Shihab, Wawasan  Alquran , Bandung : Mizan, 1996.
M.QuraishShihab, Membumikan Al Qur`an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Masyarakat, Bandung: Mizan. 1994.
Syaikh al-Muhaddits Muqbil bin Hadi al Wadi’i, as-Shahih al-Musnad min Asbab anNuzul, Cet II. terj. Agung Wahyu LC, Meccah, 1994.
Warson, Munawir, Ahmad. al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia, Surabaya: Pustaka Progesif, 1987.

















[1] .Jamaluddin Ibn Manzhur, Lisan Arab, Juz X (Beirut: Dar al-Fikr, 1992) hlm. 26
[2] .Manna Khalil al-Qaththan, Mabahis Fiy ‘Ulum al-Quran, (Beirut: Mansyurat al-Ashr al Hadis, tt) hlm. 323
[3]. Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progesif, 1987) hlm. 1565
[4]. Musthafa Muslim, Mabahis Fiy al-Tafsir al-Maudhu’I, ( Damaskus: Dar al-Qalam, 1997) hlm. 16
[5] .Al-Farmawi, Abd al-Hayy, al-Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i, (Kairo: Matba’ah al-Hadarah al`Arabiyah, 1977) hlm. 62
[6].Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, edisi terjemah, Ahmad Akrom, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994) hlm. 87
[7].Syaikh al-Muhaddits Muqbil bin Hadi al Wadi’i, as-Shahih al-Musnad min Asbab anNuzul, Cet II. terj. Agung Wahyu LC, (Meccah, 1994), hlm. 294-295
[8].QS. Al An`aam/6 : 151
[9].QS. An Nisa`/4: 93
[10].Syaikh al-Muhaddits Muqbil bin Hadi al-Wadi`i, op.cit., hlm. 297-298
[11].M.QuraishShihab, Membumikan Al Qur`an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Masyarakat, Bandung: Mizan. 1994.hal,544-545
[12].Az Zuhailiy, Wahbah. 1991. Tafsir Al Munir, fi Al Aqidah wa Al Syariah wa al Manhaj Jilid X. Dimasyq: Dar Al Fikr178 hal, 123
[13].HR. Muslim, Hadits nomor 1631
[14].Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (t.tp.: Tafakur, t.t.), h. 116
[15] . M. Quraish Shihab, Wawasan  Alquran (Bandung : Mizan, 1996), hal:14
[16] . Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, edisi terjemah, Ahmad Akrom, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.hal.253

0 Response to "makalah tafsir maudhu'i"

Post a Comment

Labels

Aceh ( 4 ) ARTIKEL ( 23 ) Bollywood ( 1 ) CERPEN ( 16 ) HABA ( 1 ) Hollywood ( 1 ) INDO ( 2 ) Makalah ( 97 ) Skript ( 1 ) SOSOK ( 10 ) Wisata ( 2 )