ANTARA CITA, CINTA, DAN CITA-CITA

Menggapai Cita ataukah Cinta…?????
Mana yang Lebih Penting…???
Oleh : Agsal

Manusia tidak akan lepas dari pilihan. memilih apa yang terbaik untuk dirinya. manusia selalu menginginkan yang terbaik untuk kehidupan dan masa depannya. lalu ketika kita harus memilih manakah yang lebih penting antara cita dan cinta? mana dari dua hal tersebut yang harus di raih terlebih dahulu? Cinta ..??? Ataukah Cita…???

Cita- cita sangat penting dimiliki oleh semua orang sebagai guiden atau panduan kita dalam melangkah. Dengan cita-cita yang ada kita dapat menjadi lebih bersemangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik. cita-cita dalam diri kita akan membuat kita menjadi semangat dalam menjalani setiap aktivitas yang kita jalankan.. terutama dalam menggapai sesuatu yang kita cita-citakan, begitu juga dengan Cinta.
“Cinta” semua orang memiliki dan mengenal cinta walau tidak semua orang memiliki pengalaman percintaan yang sama. namun setuju atau tidak, cinta menurut saya sama pentingnya dengan cita. tanpa cinta kehidupan yang anda jalani tidak akan bermakna. tidak akan berwarna. sekaya atau sesukses apapun anda kalau anda “miskin cinta” percuma saja. cinta dapat diartikan secara personal dan universal. dimana cinta yang personal merupakan cinta yang secara spesifik anda miliki dan anda curahkan kepada satu orang. contohnya cinta anda kepada pasangan atau kekasih anda. lalu cinta secara universal dapat diartikan sebagai cinta kepada makhluk Tuhan lainnya dimuka bumi ini.
Cinta merupakan pengalaman yang sangat menarik yang pernah kita alami dalam hidup ini. Sangat disesali, orang pada umumnya masih bingung akan apakah cinta itu sesungguhnya. Kebingungan mereka semakin bertambah ketika dunia perfileman memperkenalkan arti cinta yang salah dimana penekanan akan cinta selalu dititik beratkan pada perasaan dan cerita romantika.
 Dari jaman dulu sampai sekarang hakikat cinta kasih masih menjadi perbincangan yang tidak dibatasi secara jelas dengan makna yang luas pula. Walaupun, sulit juga untuk diungkapkan dan diingkari bahwa cinta adalah salah satu kebutuhan hidup manusia yang cukup fundamental. Begitu fundamentalnya sampai-sampai membawa Khalil Gibran, seorang punjagga terkenal, berpendapat bahwaCinta hanyalah sebuah kemisterian. Cinta sangat erat dalam kehidupan dan tidak bisa di pisahkan dalam kehidupan. Tidak pernah selintas pun orang berpikir bahwa cinta itu tidak penting. Mereka haus akan cinta, mereka butuh akan cinta.
Kendati pun demikian, hampir setiap orang tidak pernah berpikir tentang apa dan bagaimana cinta itu. Padahal berpikir tentang apa dan bagaimana cinta itu,  cinta bisa diibaratkan sebagai suatu seni yang sebagaimana bentuk seni lainnya sangat memerlukan pengetahuan dan latihan untuk bisa menggapainya.

Namun dalam hal ini saya memaparkan apa yang lebih penting didahulukan  bagi usia anak muda yang masih dalam masa pencarian jati diri dan bagaimana kita membagi waktu antara menggapai cinta dan cita-cita….
Dalam kehidupan sehari hari orang selalu dihadapkan pada beberapa pilihan yang mau tidak mau harus ia pilih. Terkadang pilihan yang ditawarkan atau dihadapi itu tak selalu ideal dan sesuai dengan yang kita harapkan. Maka dari itu diperlukan sebuah kecerdasan dan seni untuk memilah dan memilih agar tidak salah pilih yang berujung pada sebuah penyesalan kelak di kemudian hari.
Demikian pula yang dialami dan dihadapi oleh makhluk bernama mahasiswa, dalam perjalanan kuliahnya menuju terminal bernama sarjana, ia selalu dihadapkan pada beberapa pilihan seperti antara studi dulu sampai selesai atau ‘nyambi’ menikah atau bekerja. Apapun pilihan kita tentunya ada resiko dan mungkin sedikit ‘tumbal’ yang harus dibayar. Kuliah sambil menikah bias jadi kuliahnya tidak selesai-selesai atau malah terputus di tengah jalan. Kuliah sambil bekerja dapat mengakibatkan prestasi tidak maksimal. Sebaliknya dengan kuliah saja diharapkan prestasi bisa lebih maksimal dan cepat selesai.
Jika diantara kita ada yang dihadapkan persoalan seperti ini, barang kali tulisan berikut dapat dijadikan untuk berbagi pengalaman dalam menentukan sikap. Tulisan ini lebih banyak didasarkan pada pengalaman penulis sendiri ketika kuliah dulu ditambah dengan berbagai literature yang relevan.
Semua dibutuhkan !
Kuliah, nikah serta kerja adalah sebuah kebutuhan dari semua mahasiswa. Ketiga-tiga cepat atau lambat (sooner or later) pasti akan dilalui dan dilewati oleh setiap mahasiswa. Maka dari itu kita harus mempersiapkan ketiga-tiganya dengan sebaik-baiknya agar kesemuanya dapat diraih dengan sukses tanpa harus mengorbankan atau ada yang dikorbankan salah satunya ( prinsip la dharar wa la dhirar ). Jadi ketiga soal itu bukanlah makhluk yang saling mengancam satu sama lain dan tidak usah diposisikan saling mengancam.[1]
Add caption
Buat Prioritas !
Karena ketiganya sama-sama dibutuhkan dan bukanlah musuh yang saling mengancam, maka yang dibutuhkan adalah mengelola masing-masing dengan sebaik-baiknya serta membuat skala prioritas mana yang lebih penting dan mendesak serta lebih mendatangkan kemaslahatan hidup kita bersama di masa sekarang dan yang akan datang. Prinsip yang perlu dipegang di sini adalah “taqdimul aham minal muhimm” yakni mendahulukan yang lebih penting dari yang penting![2]
Kuliah lebih dahulu !
Yang namanya mahasiswa tentunya ia masih disebut mahasiswa jikalau ia masih belajar atau kuliah di bangku PT. Jadi aktifitas kuliah bagi seorang mahasiswa hukumnya ‘wajib mughalladzah’ yang tidak boleh disepelekan apalagi ditinggalkan demi untuk menikah atau bekerja umpamanya. Dari sini jelas sudah bahwa kuliah bagi seorang mahasiswa adalah tugas utama dan pertama sampai ia berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan.
Ingatlah tujuan dan harapan orang tua mengirim antum ke PT adalah untuk menuntut ilmu serta mempersiapkan masa depan yang lebih baik, bukan untuk bekerja atau menikah. Soal-soal yang lain bisa ditaruh nomer sekian. Dalam hal ini layak anda camkan sebuah nasehat yang cukup bijak, “ Maju selangkah dalam urusan cinta adalah 10 kemunduran dalam urusan Ibadah dan belajar, demi cita-cita hindarilah cinta, namun demi cinta kejarlah cita-cita”.[3]

Lalu Bekerja !
Setelah tugas menuntut ilmu dapat selesai dengan hasil memuaskan, kita dapat menempuh langkah selanjutnya yakni mencari pekerjaan, karena lazimnya pekerjaan di negeri ini tidak mencari orang, jadi oranglah yang perlu mencari pekerjaan. Kalau dapat tentunya mendapatkan pekerjaan yang halal dan thayyib, terhormat dan mendatangkan banyak hasil.
Di zaman sekarang ini, mencari pekerjaan (termasuk menjadi PNS) bukanlah pekerjaan yang mudah untuk kebanyakan orang. Tanpa skill yang memadai, ilmu yang cukup, serta relasi dan koneksi yang luas, ditambah faktor-faktor lain yang juga menentukan, rasa-rasanya sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan cukup menjanjikan. Sarjana yang diproduksi oleh berbagai PT dari tahun ke tahun selalu menyisakan ‘sisa’ tenaga terdidik yang belum atau tidak terserap di lapangan kerja.[4]
Baru Menikah !
Jika ilmu sudah diraih, title sudah disandang, pekerjaan sudah dalam genggaman umur sudah dewasa, apa lagi yang kau cari dan kau tunggu kalau bukan pasangan hidup?. Kini tibalah saatnya anda untuk menikah. Saya berani menggaransi kalau anda sudah punya ilmu yang tinggi, harta (pekerjaan) yang cukup, apalagi didukung oleh penampilan yang oke serta agama dan akhlak yang bagus, anda tidak perlu repot-repot mencari jodoh, bahkan andalah yang akan dicari dan diincar untuk dijadikan pendamping hidup atau dijadikan menantu oleh orang-orang  di sekeliling anda.
Itulah yang ideal!!!
Jadi tugas anda yang lebih perlu dan mendesak anda selesaikan saat ini adalah menyelesaikan kuliah sampai lulus dengan cumlaude, disambung dengan mendapatkan pekerjaan yang halal dan terhormat, baru anda menikah. Jadi menikah (terutama bagi laki-laki) sebaiknya ditempatkan pada bagian akhir.[5]

Jika Kondisi Memaksa lain
Sungguhpun setiap orang punya idealisme masing-masing, namun hidup tidak selalu menuntun dan mengajak orang dalam dunia idealitas yang kita harapkan. Terkadang kita terpaksa atau bahkan dipaksa untuk memasuki ‘dunia lain’ yang jauh dari idealisme. Taruhlah kita sedang kuliah namun di tengah jalan kita juga dipaksa untuk bekerja karena satu dan lain hal.[6] Atau kita terpaksa harus kawin terlebih dahulu karena sudah ‘kebelet’ yang dikhawatirkan akan mengarah dan menggiring ke pergaulan bebas atau karena suatu ‘kecelakaan’ – na’udzu billah min dzalik-[7] . Bagaimana kita menghadapinya?
Butuh kecerdasan dan seni !!!
Kuliah sambil Bekerja
Kuliah sambil kerja jelas banyak keuntungannya terutama dari segi finansialnya. Anda bisa meringankan beban orang tua atau bahkan dapat membantu adik atau keluarga. Anda juga dapat pengalaman  tambahan di luar kampus yang cukup berguna kelak sebelum masuk dunia kerja yang sesungguhnya. Jadi kuliah sambil kerja bagus-bagus saja.
Di beberapa negeri barat, pada usia kuliah umumnya anak-anak sesusia mahasiswa sudah dilepaskan orang tuanya untuk mandiri dalam mengahadapi hidup termasuk dalam membiayai kuliahnya. Sedang di Indonesia pada umumnya anak sekolah dibiayai seratus persen sampai usia SLTA dan bahkan terkadang sampai perguruan tinggi. Sehingga boleh dibilang tingkat kemandirian pemuda Indonesia kurang dalam hal ekonomi dibanding  para pemuda di negeri barat.[8]
Persoalannya adalah jangan sampai kerja mengorbankan kuliah, karena sebagai mahasiswa tugas utama anda adalah kuliah dan belajar!. Bekerja tetap urusan kedua atau sekunder. Jangan sampai karena asyik dengan pekerjaannya berikut fasilitas yang anda raih, menjadikan kuliah sebagai ‘sambilan’ yang akibatnya prestasi anda hanya sekedar ‘lulus’ apalagi lulus-lulusan belaka.[9]
Kuliah sambil Nikah plus kerja
Bagi yang kuliah sekaligus telah menikah, maka mau tak mau ia pasti juga dituntut untuk bekerja. Rasa-rasanya cukup memalukan kalau sampai sudah menikah 100 % biaya hidup dan penghidupan ‘nyadong’ orang tua atau mertua. Jelas dengan menikah beban anda semakin bertambah dan berat apalagi jika sudah punya momongan. Anda harus membiayai kuliah diri anda sendiri ditambah kebutuhan keluarga atau rumah tangga.
Kuliah sambil nikah banyak keuntungan yang didapat seperti mendapatkan ketenangan jiwa, ada penyaluran syahwat yang halal, suka dan duka ada yang menemani, kedewasaan lebih mudah terbentuk dll. Namun demikian beberapa ‘kerugian’ atau katakanlah resiko juga dapat membayangi anda seperti beban hidup makin bertambah, urusan hidup semakin kompleks, tanggung jawab semakin berat yang kalau tidak disadari dan dipersiapkan dari awal akan membuat yang bersangkutan mengambil jalan pintas semisal bercerai atau lari dari tanggungjawab. Atau bisa juga kuliah menjadi gagal atau berhenti di tengah jalan, atau sungguhpun bisa selesai terkadang memakan waktu lebih lama dan terkadang hasilnya jauh dari memuaskan.[10]
Memang tidak dipungkiri, ada yang berhasil menyelesaikan studi dengan baik walau sambil menikah dan bekerja. Tetapi yang bisa seperti ini menurut hemat penulis membutuhkan kecerdasan emosi maupun spiritual yang tinggi, kedewasaan yang matang serta ketrampilan dan seni yang tinggi dalam mengatur dan membereskan segala persoalan yang timbul. Dengan bahasa lain yang dapat mengatur dan mengelola persoalan yang timbul akibat kuliah sambil nikah dan kerja adalah pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan cukup tinggi baik kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual.[11]
Jadi bagi yang ingin kuliah sambil nikah (dan tentunya bekerja) dari awal harus sudah sadar sesadar-sadarnya akan resiko, konsekuensi dan akibat selanjutnya dari pilihannya itu. Agar jangan sampai terjadi seseorang lari dari kenyataan dan tanggung jawab akibat ia kurang siap dengan resiko yang harus ia tanggung pasca menikah.[12] Jangan sampai pernikahan yang semestinya mendatangkan maslahat di masing-masing pihak dan keluarga, berubah menjadi ajang penelantaran isteri dan anak karena belum/tidak sanggup menyediakan nafkah, atau menjadi ajang kekecewaan orang tua dan keluarga karena menambah beban mereka, atau jangan sampai menggagalkan tujuan anda semula yakni meraih ilmu yang setinggi-tingginya.
Kesimpulan
Kuliah, kerja dan nikah (KKN) adalah sebuah mata rantai kehidupan yang setiap mahasiswa akan melalui dan melewatinya, jadi harus dipersiapkan ketiga-tiganya dengan sebaik-baiknya. Cuma dalam hal ini perlu pengaturan serta penentuan prioritas mana yang lebih dahulu harus ‘digarap’ dan diselesaikan terlebih dahulu.
Berdasarkan kaidah taqdimul aham minal muhimm, maka menurut hemat penulis, yang perlu diutamakan dan didahulukan secara berurutan adalah kuliah sampai selesai dengan prestasi yang tinggi, lalu bekerja dan terakhir baru menikah. Ingat ! Siapa yang mampu menyelesaikan yang sulit, yang kurang sulit tentu akan mudah diselesaikan. Sebaliknya, siapa yang terbiasa menggarap hal-hal yang mudah saja, maka ketika menghadapi yang sulit ia bisa kelabakan.
Jika keadaan berkata lain maka pada dasarnya kuliah sambil kerja maupun kuliah sambil nikah dan kerja mungkin dan dapat saja dijalankan bersama-sama walau untuk itu dibutuhkan seni dan skill untuk mengelola dan mengatur sebaik-baiknya. Jika kemampuan anda dalam mengatur dan mengelola ini kurang, sebaiknya anda kuliah saja tanpa harus nyambi kerja atau nikah.

Daftar Bacaan


Abdurrahman al-Jazairi, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, Istanbul: Dar ad-Da’wah, 1984, Jilid IV.

Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana  Ilmu, Cet I, 1998.

Siti Rahayu Haditomo, Psikologi Perkembangan; Pengantar dalam Berbagai bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Cet, XII, 1999.

Husein Muhamad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender, Yogyakarta: LkiS, Cet. I, 2001.

Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan, Bandung: Pustaka Firdaus, Cet. I, 2003.

Mohamad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 2002.

Muslih Usa dan Aden Wijdan, Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, Yoigyakarta: Aditya Media, Cet. I, 1997.

Sarlito Wirawan, Bengkel Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang, Cet.I, 1980.



0 Response to "ANTARA CITA, CINTA, DAN CITA-CITA"

Post a Comment

Labels

Aceh ( 4 ) ARTIKEL ( 23 ) Bollywood ( 1 ) CERPEN ( 16 ) HABA ( 1 ) Hollywood ( 1 ) INDO ( 2 ) Makalah ( 97 ) Skript ( 1 ) SOSOK ( 10 ) Wisata ( 2 )