BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan
dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu
sedangkan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah tahu dan apa yang belum tahu, berfilsafat berarti
berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kemestaan yang
seakan tak terbatas. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam
keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari
telah diangkau.
Ilmu
merupakan pengetahuan yang digumuli sejak sekola dasar pendidikan lanjutan dan
perguruan tinggi, berfilsafat tentang ilmu berarti terus terang kepada diri
sendiri. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia
juga disebabkan metode yang digunakan dalam menyusun yang telah teruji
kebenarannya secara empiris.
Sedangkan
pendidikan merupakan salah satu bidang ilmu, sama halnya dengan ilmu-ilmu lain.
Pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat, sejalan dengan proses
perkembangan ilmu, ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari dari
induknya. Pada awalnya pendidikan berada bersama dengan filsafat, sebab
filsafat tidak pernah bisa membebaskan diri dengan pembentukan manusia.
Filsafat diciptakan oleh manusia untuk kepentingan memahami kedudukan manusia,
pengembangan manusia, dan peningkatan hidup manusia.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Filsafat ?
2.
Apakah Filsafat Pendidikan ?
3.
Bagaimana Hubungan Antara Filsafat Dengan Filsafat Pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Menurut
Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata Yunani yang berasal dari
dua kata philein dalam arti cinta dan shopos dalam arti hikmat (wisdom).
Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia, menurut
Prof. Dr. Harun Nasution bukan berasal dari bahasa arab falsafah dan bukan pula
dari bahasa Barat philosopy. Disini di pertanyakan tentang apakah fil di ambil dari Bahasa Barat dan safah dari Bahasa Arab, Sehingga terjadi gabungan
antara keduanya dan menimbulkan kata fisafat.
Adapun
pengertian atau definisi yang bermacam–macam Itu terungkaplah juga oleh Drs.
Sidi Gazalba, bahwa para filosof mempunyai pengertian atau difinisi tentang
filsafat sendiri-sendiri. Sebagai contoh ia mengemukakan beberapa pengertian
filsafat menurut para ahli, antara lain:
1. Plato, mengatakan bahwa filsafat
tidak lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles, berpendapat bahwa
kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala benda. demikian
filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
3.
Fichte, menyebut filsafat sebagai Wissenschsftslehre : ilmu dari
ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu.
4. Kant, mengatakan bahwa filsafat
adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
5. AL-Kindi, sebagai ahli pikir pertama
dalam filsafat yang memberikan pengertian filsafat dikalangan umat islam,
membagi filsafat itu dalam tiga lapangan:
· Ilmu fisika (al-ilmu al-tabiyyat),
merupakan tingkatan terindah
· Ilmu matematika (al-ilmu al-riyadil),
tingkatan tengah
· Ilmu ketuhanan (al-ilmu
al-rububiyyat), tingkatan tinggi
6. Paul Natrop, bahwa filsafat sebagai
ilmu dasar yang hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan jalan
menunjukkan dasar akhir yang sama yang memikul sekaliannya.
7. Dr. H. Hasbullah Bakry, menentukan
rumusan, bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaiman hakikatnya sejauh yang dapat dicapai
akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui
pengetahuan itu.
8. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar FK.
Psikologi UI dan mantan Mentri P & K RI. Merumuskan bahwa filsafat adalah
suatu ikhtiar untuk berfikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radiknya
suatu gejala dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalhkan. Dan denga jalan
penjagaan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan yang universal.
9. Al-Farabi, mengatakan bahwa filsafat
adalah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud (al’ilmu bi al maujuda bima hiya maujudah).
10.Ibnu Sina, juga membagi filsafat
dalam dua bagian yaitu teori dan praktek, yang keduanya yang berhubungan dengan
agama, di mana dasarnya terdapat dalam syariat Tuhab, yang penjelasannya dan
kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.[1]
Pendapat
diatas terdapat juga dalm uraian Drs. H. Ali Saifullah tentang difinisi
filsafat yang dirumuskanoleh E.S Ames sebagai comprehensif view of life and its
meaning, dari definisi itu tersimpul pengertian philoshopy is the mother of the
sciense dan snoptic thinking atau metode beerfikir sinoptis.[2]
B. Pengertian Filsafat Pendidikan
Apabila
di tanyakan, apakah filsafat pendidikan itu? Maka untuk menjawab pertanyaan
ini, di gunakan 2 pendekatan, yaitu:
1) Filsafat Pendidikan Bermakna Sebagai Filsafat
Tradisional
Filsafat
pendidikan dalam artian ini dan dalam bentuknya yang murni telah berkembang
dengan menghasilkan sebagai alternatif jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan filosofis yang
diajukan dalam problema hidup dan kehidupan manusia dalam bidang Pendidikan
yang jawabannya telah melekat dalam masing-masing jenis, sistem dan aliran
filsafat tersebut. Demikian dari jawaban tersebut di seleksi, jawaban mana yang
sesuai dan diperlukan. Dengan demikian, filsafat tradisional dalam
topik-topikdialog filsafat yang disampaikan terikat oleh metode tradisional
sebagai mana adanya sistematika, jenis serta aliran seperti yang kita jumpai
dalam sejarah.
2)
Filsafat Pendidikan dengan Menggunakan Pendekatan yang Bersifat Kritis
Dalam
pendekatan ini pemikiran logis kritis mendapatkan tempat utama.
Pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dapat disusun dan tidak terikat
periodisasi waktu serta dapat menerapkan analisis yang dapat menjangkau waktu
kini maupun yang akan datang. Demikian pula alat yang digunakan untux menemukan
jawaban secara filosofis terhadap pertanyaan filosofis, dengan dua cara
analisis dalam pendekatan filsafat yang bersifat kritis yaitu: (1) Analisis
bahasa (Linguistik), dan (2) Analisa konsep.
Analisa
bahasa menurut Harry S. Schofield adalah
usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat atau
pendapat-pendapat mengenai makana yang dimilikinya. Analisa bahasa sangat di perlukan
untuk menghasilkan tinjauan yang mendalam. Karenanya bahasa sebagai alat
rasional untuk menghubungkan satu konsep atau peristilahan dalam konteks yang
semestinya dengan yang lain.
Sedangkan
Analisa Konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah yang mewakili
gagasan atau konsep. Jika dalam suatu analisa berusaha untuk menemukan jawaban
sesuatu, maka yang dilakukannya ini
adalah analisa filosofis. Dan dalam analis konsep, jawabannya tersebut
berbentuk definisi-definisi, dan definisi yang tergantung pula pada
tokoh-tokohnya atau lembaga yang mengeluarkan atau menciptakannya.
Filsafat
pendidikan dalam kegiatannya secara normatif tertumpu dan berfungsi untuk:
1) Merumuskan dasar-dasar dan tujuan
pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi moral
pendidikan.
2) Merumuskan teori, bentuk dan sistem
pendidikan yang meliputi kepemimpinan, politikpendidikan, pola-pola akulturasi
dan peranan pendidikan dan pembangunan bangsa dan negara.
3) Merumuskan hubungan
antara agama, filsafat,filsafat pendidikan teori pendidikan dan kebudayaan.
Jadi
jelaslah bahwa rumusan telah merangkum bidang-bidang ilmu yaitu filsafat
pendidikan dan ilmu pendidikan (educational sciense) dan hubungan antara
keduanya yang saling melengkapi antara satu terhadap yang lainnya.[3]
C. Manusia Menurut
Filsafat Pendidikan Islam
Pemikiran
filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology,
philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana
sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya
karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ
dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya
sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai
pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik
jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind).
Sedangkan
pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu
berjalan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan
potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan
(epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua
makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam
raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan.
Adapun
manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya
itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam
pandangan Filsafat Pendidkan Islam, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat
memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas)
tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
Paulo
freire, tokoh pendidikan Amerika Latin mengatakan bahwa tujuan akhir dari
proses pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi), tidak jauh berbeda
dengan pandangan diatas M. Arifin berpendapat, bahwa proses pendidikan pada
akhirnya berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya tiga hal yaitu
mencerdaskan otak yang ada dalam kepala (head) kedua, mendidik akhlak atau
moralitas yang berkembang dalam hati (heart) dan ketiga, adalah mendidik
kecakapan/ketrampilan yang pada prinsipnya terletak pada kemampuan tangan
(hand) selanjutnya populer dengan istilah 3 H’s.[4]
Berangkat
dari arti pentingnya pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa pendidikan
bagi masyarakat dipandang sebagai “Human investment” yang berarti secara
historis dan filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan
moral dan etik dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati diri bangsa.
Merujuk
dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah rajat hidup bagi setiap manusia.
Karena kita sadari bahwa tidak ada seorangpun yang lahir di dunia ini dalam
keadaan pandai (berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini
merupakan proses berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian
kita. Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah SWT juga
tidaklah sekali jadi.
Ada
proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan (taswiyyah), dengan cara
memberikan ukuran atau hukum tertentu (taqdir), dan juga di berikannya petunjuk
(hidayah). Dengan demikian menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka
kemungkinannya untuk mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui
bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta berkesinambungan yang
semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan manusia (insan kamil) yang
nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl.[5]
D. Hubungan Antara Filsafat dengan
Filsafat Pendidikan
Dalam pendidikan, filsafat mempunyai
kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula
merupakan salah satu usaha manusia di bidang kerohanian untuk mencapai
kebenaran atau pengetahuan, kemudian pembahasan tentang hubungan antara filsafat
dal filsafat pendidikan atau berfikir filosofis atau berfikir ilmiah akan
dilengkapi uraian ini dengan pieget tentang epistemologi genetis, yaitu
fase-fase berfikir dan fikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan
akan mulai dari tahun pertama usia anak hinnga dewasa sebagaimana di uraikan
oleh Halford sebagai berikut:
Jasa
utama dari pieget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tingkah
laku yang terdiri atas 4 fase, yaitu:
1). Fase sensorimotor, berlangsung
antara umur 0 tahun sampai usia dimana cara berpikiraanak masih sangat
ditentukan oleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehinnga sangat sedikit
terjadi peristiwa berpikir yang sebenarnya, di mana tanggapan tidak berperan
sama sekali dalam proses berpikir dan pikiran anak.
2). Fase pra-oprasional, pada usia kira-kira 5-8
tahun yang di tandai adanya kegiatan berpikir dengan mulai menggunakan
tanggapn, ia tidak menyebut dengan berpikir berdasarkan hubungan sebab akibat,
seperti pendapat para ahli psikolog perkembanagan.
3)
Fase oprasional yang konkrit, yaitu kegiatan berpikir untuk memecahkan
persoalan secara konkrit dan terhadap benda-benda yang koknkrit pula.
4)
Fase oprasi formal, pada anak dimulai usia11 tahun. Anak telah mulai
berpikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan
hipotesa serta memprosesnya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan
problema walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan
bagaimana realisasinya.
Dari
uraian dan contoh tadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu menerima dasarnya
dari filsafat, dengan rincian sebagai berikut:
1) Setiap pendidikan itu mempunyai objek dan
problem
2)
Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua pendidikan dan
dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan
dari pendidikan itu.
3)
Disamping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang
digunakan dalam tiap-tiap pendidiakn.
4) Filsafat juga memberikan metode atau cara
kepada tiap pendidikan.[6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
filsafat
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaiman hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap
manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.
Filsafat
pendidikan dalam kegiatannya secara normatif tertumpu dan berfungsi untuk:
1. Merumuskan dasar-dasar dan tujuan
pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi moral
pendidikan.
2. Merumuskan teori, bentuk dan sistem
pendidikan yang meliputi kepemimpinan, politikpendidikan, pola-pola akulturasi
dan peranan pendidikan dan pembangunan bangsa dan negara.
3. Merumuskan hubungan antara agama,
filsafat,filsafat pendidikan teori pendidikan dan kebudayaan.
Jadi
jelaslah bahwa rumusan telah merangkum bidang-bidang ilmu yaitu filsafat
pendidikan dan ilmu pendidikan (educational sciense) dan hubungan antara
keduanya yang saling melengkapi antara satu terhadap yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
H.M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Remaja Rosdakarya, PT Bumi
Aksara, Jakarta, Cet. VI, 2000. Karnadi
Hasan “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya Jawa,
No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000.
Syaifullah
Ali H.A.,Drs., 1970, Dasar-Dasar Filsafat dan Pendidikan, Lembaga Pendidikan
IKIP Malang,.
Indar Dumberansyah , Drs. H.M., Ed., 1994,Filsafat
Pendidikan, surabaya ,Karya Abditama,
Ali
Hamdani , H.B, M.A., M.ED., 1986,
filsafat Pendidikan, Yogyakarta,
Kota Kembang.
Prasetyo,
Drs., 1997, Filsafat Pendidikan, Bandung,, Pustaka Setia.
[2]Drs.
H. Ali Syaifullah, Dasar-dasar filsafat pendidikan, Lembaga Penerbitan IKIP
Malang, 1970
[3] Drs. H.M.
Djumberansyah indar, M.Ed, Filsafat Pendidikan, karya Abditama, surabaya, 1994,
hal 40
[4]
Prof. H.M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Remaja Rosdakarya, PT Bumi
Aksara, Jakarta, Cet. VI, 2000, hal. 57.
[5]Karnadi
Hasan “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya Jawa,
No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000, hal. 29.