MAKALAH TASAWUF MODERN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sesunguhnya tasawuf dalam Islam merupakan pengembangan metode mendekatkan diri dengan Allah,oleh karena itu ilmu tasawuf berkembang teru menerus seiring perkembangan itu pula.sejak pertama kali diajarkan ilmu tasawuf dan diamalkan oleh para sufi sejak itu pula masalah – masalah itu timbul atau ( controversial ) seputar ajaran yang dianutnya.
Masalah–masalah ini membuat ilmu tasawuf disebut – disebut sebagai penghambat kemajuan Islam pada abad pertengahan.
Gaya hidup kaum sufi dalam menjalankan ajarannya kebanyakan dengan gaya yang amat sederhana yakni dengan bersikap wara` Qona`ah, menerima pemberian tuhan apadanya (berserah diri) hal ini menjadi menarik untuk dibandingkan denag kehidupan moderen yang bersifat mewah,bekerja keras, tidak pernah puas dan lain sebagainya yang berbau dunia. Maka timbul suatu pertanyaan“ bisakah ilmu tasawuf berkembang dalam kehidupan modern”.
Dalam makalah ini sekulumit persoalan tasawuf dalam kehidupan modern. Hal ini menjadi penting karena berubahnya gaya hidup suatu masyarakat menjadi masyarakat baru yang jauh dari sikap percaya pada dunia spiritual.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaiman Pengertian dan Ruang lingkup tasawuf modern?
2.      Bagaiman Bentuk-bentuk tasawuf modern?
3.      Apa manfaat tasawuf modern?











                                                                                                        

BAB  II
PEMBAHASAN

TASAWUF MODERN FUNGSINYA DALAM MASYARAKAT MASA
MUSLIM MASA KINI
A. Pengertian  Ruang Lingkup Tasawuf  Modern
Sebelum kita menjelaskan apa sebenarnya tasawuf modern itu, ada baiknya terlebih dahulu kita merujuk ke-apa sebenarnya tasawuf itu sendiri. Arti tasawuf dan asal katanya secara etimologis menjadi perdebatan para ulama ahli bahasa. Sebagian mengatakan bahwa tasawuf itu diambil dari kata shafa artinya suci bersih. Sebagian lagi mengatakan bahwa kata tasawuf itu berasal dari kata shuf yang artinya bulu binatang domba, karena orang-orang yang memasuki dunia tasawuf pada zaman dahulu sering memakai pakaian dari bulu domba, dan ada juga yang mengatakan asal katanya dari shuffah yaitu sahabat-sahabat Nabi yang tinggal disalah satu ruang masjid Nabawi yang bernama sufah, ada pula yang mengatakan berasal dari shaf yang artinya barisan (pertama) dalam sholat, karena sufi selalu memaksimalkan perbuatan kesempurnaan disetiap ibadah (sholat). Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari bahasa Yunani yaitu shofia yang artinya hikmah kebijaksanaan.[1] 
Tetapi dari sekian banyak pengertian dari asal kata tasawuf secara etimologis, yang kami anggap paling mendekati adalah kata shuf yang artinya bulu domba tadi. Ada beberapa alasan mengapa penulis menganggap kata tersebut lebih mendekati yaitu: pertama, karena ada seorang sahabat dari ahli sufi yang bernama Hasan al-Basri pernah meriwayatkan bahwasanya dia telah bertemu tujuh puluh pasukan Badar yang semuanya mengenakan pakaian dari bulu domba. Kedua, diriwayatkan bahwasanya Khalifah Umar RA pernah mimpi bertemu Rasulullah yang sedang memakai pakaian dari bulu domba. Ketiga, karena orang yang memakai jubah dari bulu domba pada masa dulu, biasa dipanggil dengan sufi.
Sedangkan secara terminologis, para ulama juga berbeda pendapat, menurut Ibnu Khaldun, tasawuf itu adalah semacam ilmu syar’iyah yang timbul kemudian dalam agama. Ada juga yang berpendapat bahwa tasawuf itu adalah ilmu yang mengkaji segala upaya/uasaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam rangka mencari keridloan Allah SWT atau segala bentuk ibadah yang bertujuan mencari keridloan Allah SWT.[2]  Tasawuf merupakan suatu system latihan dengan penuh kesungguhan untuk membersihkan, mempertinggi dan memperdalam nilai-nilai kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, sehingga dengan cara itu, segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya. Oleh karena itulah maka al-Suhrawardi mengatakan bahwa semua tindakan yang mulia adalah tasawuf.[3]
Kalau kita menilik dari pengertian tasawuf tadi, sesungguhnya tasawuf modern itu tidak jauh berbeda dari makna tasawuf itu sendiri, hanya mungkin pada tasawuf modern ini, lebih dipentingkan adalah bagaimana kita mengaplikasikan ajaran-ajaran al-Qur’an dalam kehidupan kita sehari-hari serta bagaimana kita bertingkah laku dalam kehidupan ini sehingga tidak adanya kesenjangan social dalam tatanan social masyarakat. Sebenarnya tasawuf modern itu hanya merupakan kelanjutan dari tasawuf klasik, tapi mungkin sudah mendapat polesan revisi disana-sini, sehingga kesannya tidak lagi eksklusif terhadap dunia, bahkan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Jadi bisa juga kita artikan tasawuf modern itu dengan meninggalkan segala praktek tasawuf yang memisahkan diri dari kehidupan dunia dan menggantikannya dengan praktek tasawuf yang tidak memisahkan diri dari tatanan social kemasyarakatan, sebabkita adalah makhluk social yang tentunya akan saling membutuhkan satu sam lainnya, atau bisa juga kita artikan dengan keluar dari budi, perangai yang tercela dan masuk kepada budi, perangai yang terpuji sebagaimana yang dikatakan oleh seorang ahli sufi yaitu al-Junaid.
Oleh karena itu kami kira tasawuf modern ini lebih sesuai dengan makna tasawuf yang sebenarnya, sebab dalam tasawuf modern kita diajarkan untuk lebih memperhatikan sesama dalam social kemasyarakatan, selain itu juga lebih ditekankan untuk membangkitkan semangat Islam yang selama ini seolah-olah terkebiri, sebab semangat Islam adalah semangat berjuang, semangat berkurban, bekerja, bukan semangat malas, lemah dan melempem.
Tasawuf pada mula-mula timbulnya adalah suci maksudnya, yaitu hendak memperbaiki budi pekerti, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Juanid tadi. Ketika mula-mula timbulnya semua orang bisa menjadi sufi, tidak perlu memakai pakaian tertentu, atau bendera tertentu, atau berkhalwat mengasingkan diri dari khalayak ramai atau mengadu kening dengan kening guru, sebab semua itu tidak lebih hanya merupakan kesalahan pemahaman kita tentang makna tasawuf  itu sendiri.[4]
              Dengan melihat segala keterangan tadi, bisa kita katakana bahwa sesungguhnya tasawuf modern itu adalah tasawuf dalam arti yang sebenarnya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya, tanpa meninggalkan kesenangan duniawi, bahkan sebaliknya, kita diwajibkan untuk membangun dunia ini, karena kita adalah “khalifah dimuka bumi” yang mempunyai tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini dan membebaskannya dari tangan-tangan jahat yang mencoba untuk merusak bumi ini, serta menghancurkan segala bentuk penindasan terhadap kaum dhu’afa sekaligus menolong para dzalimin dari budi pekerti yang buruk untuk hijrah kebudi pekerti yang baik dan sholeh.              
               Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.

B. Bentuk dan Karakteristik Tasawuf Modern
Didalam memahami dan mencari bentuk dan karakteristik tasawuf modern, secara otomatis kita akan dihadapkan pada era yang sekarang ini dikatakan sebagai era globalisasi, dimana sesuatu yang dianggap pasti menurut akal menjadi tolak ukur dan ini merupakan hal yang berseberangan dengan dunia tasawuf yang dalam hal ini sering menggunakan sesuatu yang irrasional, dan akal tidak mungkin dapat menjangkaunya, kecuali sesuatu yang bisa mengalami pengalaman kerohanian, yang tak lain dan tak bukan adalah hati.
Adapun bentuk dan karakteristik tasawuf modern sekarang ini lebih menekankan kepada sikap ihsan, baik itu ihsan kepada Allah maupun ihsan terhadap sesama manusia, yang tentunya dengan sikap ihsan ini akan tercapailah kebahagiaan didunia dan akhirat yang merupakan aplikasi dari hasil ibadah dan interaksi kita kepada Allah dan sesama manusia. Jadi secara konkret bentuk tasawuf modern ini tidak lain dan tidak bukan adalah ihsan. Tetapi ihsan disini terbagi kepada dua bentuk, yaitu ihsan kepada Allah dan ihsan kepada sesama manusia. Sebenarnya hamper sama dengan bentuk tasawuf klasik, tetapi kalau dalam tasawuf klasik lebih dipentingkan dan ditonjolkan adalah ihsan kepada Allah, sedangkan pada tasawuf modern ini adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara ihsan kepada Allah dengan ihsan kepada sesama manusia.sehingga tercapai apa yang dinamakan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat yang merupakan tujuan utama dari tasawuf modern itu sendiri.
Tasawuf modern ini merupakan imbas dari perkembangan pemikiran modern yang mengembangkan dimensi logika rasional, sehingga berdampak serius terhadap karakteristik dari tasawuf modern ini, yang tentunya mau tidak mau tasawuf modern ini harus menyesuaikan dengan perkembangan masa dan waktu serta harus menyesuaikan dengan kondisi dan situasi suatu tempat dimana tasawuf modern ini timbul dan berkembang, sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pengamalan tasawuf ini dengan kondisi social kemasyarakatan ditempat itu.
Karena dalam tasawuf modern ini, yang merupakan pembeda dari tasawuf klasik adalah kemauan untuk memperbaiki kehidupan social masyarakat yang sedang mengalami suatu krisis baik itu krisis moral maupun krisis ekonomi. Jadi dalam tasawuf modern ini tidak ada kehendak untuk mengasingkan dan bersikap eksklusif dari masyarakat, berbeda jauh dengan tasawuf klasik yang seringkali pengamalannya itu dengan cara menjauhkan diri dari kontak social dengan masyarakat, padahal kita diciptakan sebagai makhluk social atau dalam bahasa Aristoteles-nya, “zoon politicon”, yang tentunya memerlukan makhluk lain dalam setiap interaksi kita.[5]
Kalau kita seandainya melupakan tanggung jawab kita sebagai makhluk social, apakah itu tidak menyalahi kodrat kita dan menafikan diri kita sebagai khalifah dimuka bumi yang ditugaskan oleh Allah untuk memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan bumi. Apakah hal tersebut bukannya merupakan kekufuran kita terhadap ni’mat dunia yang Allah berikan. Tidak takutkah kita dengan murka Allah yang akan ditimpakan kepada kita, jika seandainya kita tidak melaksanakan tanggung jawab kita untuk memakmurkan bumi ini dan menyelamatkan dari tangan-tangan jahat yang ingin menghancurkan bumi ini.
Jadi sebenarnya tasawuf modern ini, lebih mengutamakan ihsan yang bersifat konkret yang menyentuh langsung dengan kehidupan social kemasyarakatan, bukan dengan sesuatu yang bersifat abstrak, karena ibadah (baca: ibadah mahdloh) itu adalah hal yang wajib bagi setiap hamba, tetapi hanya menyangkut hubungan seseorang dengan sangg khalik yang tentunya tidak berdampak apa-apa bagi orang lain, sebab itu hanyalah untuk kebahaggiaan akhirat saja. Sedangkan dalam tasawuf modern, harus ada keseimbangan antara dunia dengan akhirat, sehingga akan tercapailah apa yang dinamakan dengan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.

C. Manfaat  dan Tujuan Tasawuf Modern
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa sebenarnya tujuan tasawuf modern itu tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Jadi antara kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat itu ada suatu keseimbangan dari segi aplikasinya. Sebab kebahagiaan dunia itu merupakan jembatan untuk mencapai kebahagiaan akhirat, karena Nabi SAW sendiri sudah bersabda dalam salah satu hadistnya yang artinya: “bekerjalah kamu untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan bekerjalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok pagi”.[6]
Dengan merujuk kepada matan hadist tersebut sudah selayaknyalah kita untuk tidak mengabaikan kehidupan dunia, sebab Nabi SAW sendiri tidak pernah mengajarkan kita untuk hidup eksklusif dari masyarakat, bahkan beliau sangat menganjurkan kepada kita agar peduli terhadap orang lain, karena hal tersebut merupakan salah satu jalan menuju dua kebahagiaan, sebagaimana perkataan Ibnu Khaldun: “bahagia itu ialah tunduk dan patuh mengikuti garis-garis Allah dan perikemanusiaan”.[7]
Jadi pada dasarnya tasawuf modern ini lebih sesuai dengan ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Nabi SAW yaitu senantiasa berintegratif dengan kehidupan masyarakat dan senantiasa peduli dengan problem social kemasyarakatan yang terjadi. Sasaran tasawuf modern ini tidak hanya terbatas pada aspek keakhiratan saja, bahkan sangat netral sekali, sehingga tercapailah tujuannya yaitu kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sebagaimana yang tersurat dalam kitab suci al-Qur’an yang artinya:
“Ya Allah berilah kami kebahagiaan di dunia dan beri pula kami kebahagiaan di akhirat, serta jauhkanlah kami dari azab neraka”.[8]



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas tadi bisalah kiranya kita ambil suatu kesimpulan bahwasannya tasawuf modern itu adalah arti tasawuf yang sebenarnya, karena pada tasawuf modern ini tidak melulu dipentingkan hubungan manusia secara vertical kepada Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia secara horizontal kepada sesama manusia. Dalam tasawuf modern tidak dikenal istilah mengasingkan diri dari kehidupan social, bahkan seharusnya kitalah yang harus prihatin dengan kehidupan social tersebut, prihatin dalam artian kesadaran kita sebagai khalifah dimuka bumi yang punya tanggung jawab untuk memakmurkan bumi serta melawan segala penindasan dan perusakan dimuka bumi, karena nanti kita akan dituntut untuk mempertanggungjawabkan kedudukan kita sebagai khalifah dimuka bumi ini.























DAFTAR PUSTAKA


Usman Said, Pengantar Ilmu Tasawuf, cet. 1, Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982.
Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.
M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990.
Abu Bakar Muhammad, Hadist Tarbawi, Surabaya: Karya Abditama, 1997.




[1] Usman Said, Pengantar Ilmu Tasawuf, cet. 1, Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982.
[2] Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987, hlm. 13.
[3] M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 18.
[4] Hamka, Tasawuf Modern, ……………………., hlm. 15.
[5] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990, hlm. 59-62.
[6] Abu Bakar Muhammad, Hadist Tarbawi, Surabaya: Karya Abditama, 1997.
[7] Hamka, Tasawuf Modern, ……………, hlm. 21.
[8] Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 201.

0 Response to "MAKALAH TASAWUF MODERN"

Post a Comment

Labels

Aceh ( 4 ) ARTIKEL ( 23 ) Bollywood ( 1 ) CERPEN ( 16 ) HABA ( 1 ) Hollywood ( 1 ) INDO ( 2 ) Makalah ( 97 ) Skript ( 1 ) SOSOK ( 10 ) Wisata ( 2 )