BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan realitas masa lalu, keseluruhan fakta, dan
peristiwa yang unik dan berlaku. Hanya sekali dan tidak terulang untuk yang
kedua kalinya.[1] Oleh karena itu, ada pandangan bahwa masa silam tidak perlu
dihiraukan lagi, anggap saja masa silam itu ”kuburan”. Pandangan ini tentu saja
sangat subyektif dan cenderung apriori sekaligus tidak memiliki argumentasi
yang kuat. Tapi bagaimanapun sebuah perirtiwa pada masa silam bisa dijadikan
pandangan untuk kehidupan yang akan datang agar lebih baik. Seperti takdir yang
telah Allah tentukan di setiap kehidupan di muka bumi ini. Mengalami masa
pertumbuhan, kejayaan dan setelah sampai titik puncaknya akan mengalami masa
kemunduran dan bahkan kehancuran, bak sebuah roda yang berputar.Kemunculan tiga
kerajaan Islam yaitu Kerajaan Turki Ustmani, Kerajaan Safawi di Persia dan
Kerajaan Mughal di India telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan
peradaban islam. Kerajaan Usmani meraih puncak kejayaan dibawah kepemimpinan
Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) di kerajaan safawi, Syah Abbas I
membawa kerajaan tersebut meraih kemajuan dalam 40 tahun periode
kepemerintahannya dari tahun 1588-1628 M. Dan di Kerajaan Mughal meraih masa
keemasan di bawah Sultan Akbar (1542-1605 M).
Seperti takdir yang telah Allah tentukan di setiap kejayaan tentu
akan berganti dengan kemunduran bahkan sebuah kehancuran. Demikian pula yang
terjadi pada ketiga kerajaan tersebut. Setelah pemerintahan yang gilang
gemilang dibawah kepemimpinan tiga raja itu, masing-masing kerajaan mengalami
fase kemunduran. Akan tetapi penyebab kemunduran tersebut berlangsung dengan
kecepatan yang berbeda-beda. Demikian pula yang terjadi pada Kerajaan Mughal
(India) yang telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan peradaban
Islam. Kemunduran-kemunduran inilah yang akan penulis bahas dalam makalah ini.
Karena pengaruhnya sangat besar terhadap kelangsungan peradaban Islam secara
keseluruhan.
Sejak Islam masuk ke India pada masa Khalifah al-Walid dari Dinasti
Bani Umayyah melalui ekspedisi yang dipimpin oleh panglima Muhammad Ibn Qasim.[2]
peradaban Islam mulai tumbuh dan menyebar di anak benua India. Kedudukan Islam
di wilayah ini dan berhasil menaklukkan seluruh kekuasaan Hindu dan serta
mengislamkan sebagian masyarakatnya[3]
India pada tahun 1020 M. Setelah Gaznawi hancur muncullah beberapa dinasti
kecil yang menguasai negeri India ini, seperti Dinasti Mamluk, Khalji,
Tuglug, dan yang terakhir Dinasti Lodi yang didirikan Bahlul Khan
Lody.[4]
Hadirnya Kerajaan Mughal membentuk sebuah peradaban baru di daerah tersebut
dimana pada saat itu mengalami kemunduran dan keterbelakangan. Kerajaan Mughal
yang bercorak Islam mampu membangkitkan semangat ummat Islam di India.
Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam
pertama di India. Jika pada dinasti-dinasti sebelumnya Islam belum menemukan
kejayaannya, maka kerajaan ini justru bersinar dan berjaya. Keberadaan kerajaan
ini dalam periodisasi sejarah Islam dikenal sebagai masa kejayaan kedua setelah
sebelumnya mengalami kecemerlangan pada dinasti Abbasiyah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Asal Mula Kerajaan Mughal ?
2. Bagaimana
Perkembangan dan Kejayaan Kerajaan Mughal ?
3. Bagaimana
Kemunduran dan Runtuhnya Kerajaan Mughal ?
4. Apa Saja
Hasil Kebudayaan Kerajaan Mughal ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASAL USUL KERAJAAN MUGHAL
Kerajaan Mughal merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi,[5]
sebab ia menandai puncak perjuangan panjang untuk membentuk sebuah
imperium India muslim yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan bangsa
Persia dan bangsa India. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di
India. Jika pada dinasti-dinasti sebelumnya Islam belum menemukan kejayaannya,
maka kerajaan ini justru bersinar dan berjaya. Keberadaan kerajaan ini dalam
periodisasi sejarah Islam dikenal sebagai masa kejayaan kedua setelah
sebelumnya mengalami kecemerlangan pada dinasti Abbasiyah.
Kerajaan Mogul (Mughal-pen) ini didirikan oleh Zahiruddin Muhammad
Babur (1526-1530M) [6]
salah satu dari cucu Timor Lenk. Ayahnya Umar Mirza, penguasa Ferghana.
Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11
tahun. Ia berambisi dan bertekat akan menaklukkan Samarkand yang menjadi kota
penting di Asia Tengah pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami kekalahan,
tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil
menaklukkan Samarkand pada tahun 1494 M.
Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu kota Afganistan. Setelah
Kabul dapat ditaklukkan, Babur meneruskan ekspansinya ke India. Kala itu Ibrahim
Lodi, penguasa India, dilanda krisis, sehingga stabilitas pemerintahan menjadi
kacau. Alam Khan, paman dari Ibrahim Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur
Lahore, mengirim utusan ke Kabul, meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan
pemerintahan Ibrahim Lody di Delhi.[7]
Permohonan itu langung diterimanya. Pada tahun 1525 M, Babur
berhasil menguasai Punjab dengan ibu kota Lahore. Setelah itu, ia memimpin
tentaranya menuju Delhi. Pada 21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang
dahsyat di Panipat. Ibrahim Lody beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam
pertempuran itu. Babur memaski kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan
pemerintahannya di sana. Dengan demikian berdirilah Kerajaan Mughal di India.
Dari pendapat di atas, sesuatu yang dapat disepakati bahwa Kerajaan
Mughal merupakan warisan kebesaran Timur Lenk, dan bukan warisan keturunan
India yang asli. Meskipun demikian, Dinasti Mughal telah memberi warna
tersendiri bagi peradaban orang-orang India yang sebelumnya identik dengan
agama Hindu.
Babur bukanlah orang India.[8]
Syed Mahmudunnasir menulis, “Dia bukan orang Mughal. Di dalam memoarnya dia
menyebut dirinya orang Turki. [9]
Akan tetapi, cukup aneh, dinasti yang didirikannya dikenal sebagai dinasti
Mughal. Sebenarnya Mughal menjadi sebutan umum bagi para petualang yang suka
perang dari Persia di Asia Tengah, dan meskipun Timur (Timur Lenk) dan semua
pengikutnya menyumpahi nama itu sebagai nama musuhnya yang paling sengit, nasib
merekalah untuk dicap dengan nama itu, dan sekarang tampaknya terlambat untuk
memperbaiki kesalahan itu.”
Dari pemaparan
di atas dapat disimpulkan bahwa faktor berdirinya Kerajaan Mughal adalah:
- Ambisi dan karakter Babur sebagai
pewaris keperkasaan ras Mongolia
- Sebagai jawaban atas krisis yang
tengah melanda India.
Selama masa pemerintahannya Kerajaan Mughal dipimpin oleh beberapa
orang raja. Raja-raja yang sempat memerintah adalah:
1. Zahiruddin
Muhammad Babur (1526-1530) adalah : Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan
Mughal. Masa kepemimpinannnya digunakan untuk membangun fondasi pemerintahan.
Awal kepemimpinannya, Babur masih menghadapi ancaman pihak-pihak musuh,
utamanya dari kalangan Hindu yang tidak menyukai berdirinya Kerajaan Mughal.
Orang-orang Hindu segera menyusun kekuatan gabungan, namun Babur berhasil
mengalahkan mereka dalam suatu pertempuran. Sementara itu dinasti Lodi berusaha
bangkit kembali menentang pemerintahan Babur dengan pimpinan Muhammad Lodi.
Pada pertempuran di dekat Gogra, Babur dapat menumpas kekuatan Lodi pada tahun
1529.[10]
Setahun kemudian yakni pada tahun 1530 Babur meninggal dunia.
2.Humayun
(1530-1556), Sepeninggal Babur, tahta Kerajaan Mughal diteruskan oleh anaknya
yang bemama Humayun. Humayun memerintah selama lebih dari seperempat abad
(1530-1556 M). Pemerintahan Humayun dapat dikatakan sebagai masa konsolidasi
kekuatan periode I. Sekalipun Babur berhasil mengamankan Mughal dari serangan
musuh, Humayun masih saja menghadapi banyak tantangan. Ia berhasil mengalahkan
pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang bermaksud melepaskan diri
dari Delhi. Pada tahun 1450 Humayun mengalami kekalahan dalam peperangan yang
dilancarkan oleh Sher Khan dari Afganistan. Ia melarikan diri ke Persia.
Di pengasingan ia kembali menyusun kekuatan. Pada saat itu Persia
dipimpin oleh penguasa Safa¬wiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas
tahun menyusun kekuatannya dalam pengasingan di Persia, Humayun berhasil
menegakkan kembali kekuasaan Mughal di Delhi pada tahun 1555 M. Ia mengalahkan
ke¬kuatan Khan Syah. Setahun kemudian, yakni pada tahun 1556 Humayun meninggal.
Ia digantikan oleh putranya Akbar.
1.Akbar
(1556-1605), Pengganti Humayun adalah raja Mughal paling kontroversial. Masa
pemerintahannya dikenal sebagai masa kebangkitan dan kejayaan Mughal sebagai
sebuah dinasti Islam yang besar di India. Ketika menerima tahta kera¬jaan ini
Akbar baru berusia 14 tahun, sehingga seluruh urusan pemerintahan dipercayakan
kepada Bairam Khan, seorang penganut Syi’ah. Di awal masa pemerintahannya,
Akbar menghadapi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih
ber¬kuasa di Punjab. Pemberontakan yang paling mengancam kekuasaan Akbar adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pasukan
pemberontak berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut kedatangan
pasukan tersebut sehingga terjadilah peperangan dahsyat yang disebut Panipat II
pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalah¬kan dan ditangkap, kemudian dieksekusi.
Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat dikuasai penuh. Setelah Akbar dewasa ia
berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh sangat kuat dan
terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi
dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M.[11]
Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun
program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar,
Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh,
Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam
suatu pemerintahan militeristik.
Keberhasilan
ekspansi militer Akbar menandai berdirinya Mughal sebagai sebuah kerajaan besar
Dua gerbang India yakni kota Kabul sebagai gerbang ke arah Turkistan, dan kota
Kandahar sebagai gerbang ke arah Persia, dikuasai oleh pemerintahan Mughal.
Menurut Abu Su’ud, dengan keberhasilan ini Akbar bermaksud ingin mendirikan
Negara bangsa (nasional). Maka kebijakan yang dijalankannya tidak begitu
menonjolkan spirit Islam, tetapi bagaimana mempersatukan berbagai etnis yang
membangun dinastinya. Keberhasilan Akbar mengawali masa kemajuan Mughal di
India.
1. Jahangir
(1605-1627), Kepemimpinan Jihangir yang didukung oleh kekuatan militer yang
besar. Semua kekuatan musuh dan gerakan pemberontakan berhasil dipadamkan,
sehingga seluruh rakyat hidup dengan aman dan damai. Pada masa kepemimpinannya,
Jehangir berhasil menundukkan Bengala (1612 M), Mewar (1614 M) Kangra.
Usaha-usaha pengamanan wilayah serta penaklukan yang ia lakukan mempertegas
kenegarawanan yang diwarisi dari ayahnya yaitu Akbar.
2. Syah
Jihan (1628¬-1658) tampil meggantikan Jihangir. Bibit-bibit disintegrasi mulai
tumbuh pada pemerintahannya. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik
toleransi Mughal. Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan.
Tahun pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya
memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar Singh
Bundela kemudian diusir. Pemberontakan yang paling hebat datang dari Afghan Pir
Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi bagian Selatan.
Pemberontakan ini cukup menyulitkan. Namun pada tahun 1631 pemberontakan inipun
dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati.
Pada masa ini para pemukim Portugis di Hughli Bengala mulai berulah.
Di samping mengganggu keamanan dan toleransi hidup beragama, mereka menculik
anak-anak untuk dibaptis masuk agama Kristen. Tahun 1632 Shah Jahan berhasil
mengusir para pemukim Portugis dan mencabut hak-hak istimewa mereka. Shah Jehan
meninggal dunia pada 1657, setelah menderita sakit keras. Setelah kematiannya
terjadi perang saudara. Perang saudara tersebut pada akhirnya menghantar
Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal berikutnya.
1. Aurangzeb
(1658-1707), Aurangzeb (1658-1707) menghadapi tugas yang berat. Kedaulatan
Mughal sebagai entitas Muslim India nyaris hancur akibat perang saudara. Maka
pada masa pemerintahannya dikenal sebagai masa pengembalian kedaulatan umat
Islam. Penulis menilai periode ini merupakan masa konsolidasi II Kerajaan
Mughal sebagai sebuah kerajaan dan sebagai negeri Islam. Aurangzeb berusaha
mengembalikan supremasi agama Islam yang mulai kabur akibat kebijakan politik
keagamaan Akbar.
2. Bahadur
Syah (1707-1712), Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah
sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. Raja-raja
sesudah Aurangzeb mengawali ke¬munduran dan kehancuran Kerajaan Mughal.
Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb. Lima tahun kemudian
terjadi perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar dimenangkan dalam
persaingan tersebut dan sekaligus dinobatkan sebagai raja Mughal oleh Jenderal
Zulfiqar Khan meskipun Jehandar adalah yang paling lemah di antara putra
Bahadur. Penobatan ini ditentang oleh Muhammad Fahrukhsiyar, keponakannya
sen¬diri.
Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713, Fahrukhsiyar keluar
sebagai pe¬menang. Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada tahun 1719 M. Sang
raja meninggal ter¬bunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali.
Keduanya kemudian meng¬angkat Muhammad Syah (1719-1748). Ia kemudian dipecat
dan diusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Syah. Tampilnya sejumlah
penguasa lemah bersamaan dengan terjadinya perebutan kekuasaan ini selain
memperlemah kerajaan juga membuat pemerintahan pusat tidak terurus secara baik.[12]
Akibatnya pemerintahan daerah berupaya untuk melepaskan loyalitas dan
integritasnya terhadap pemerintahan pusat.
1.
Jehandar (1712-1713),
Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760¬-1806) Kerajaan Mughal diserang oleh
pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Kekalahan Mughal
dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasa¬an Afghan. Syah
Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagai sultan.
Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam, membe¬rikan konsesi kepada EIC untuk mengembang¬kan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menja¬min penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal masuknya pengaruh Inggris di India.
Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam, membe¬rikan konsesi kepada EIC untuk mengembang¬kan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menja¬min penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal masuknya pengaruh Inggris di India.
2.
Bahadur Syah
(1837-1858). Bahadur Syah (1837-1858) pengganti Akbar II menentang isi
perjanjian yang telah disepa¬kati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik
antara Bahadur Syah dengan pihak Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan
Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian ber¬akhirlah
kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India.
B. PERKEMBANGAN DAN KEJAYAAN KERAJAAN
MUGHAL
Masa kejayaan kerajaan Mughal
dimulai pada pemerintahan Akbar (1556-1506 M), dan tiga raja penggantinya,
yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), Aurangzeb (1658-1707
M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh
raja-raja berikutnya.
Akbar mengganti ayahnya pada saat usia
14 tahun, sehingga urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khahan, seorang
syi’i. Pada masa pemerintahanya, Akbar melancarkan serangan untuk memerangi
pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang berkuasa di Punjab.
Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra.
Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan sehingga terjadi peperangan
dasyat, yang disebut panipat 2 tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan dan
ditangkap kemudian diekskusi. Dengan demikian, Agra dan Kwalior dapat dikuasai
penuh (Mahmudun Nasir,1981:265-266).
Setelah Akbar dewasa, ia berusaha
menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh kuat dan terlampau
memaksakan kepentingan aliran syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat
dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M.
Setelah itu masa kejayaan kerajaan
Mughal berhasil dipertahankan oleh putra beliau yaitu Jehangir yang memerintah
selama 23 tahun (1605-1628 M). Namun Jehangir adalah penganut Ahlussunah Wal
Jamaah, sehingga Din-i-Illahi yang dibentuk ayahnya menjadi hilang pengaruhnya.[13]
Sepeninggalan Jehangir pucuk
kekuasaan kerajaan Mughal di pegang oleh Sheh Jehan yang memerintah Mughal
selam 30 tahun (1628-1658 M). Pada masa pemerintahanya banyak muncul
pemberontakan dan perselisihan dalam internal keluarga istana. Namun semua itu
dapat diatasi oleh beliau, bahkan beliau berhasil memperluas kekuasaanya
Hyderabat, Maratha, dan Kerajaan Hindu lain yang belum tunduk kepada
pemerintahan Mughal. Keberhasilan itu tidak bias lepas dari peran Aurangzeb,
putera ketiga dari Sheh Jehan.
Pengganti Sheh Jehan yaitu
Aurangzeb, beliau berhasil menduduki tahta kerajaan setelah berhasil
menyingkirkan para pesaingnya (saudaranya). Pada masanya kebesaran Mughal mulai
menggema kembali, dan kebesaran namanya-pun disejajarkan dengan pendahulunya
dulu, yaitu Akbar.
Adapun usaha-usaha Aurangzeb dalam
memajukan kerajaan Mughal diantaranya menghapuskan
pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk
peradilan yang berlaku di India yang dinamakan fatwa alamgiri sampai
akhirnya meninggal pada tahun 1707 M. Selama satu setengah abad, India di bawah
Dinasti Mughal menjadi salah satu negara adikuasa. Ia menguasai perekonomian
Dunia dengan jaringan pemasaran barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur
Tengah, Asia Tenggara dan Cina. Selain itu, India juga memiliki pertahanan
militer yang tangguh yang sukar ditaklukkan dan kebudayaan yang tinggi.[14]
Dengan besarnya nama kerajaan
Mughal, banyak sekali para sejarawan yang mengkaji tentang kerajaan ini. Dan
pada masa itu telah muncul seorang sejarawan yang bernama Abu Fadl dengan
karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal
berdasarkan figure pemimpinnya. Sedangkan karya seni yang dapat dinikmati
sampai sekarang dan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah
karya-karya arsitektur yang indah dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Shah
jehan dibangun Masjid Berlapis mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi
dan Istana Indah di Lahore (Ikram, 1967:247).
C. KEMUNDURAN DAN RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak
kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran
yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini
memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi
kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu
di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama
semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya
diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh
kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan
pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari
tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya.
Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi
problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh
Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.
Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut
aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan yang berjalan selama
lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan
ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya
yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang
cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah
diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya oleh Zulfiqar
Khan, putra Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M an
diganti oleh putranya, Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh
Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah apat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun
1713 M.
Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan
kelompok sayyid, tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M).
Sebagai gantinya diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun, ia dan
pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang
sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan
Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan Mughal terutama karena menurutnya,
kerajaan ini banyak sekali memberikan bantual kepada pemberontak Afghan di
daerah Persia. Oleh karena itu, ada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai
Persia, ia menyerang kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan
mengaku tunduk kepada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi
setelah ia bersedia member hadiah yang sangat banyak keada Nadir Syah. Kerajaan
Mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan wazir
dipegang Chin Qilich Khan yang bergelar Nizam Al-Mulk (1722-732 M) karena
mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi, tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk
meninggalkan Delhi menuju Hiderabat dan menetap di sana.
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan
terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan
loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi
pemerintahannya masing-masing. Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas
dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah
pimpinan Jai Singh dari Amber, Punjab dikuasai oleh kelompok Sikh.
Adapun
sebab-sebab keruntuhan Mughal secara detail, yaitu :
1. Terjadinya stagnasi pembinaan
militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah pantai tidak dapat
dipantau.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di
kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dan penggunaan uang
Negara.
3. Pendekatan Aurengzeb yang terkesan
kasar dalam mendakwahkan agama.
4. Pewaris tahta pada paroh terakhir
adalah pribadi-pribadi lemah.
D. HASIL-HASIL KEBUDAYAAN KERAJAAN MUGHAL
1. Bidang Poitik dan Militer
Sistim
yang menonjol adalah politik Sulh-E-Kul atau toleransi universal. Sistem ini
sangat tepat karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu sedangkan Mughal
adalah Islam. Disisi lain terdapat juga ras atau etnis lain yang juga terdapat
di India. Lembaga yang produk dari Sistim ini adalah Din-I-Ilahi dan
Mansabhadari. Dibidang militer, pasukan Mughal dikenal pasukan yang sangat
kuat. Mereka terdiri dari pasukan gajah berkuda dan meriam. Wilayahnya
dibagi distrik-distrik. Setiap distrik dikepalai oleh sipah salar dan sub
distrik di kepalai oleh faudjar. Dengan sistim ini pasukan Mughal berhasil
menahlukan daerah-daera di sekitarnya.
2. Bidang Ekonomi
Perekonomian kerajaan Mughal tertumpu pada bidang agrari,
mengingat keadaan Geografi dan Geologi wilayah India. Hasil pertanian kerajaan
Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu,
sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.
Di
samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu diekspor ke Eropa,
Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti
pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduksi di Gujarat
dan Bengawan. Untuk meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris (1611
M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
3.
Bidang Seni dan Arsitektur
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan
budaya juga berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan
penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair
India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang
menghasilkan karya besar berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang
mengandung pesan kebijakan jiwa manusia.
Karya
seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang
dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan
mengagumkan. Pada masa akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila, dan
masjid-masjid yang indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan
mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid raya Delhi dan istana indah di Lahore.[15]
4 . Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang
ilmu pengetahuan. Sejak berdiri, banyak ilmuan yang datang ke India untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan Istana Mughal-pun menjadi pusat kegiatan
kebudayaan. Hal ini adanya dukungang dari penguasa dan bangsawan seta Ulama.
Aurangzeb misalnya membelikan sejumlah uang yang besar dan tanah untuk
membangun sarana pendidikan.
Pada
tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang
guru. Pada masa Shah Jahan didirikan sebuah Perguruan Tinggi di Delhi. Jumlah
ini semakin bertambah ketika pemerintah di pegang oleh Aurangzeb. Dibidang ilmu
agama berhasil dikondifikasikan hukum islam yang dikenal dengan sebutan
Fatawa-I-Alamgiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa.
ร Islam telah mewariskan dan memberi
pengayaan terhadap khazanah kebudayaan India. Dimana keberadaan kerajaan ini
telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India
yang hampir tenggelam
ร Dengan hadirnya Kerajaan Mughal,
maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali
muncul.
ร Kemajuan yang dicapai Kerajaan
Mughal telah memberi inspirasi bagi perkembangan peradaban dunia baik politik,
ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya, politik toleransi (sulakhul), system
pengelolaan pajak, seni arsitektur dan sebagainya.
ร Kemunduran suatu peradaban tidak
lepas dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat dan kuatnya
sistem keamanan.
DAFTAR
PUSTAKA
Badri, Yatim. 1995. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2008.
Ensiklopedi Islam,
Cetakan keempat, Jild 2, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : PT ICHTIAR BARU VAN
HOEVE, 1997.
Maryam, Siti. Dkk. 2002. Sejarah
Peradaban Islam. Yogyakarta : LESFI.
http://www.
hidayatullah.com/kolom/worldviews/9687-fakta-sejarah
[2] .
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia,
2008), 261
[4] . Ensiklopedi
Islam, Cetakan keempat, Jild 2, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (
Jakarta : PT ICHTIAR BARU VAN HOEVE, 1997), 211
[5] .
Badri Yatim, 147
[6] .
Ibid, 211
[7] .
Ibid, 147
[9] .
Ibid,
[10] .
Ibid,
terima kasih
ReplyDelete